Yuan Chen, seorang yatim-piatu yang hidup dilanda kemiskinan. Direndahkan, dikucilkan, dihina, dan diperlakukan tidak baik oleh semua orang, sudah menjadi makanan sehari-hari baginya.
Di dunia yang mengandalkan kekuatan sebagai hal utama, Yuan Chen tak mempunyai kesempatan untuk berlatih, ia selalu sibuk setiap harinya hanya untuk mencari sesuap nasi.
Namun, kehidupannya perlahan berubah, di saat takdir mempertemukannya dengan seorang Kakek tua yang memberinya Batu Hitam yang memberikannya kekuatan dan menjadikannya sangat kuat. Dan saat itulah Yuan Chen pun bangkit dari keterpurukannya dan memulai perjalanannya di dunia kultivasi yang kejam ini. Inilah kisah Yuan Chen, seorang pemuda yang berhasil menguasai Tiga Alam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon APRILAH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22
Yuan Chen pun tiba di menara pelatihan. Satu menara yang terbuat dari kayu dan giok itu mempunyai total tujuh lantai.
Menara pelatihan itu tampak megah dan anggun, dengan ukiran-ukiran kayu yang halus dan detail. Tujuh lantai menara itu tampaknya menjulang tinggi ke langit, memberikan kesan bahwa di dalamnya terdapat banyak rahasia dan pengetahuan yang menunggu untuk diungkap. Yuan Chen memasuki menara itu dengan rasa hormat dan antusias, siap untuk memulai latihannya dan meningkatkan kemampuannya.
Ketika Yuan Chen tiba-tiba di lantai pertama, ia melihat seorang kakek tua yang tengah duduk, di mana itu adalah Tetua Ma Jiu, seorang yang khusus menjaga Menara Pelatihan.
Yuan Chen melihat seorang kakek tua yang duduk dengan mata tertutup, tapi ia bisa merasakan aura kuat yang terpancar dari dirinya. Rambut putihnya yang panjang dan tergerai ke belakang, serta jenggotnya yang juga putih dan terawat, memberinya penampilan yang sangat bijak dan berwibawa. Yuan Chen mendekatinya dengan hormat dan berbicara, "Hormat saya, Tetua Ma Jiu." kata Yuan Chen sembari membungkuk memberi salam hormat.
Kakek tua itu membuka matanya yang dalam dan tajam, menatap Yuan Chen dengan tatapan yang menusuk jiwa. "Ah, Yuan Chen. Aku telah menunggumu," katanya dengan suara yang dalam dan berwibawa tetapi sedikit serak-serak basah.
Mendengar suaranya saja, Yuan Chen merasa sedikit terintimidasi oleh aura yang terpancar dari dirinya, tapi Yuan Chen mencoba untuk tetap tenang dan hormat.
"Dari mana anda tahu namaku, Tetua Ma?" Yuan Chen bertanya dengan sangat serius.
Tubuh tua itu pun bangkit dari tempat duduknya. Walaupun setelah kakek tua Ma Jiu itu berdiri, tetapi tubuhnya sedikit bungkuk. Kakek Ma Jiu pun menunjuk ke sudut ruangan dan berbicara, "Tolong ambilkan tongkat ku!" serunya, meminta tolong.
Yuan Chen pun segera berjalan ke sudut ruangan, hendak mengambilkan tingkat kayu milik Kakek tua Ma Jiu. Namun, betapa terkejutnya Yuan Chen di saat ia dengan tenangnya mengangkat tongkat kayu itu, tetapi ia sama sekali tidak dapat membuat tongkat kayu itu bergerak sedikitpun.
"Berat sekali!" ujar Yuan Chen, ia pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengangkat tongkat kayu itu, tetapi tetap tidak bergerak sedikitpun.
"Ha haa!" Kakek tua Ma Jiu tertawa dengan suaranya yang berat, ia pun berjalan berat menghampiri Yuan Chen yang masih berusaha mengangkat tongkat kayu.
"Ternyata... rumor murid gadis Qin Yi yang katanya sangat kuat itu, ternyata hanya bualan belaka." celetuk Tetua Ma Jiu. Membuat Yuan Chen tertegun, terdiam tanpa berbicara sepatah katapun.
Yuan Chen tak mengerti kenapa Tetua Ma Jiu bisa berbicara seperti itu, dan tak mengerti tentang rumor apa yang dimaksud oleh Tetua Ma Jiu. Namun, tiba-tiba Tetua Ma Jiu mengambil tongkatnya dengan sangat begitu mudah, seolah-olah itu hanyalah sebuah tongkat kayu biasa yang sangat ringan, jelas membuat Yuan Chen sangat begitu terkejut sehingga kedua sudut matanya melebar.
"Bagaimana mungkin...!?" kata Yuan Chen, terkejut. "Tetua Ma! Apakah tongkat itu tidak berat?" sambungnya, bertanya kepada Tetua Ma Jiu.
Tetua Ma Jiu mendecih pelan dan kemudian berbicara, "Tentu saja tidak! Aku sudah bersama tongkat ini selama puluhan tahun." katanya, sinis. Tetapi Tetua Ma Jiu segera berjalan, "Ikuti aku!" ajaknya kepada Yuan Chen.
Yuan Chen pun mengikuti tetua Ma Jiu dari belakang, hingga Tetua Ma Jiu membawa Yuan Chen memasuki ruangan yang menyimpan gulungan, gulungan tempur.
"Sebelum bermeditasi, cobalah untuk mencari gulungan tempur yang cocok denganmu! Teknik pedang sepuluh putaran milikmu, harusnya diberikan oleh gurumu, kan?" ucap Tetua Ma Jiu.
Yuan Chen pun mengangguk ringan dan berbicara, "Itu benar, Tetua Ma! Guru Qin yang mengajarkan jurus ini kepadaku!" jawab Yuan Chen, penuh rasa bangga.
"Jangan pernah memanifestasikan gaya pedang gerakan kedua jika tingkatan ranahmu belum mencapai tingkatan ranah ke-lima!" ucap Tetua Ma Jiu dengan tegas.
Yuan Chen terkejut, lalu bertanya, "Memangnya... Kenapa, Tetua?"
"Dasar bodoh! Itu adalah jurus tempur tingkat Suci! Kau sudah menguasai gaya pedang tingkat pertama dengan tingkatan ranahmu yang masih berada pada tingkatan ketiga pun sudah sangat beruntung." jawab Tetua Ma Jiu sembari mengibaskan tangannya.
Yuan Chen terdiam, 'Guru tidak pernah berbicara apa-apa tentang teknik pedang sepuluh putaran ini!' batin Yuan Chen.
Keterampilan tempur di dunia ini terbagi menjadi lima tingkatan yang berbeda.
Tingkat Rendah.
Tingkat Menengah.
Tingkat Tinggi.
Tingkat Suci.
Tingkat Dewa.
Saat itu, keterampilan tempur pertama yang dimiliki oleh Yuan Chen adalah keterampilan tempur tingkat Suci. membuat Ma Jiu tak habis pikir, kenapa Qin Yi mengajarkan keterampilan tempur itu kepada Yuan Chen yang masih sangat lemah.
Yuan Chen memasuki ruangan keterampilan tempur dengan mata yang terbelalak. Ribuan bahkan jutaan gulungan tempur yang tersimpan rapih di rak kayu yang menjulang tinggi hingga ke langit-langit membuat Yuan Chen merasa semangat dan siap untuk memilih.
"Wow, begitu banyak gulungan tempur," kata Yuan Chen dengan takjub.
"Ya, ini adalah koleksi gulungan tempur yang telah dikumpulkan selama ratusan tahun," kata Tetua Ma Jiu yang berdiri di samping Yuan Chen. "Setiap gulungan berisi teknik dan strategi tempur yang unik. Kamu bisa memilih gulungan yang sesuai dengan kebutuhanmu."
Yuan Chen berjalan di antara barisan rak, menyusuri gulungan-gulungan tempur yang berisi berbagai macam teknik dan strategi tempur. "Tetua, bagaimana saya bisa memilih gulungan yang tepat?" Yuan Chen bertanya.
"Coba cari gulungan yang menarik perhatianmu," jawab Tetua Ma Jiu dengan senyum. "Gulungan yang tepat akan memanggilmu, dan kamu akan tahu bahwa itu adalah yang kamu cari." sambungnya, lalu tetua Ma Jiu pun pergi meninggalkan Yuan Chen sendiri di ruangan itu.
Yuan Chen terus berjalan di antara barisan rak, menyusuri gulungan-gulungan tempur yang berisi berbagai macam teknik dan strategi tempur. Namun, matanya tertuju pada sebuah gulungan yang tampak kumuh dan hampir rusak. Gulungan itu terlihat seperti telah berusia ratusan tahun, dengan kulit yang sudah kusam dan sobek di beberapa tempat. Meskipun demikian, Yuan Chen merasa ada sesuatu yang unik tentang gulungan itu.
Dia mendekati gulungan itu dengan hati-hati, merasakan ada semacam tarikan yang tidak biasa. Yuan Chen mengulurkan tangannya dan mengambil gulungan itu dengan hati-hati, membersihkan debu yang menempel di permukaannya. Saat dia memegang gulungan itu, dia merasa ada semacam energi yang mengalir melalui tubuhnya.
"Apa yang membuatmu begitu istimewa?" Yuan Chen bertanya pada dirinya sendiri, sambil membuka gulungan itu dengan hati-hati.
Yuan Chen pun membuka gulungan tempur tersebut, dan melihat satu tulisan yang merupakan nama keterampilan tempur yang terdapat didalamnya.
Saat Yuan Chen membaca nama jurus itu "Pedang Pembunuh Dewa", gulungan tempur itu tiba-tiba mengeluarkan aura kegelapan yang pekat, membuat ruangan sekitarnya terasa dingin dan mencekam. Yuan Chen merasakan kengerian yang begitu kejam, seolah-olah dia sedang berdiri di tepi jurang neraka. Aura kegelapan itu begitu kuat sehingga membuat bulu kuduknya berdiri dan napasnya tercekat.
"Pedang Pembunuh Dewa..." Yuan Chen mengulangi nama jurus itu dengan suara yang bergetar, merasakan kekuatan gelap yang terkandung di dalamnya. Dia merasa seperti ada sesuatu yang mengintainya dari dalam kegelapan, menunggu saat yang tepat untuk menerkam. Meskipun merasa takut, Yuan Chen tidak bisa melepaskan pandangannya dari gulungan tempur itu, seolah-olah dia sedang terhipnotis oleh kekuatan gelap yang terkandung di dalamnya.
Yuan Chen pun tak lagi berpikir panjang, ia pun menetapkan hatinya untuk memilih gulungan tempur itu untuk dipelajarinya.