Di usia mudanya, Falya terpaksa menjadi tulang punggung keluarga. Padahal sebelumnya kehidupannya sangat sempurna. Tapi karena kesalahan fatal ayahnya, akhirnya ia dan keluarganya menanggung beban yang sangat berat.
Dan suatu hari,ia tak sengaja bertemu dengan sosok arwah penasaran yang justru mengikutinya ke mana pun dia pergi.
Siapakah sosok itu sebenarnya? Dan seberapa kuatnya seorang Falya menjalani kehidupannya???/
########
Untuk pembaca setia tulisan receh mak othor, mangga....di nikmati. Mohon jangan di bully. Mak othor masih banyak belajar soalnya. Kalo ngga ska, skip aja ya! Jangan di ksaih bintang satu hehehehe
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22
"Kenapa kamu malah diam saja, bantuin pakai baju!'' pinta Rayan. Falya mengumpulkan oksigen sebanyak-banyaknya hingga akhirnya ia membantu memakaikan pakaian pasien ke tubuh Rayan. Bukan lagi pakaian model kimono, sekarang Rayan memakai pakaian model piyama.
"Masa bajunya doang? Aku belum bisa pakai celana sendiri. Lihat kan masih ada infus di tangan ku?''
Falya memanyunkan bibirnya di balik masker. Dan Rayan bisa menebaknya karena tatapan mata lentik itu yang mengarah padanya.
Entah kenapa, membuat perawat pribadinya kesal seperti hiburan baginya.
"Oh...jadi kamu pengen aku ngga usah pake celana terus? Biar kamu bisa liatin ,iya?'' tanya Rayan. Falya menganga tak percaya.
"Stres gue lama-lama!'' kata Falya lirih. Tapi Rayan mendengar kekesalan Falya. Arrayan justru sengaja membuka kedua pahanya yang berbalut handuk itu. Tak mau di tuduh mesum\, Falya pun memalingkan wajahnya sambil memasangkan celana da*** Arrayan. Meski sesekali ia menunduk untuk memastikan kedua kaki jenjang itu tak nyasar.
Setelah perjuangan panjang akhirnya Falya bisa beristirahat karena Rayan sudah berbaring lagi. Ponsel di saku Falya berdering, ada nama Gio di sana. Gio mengirim pesan suara padanya yang otomatis di dengar oleh Rayan. Meski tak terlalu mendengar objek yang di bahas siapa atau apa, yang jelas Falya menerima pesan suara dari seorang laki-laki. Dan hal itu membuat perasaan tak suka di hatinya.
"Saya akan keluar, anda sudah tidak butuh bantuan saya lagi kan?'' tanya Falya.
"Di mana-mana perawat akan bertanya, apakah anda membutuhkan bantuan lain? Kenapa kamu malah memutuskan sendiri seperti itu?'' tanya Rayan dengan tatapan menyelidik.
Falya menarik nafas dalam-dalam hingga kalimat lembut itu bisa kembali lagi keluar dari mulutnya.
"Baik tuan Arrayan, sebelum saya keluar apakah anda masih membutuhkan bantuan saya?'' tanya Falya. Arrayan memasang wajah datar lagi seperti sebelum-sebelumnya.
"Kamu mau apa keluar?'' tanya Rayan.
"Saya mau ibadah tuan, mau makan siang dan istirahat juga'' jawab Falya.
"Tinggal pesan saja di antar ke sini kan bisa! Mau ibadah di sini juga tidak masalah kan?'' cerca Rayan. Falya yang sudah kehabisan energi hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Setelah itu ia menelpon orang kantin untuk mengantar makanannya ke ruangan Rayan.
Rayan tersenyum tipis nyaris tak terlihat karena akhirnya Falya menuruti ucapannya.
Kalau bukan karena Dr. Johanes yang rekomendasiin dan butuh duit lebih, ngga bakal aku mau jadi babu kaya gini! Sikapnya itu lho...bossy banget! Tapi dia emang bos kan? Batin Falya.
"Coba sikap mu kaya bang Zidan!'' gumam Falya lirih namun bisa di dengar oleh Rayan. Rayan yang tadi masih kesal dengan nama Gio, kini semakin kesal di banding-bandingkan dengan Zidan!
"Saya harus apa di sini tuan? Menemani anda duduk diam di sini?'' tanya Falya.
"Itu kan memang tugas mu!''sahut Rayan. Falya duduk di bangku agak jauh dari brankar Rayan. Tapi pria lajang itu meminta Falya untuk mendekatkan bangkunya.
"Kenapa lagi tuan? Kurang dekat?'' sarkas Falya.
Arrayan terlihat kembali ke mode senyapnya dan kaku. Falya sudah duduk santai di bangkunya terpaksa berdiri saat Rayan menariknya.
"Ada apa lagi tuan?'' tanya Falya geregetan.
"Kata dokter, aku bisa keluar dari sini satu dua hari ke depan.'' Falya menganggukkan kepalanya.
"Iya tuan.''
"Berhubung aku belum bisa berjalan normal, aku mau kamu yang merawat ku di rumah.'' Falya menoleh dengan cepat.
"Tentu saja tidak bisa tuan. Saya terikat kontrak di sini! Jadi saya tidak mungkin menjadi perawat pribadi anda.''
Arrayan mengedikan bahunya.
"Kontrak mu tidak akan berlaku jika aku yang memintanya!'' kata Rayan. Falya sadar, Rayan pasti orang spesial yang memiliki hubungan kekerabatan dengan direktur rumah sakit.
Tak lama kemudian pintu kamar Rayan di ketuk, Falya segera membukanya. Benar saja, pesanan makanannya datang.
"Pake kris ya mas'' ujar Falya. Setelah itu, Falya kembali duduk di bangkunya.
"Maaf saya sengaja tidak menawari anda makanan ini. Selain anda memang belum boleh memakan makanan seperti ini, makanan ini cuma satu porsi dan hanya cukup buat saya sendiri!'' kata Falya yang mau tak mau membuka maskernya.
Rayan tak meresponnya. Justru ia fokus dengan bibir mungil Falya yang tampak memerah karena makanannya mungkin terlalu pedas. Tapi entah kenapa Rayan tak bisa mengalihkan perhatiannya dari bibir itu. Rasanya...ia amat sangat tak asing dengan gadis itu.
Rayan memejamkan mata beberapa saat sampai sebuah kejadian-kejadian yang entah kapan melintas di kepalanya. Dirinya yang ikut di motor Falya\, di rumah Falya bahkan pernah berjanji yang katanya akan jadi tempat ternyaman untuk Falya. Apalagi insiden kecil yang tak di sengaja saat mereka ber****.
Dan kejadian terakhir di mana Rayan akan mencium Falya di belakang pintu namun karena kepalanya sakit, membuatnya tiba-tiba saja menghilang dari kehidupan Falya. Dan Rayan pun ingat jika Falya lah yang memberinya nama, Zidan!
Falya yang di perhatikan oleh Rayan pun mendongakkan kepalanya.
"Kenapa? Saya tidak akan menawari anda ya!'' kata Falya dengan tatapan sedikit galak dan menggeser makanan itu dari hadapannya.
"Kemari!'' pinta Rayan.
"Tolong tuan, biarkan saya makan sebentar! Saya tahu, saya di bayar lebih. Tapi tolong....''
"Kemari!'' ulang Rayan.
Falya mencoba terus bersabar menghadapi pasien khususnya itu. Dengan sekali tarik, wajah Falya sudah berada tepat di depan wajah Rayan.
Mata Falya mengerjap beberapa saat! Rasanya muak sekali beradegan seperti itu ya Falya?? Kalau tak sinetron banget ya..dunia novel sekali!
"Kau melupakan Zidan mu, Falya!'' ujar Rayan tepat di depan Falya. Bahkan indra penciuman Falya yang masih sangat normal itu bisa merasakan aroma pasta gigi dari Rayan.
Falya membeku dengan posisi yang sama juga dengan tatapan yang sama.
"Aku tidak mungkin melupakan janji ku!'' kata Rayan. Bibir Falya berkedut dan ia justru reflek memeluk Rayan.
"Kamu jahat ! Ku pikir abang lupain aku!'' kata Falya memukul-mukul punggung Rayan. Meski sedikit nyeri, tapi Rayan menahan untuk tidak mengeluh.
Rayan mengusap pelan kepala Falya.
"Bagaimana bisa abang lupa sama gadis yang sok kuat ini, heum?'' tanya Rayan. Falya melepaskan pelukannya karena ia sadar posisinya saat ini.
"Ma-amaf!'' kata Falya tergagap.
"Kenapa kok peluk lagi?'' tanya Rayan. Falya memanyunkan bibirnya.
"Mau makan!'' katanya kesal. Rayan bingung dengan perubahan sikap Falya yang tiba-tiba itu.
"Ya udah makan, habis makan temenin aku tidur!'' kata Rayan. Falya yang sudah hampir menyuapkan makanan ke mulutnya pun menatap Rayan. Rayan mengerutkan keningnya, apa ada yang salah dengan perkataannya???
***********
Terimakasih