Carmila harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya membawa selingkuhan ke rumah, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Pengkhianatan dari dua orang terdekatnya ini menghancurkan hati Carmila yang selama ini telah berjuang menjadi istri dan nyonya istana yang sempurna.
Dalam keterpurukannya, Carmila bertemu dengan Pangeran Kedua Kekaisaran, dan tanpa ragu mengajukan sebuah hubungan kontrak dengannya.
Apakah Pangeran Kedua itu akan menerima tawarannya, atau menolak secara dingin? Keputusannya akan menentukan arah permainan balas dendam Carmila, sekaligus membuka pintu pada skandal dan intrik yang tak terduga.
Revisi berjalan yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Surat kecil
"Apa maksudmu?" Seraphina mengerutkan keningnya. "Jangan bilang kau masih menyimpan perasaan pada Carmila? Benarkah begitu?"
"Bukan begitu—"
"Kalau bukan, lalu apa?" Seraphina menatapnya tajam, matanya memerah karena emosi. "Dulu kau bilang kau mencintaiku, tapi setiap kali nama wanita sialan itu disebut, tatapanmu selalu berubah! Jika hatimu masih tertinggal padanya, seharusnya kau tak pernah memberiku harapan sejak awal!”
Valerian menghela nafas panjang. "Seraphina, tenanglah dulu."
Semenjak Carmila mengetahui perselingkuhan mereka, semuanya jadi berantakan, dan Seraphina bahkan menjadi gampang tersinggung.
Velerian mengusap wajahnya sebentar, lalu ia menatap mata Seraphina sambil memegang bahunya.
“Kau percaya padaku, kan?”
“Ya, tentu saja,” jawab Seraphina, nadanya mulai terdengar lebih lembut.
“Beri aku waktu sedikit lagi. Soal Carmila, biar aku yang urus.”
“Benarkah?”
“Ya. Aku janji.” Valerian menatapnya dengan serius. “Aku akan memastikan kau duduk di sisiku sebagai Duchess Hamilton… dan membuatmu bahagia, selamanya.”
Meskipun janji itu belum pasti, Seraphina tampak sedikit lega. Ia mengangguk, dan akhirnya menenangkan diri.
Valerian mencoba menepuk punggungnya. Begitu Seraphina tenang, Valerian menjauh sedikit, dan sorot matanya seketika berubah dingin.
Sejak beberapa waktu lalu, ada satu adegan yang terus terlintas di benak Valerian.
’Saputangan itu…’ pikirnya.
Dalam momen di Ruang VIP, Carmila mengeluarkan saputangan putihnya dan menceritakan tentang pertemuan pertamanya dengan Pangeran Kedua.
Valerian merasa ada hal penting yang ingin ia katakan tentang saputangan putih itu. Sepertinya ia harus bertemu dengan Carmila dan berbicara dengannya empat mata.
......................
Kegiatan resmi Carmila dan Alistair sebagai pasangan akhirnya berakhir. Selama acara itu berlangsung, hampir semua mata tertuju pada mereka.
Mulai dari cara keduanya bergandengan tangan dengan mesra, momen ketika Alistair berdiri membela Carmila di depan semua orang, hingga ciuman menawan yang mereka tunjukkan saat sesi Kiss Time. Semua itu menjadi bahan pembicaraan hangat di kalangan sosial.
Dan tentu saja, bersamaan dengan itu, kabar tentang insiden memalukan yang melibatkan Seraphina dan Valerian pun ikut menyebar luas—membuat nama keduanya kembali jadi bahan gosip.
Bagi sebagian orang, semua itu mungkin hanya drama di pesta malam. Tapi bagi Carmila dan Alistair, penampilan mereka kali ini adalah awal dari keuntungan besar—baik dalam pandangan publik, maupun dalam hubungan mereka sendiri.
-
Di ruang kerjanya, Carmila membuka sebuah surat kecil yang sedang ia pegang.
Kepada Duchess Hamilton,
Halo. Apakah Anda masih mengingat saya? Saya Duchess Eleanor.
Senang sekali bisa bertemu dengan Anda beberapa waktu lalu, Sesuai janji, saya mengirimkan undangan resmi untuk perjamuan tea time di kediaman saya.
Saya sangat berharap Anda bisa hadir—akan menyenangkan kalau kita bisa berbincang lebih lama lagi.
—Duchess Eleanor.
Carmila tersenyum tipis saat membaca surat itu. Rupanya, Duchess Eleanor masih mengingat pertemuan mereka.
Mungkin posisinya dalam peran keluarga, hampir mirip dengan Carmila. Mereka tidak hanya memiliki suami yang berselingkuh, tetapi juga memiliki minat dan pemahaman bisnis yang sama
"Kenapa aku tidak pernah berpikir untuk lebih dekat dengannya sejak dulu?" gumamnya pelan, sambil menatap isi surat itu.
Kenapa? Tentu saja karena Valerian...
Setelah menikah, Carmila selalu mengurung diri di rumah. Ia merasa Interaksi dengan Valerian sudah terasa cukup baginya, apalagi ia juga sibuk membangun kembali kehormatan keluarga Hamilton dengan segala usaha dan kemampuannya sendiri.
Mungkin... Duchess Eleanor juga pernah merasakan hal yang sama.
Dengan semangat, Carmila menulis surat balasan yang menyatakan kesediaannya untuk datang. Setelah selesai, ia menyerahkannya pada Elara.
“Elara, tolong kirimkan ini ke kediaman Duchess Eleanor, ya?”
“Baik, Nyonya!”
Carmila menyerahkan surat itu sambil tersenyum tipis. Ia sempat menghela napas lega—setidaknya satu urusan selesai hari ini.
Namun, saat menatap ke depan lagi, ia baru sadar Elara masih berdiri di tempat.
Pelayan itu tak juga bergerak, malah menatapnya sambil menahan senyum seolah ada sesuatu yang ingin dikatakannya.
“Ada apa, Elara?” tanya Carmila heran.
Elara mencondongkan tubuhnya sedikit, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. “Nyonya, jadi... bagaimana rasanya ciuman itu?” bisiknya pelan tapi penuh semangat.
“Hah? C-ciuman... maksudmu apa?”
Elara terkekeh kecil. “Jangan pura-pura tidak tahu, Nyonya, Semua orang sedang membicarakan momen Anda bersama Pangeran Kedua!”
Carmila terdiam sejenak, pipinya memerah. “Elara… tidak pantas membicarakan hal semacam itu,” ucapnya sambil menahan malu, tapi senyum lembut tetap tersungging di ujung bibirnya.
Elara tersenyum dan menunduk sedikit, “Maaf, Nyonya… tapi saya benar-benar iri. Rasanya pasti luar biasa, bisa dicium Pangeran setampan itu.”
Ucapan Elara membuat dirinya terdiam sejenak. Tanpa sadar, jemarinya terangkat menyentuh bibirnya sendiri. Ia tahu tak ada ciuman yang benar-benar terjadi, tapi entah kenapa... sensasinya terasa begitu nyata.
Dalam perjalanan pulangnya saat itu, rasa penasaran akhirnya membuatnya bertanya.“Yang Mulia, kenapa Anda berpura-pura mencium saya tadi?”
Alistair menatapnya sebentar, lalu berkata. “Kalau tidak begitu, mereka pasti akan mencurigai kita.”
Jawabannya singkat, tapi cukup untuk membuat Carmila terdiam.
Namun di balik semua itu, ada hal kecil yang membuatnya tersenyum. Ia teringat bagaimana Seraphina tiba-tiba menarik Valerian pergi, sorot matanya penuh amarah. Melihatnya menjauh, Carmila seakan bisa merasakan luapan emosinya.
Saat ia tenggelam dalam pikirannya. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di balik pintu.
“Masuk,” jawab Carmila.
Pintu terbuka perlahan, dan seorang pelayan lainnya masuk sambil menunduk hormat. “Nyonya, Duke Hamilton ingin bertemu dengan Anda sekarang.”
“Valerian?”
“Ya, Nyonya. Sebelumnya, saya sudah menjalankan perintah Nyonya untuk tidak mengizinkan Duke Hamilton masuk, tetapi... apa yang harus saya lakukan sekarang?”
Carmila tersenyum tipis. “Katakan padanya untuk menunggu di ruang tamu. Aku akan segera ke sana.”