NovelToon NovelToon
Demi Semua Yang Bernafas

Demi Semua Yang Bernafas

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Buruh kasar yang ternyata lupa ingatan, aslinya dia adalah orang terkuat di sebuah organisasi rahasia penjaga umat manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Bab 30

Zachry Shah dan Rafael Voss masih teringat jelas kejadian barusan — ketika Rangga bergerak secepat kilat dan menghajar Elang Dirgantara di depan semua orang.

“Bukan kami yang teriak! Bukan kami!” ujar keduanya hampir bersamaan, wajah mereka pucat pasi.

Rangga hanya menyeringai tanpa berkata apa pun, lalu berbalik dan berjalan keluar ruangan.

Begitu sosoknya menghilang dari pandangan, napas kedua pria itu terasa kembali. Keringat dingin membasahi punggung dan leher mereka.

Di sisi lain, para pengikut Elang buru-buru berlari menghampiri bos mereka.

“Elang! Kau baik-baik saja?” salah satu dari mereka panik.

Elang tidak menjawab, hanya memegangi kepalanya yang berlumuran darah. Wajahnya meringis kesakitan.

“Cepat bawa dia ke rumah sakit!” kata Dika sambil berdiri. “Kalau tidak segera dihentikan, pendarahannya bisa fatal!”

Orang-orang langsung panik, menuruti perintah itu.

Satu jam kemudian – Rumah Sakit Kota Veluna

Elang Dirgantara keluar dari ruang gawat darurat dengan kepala yang terbalut perban tebal.

Hanya dua orang yang menemaninya — Dika dan seorang pria muda berpakaian kasual.

“Kak, apa kata dokter?” tanya pria muda itu cepat-cepat, begitu melihat Elang berjalan mendekat.

“Gegar otak ringan,” jawab Elang pelan. “Katanya butuh waktu beberapa minggu untuk pulih.”

Ia memalingkan wajahnya pada Dika. “Kak Dika, maaf sudah memperlihatkan pemandangan memalukan tadi.”

Dika hanya melambaikan tangan santai.

“Kau terlalu meremehkan Rangga. Dia memang sudah kuat dari dulu. Pengalamannya di penjara membuatnya jadi pria berjiwa keras, bahkan sedikit psiko. Amnesia tidak akan menghapus sifat aslinya.”

Ia menatap Elang tajam. “Lagipula, kenapa repot-repot mengotori tanganmu sendiri? Orang sepertinya, biar saja jadi urusan kelas bawah.”

Wajah Elang mengeras. “Sialan itu… aku tidak akan melupakan kejadian malam ini.”

Dika tersenyum tipis. “Aku punya kenalan untuk menyelesaikan urusan kotor seperti itu. Mereka bisa melakukan apa saja—bahkan membunuh sekalipun, asal ada uang.”

“Tidak perlu, Kak,” tolak Elang cepat. “Di Kota Veluna sudah banyak orang seperti itu.”

Beberapa jam kemudian – Sebuah kafe di pusat kota

Zachry Shah dan Rafael Voss duduk diam di meja pojok. Tak ada satu pun yang bicara.

Wajah mereka sama-sama tegang. Pikiran mereka masih tertinggal pada pemandangan brutal tadi.

Mereka sebenarnya hanyalah anak orang kaya biasa — yang selama ini hanya mengandalkan uang dan nama keluarga untuk menindas orang lemah.

Namun setelah melihat Rangga, rasa percaya diri mereka seolah lenyap.

“Voss,” ucap Zachry pelan, “orang itu tidak kenal takut. Dia… kejam. Kalau mau, dia bisa saja membunuh kita semua di sana. Katamu dia pernah masuk penjara, ‘kan? Orang seperti itu kalau tersinggung bisa jadi gila.”

Rafael mengangguk. “Mungkin dia cuma pion yang digerakkan Barney Syam,” gumamnya.

“Bisa jadi,” jawab Zachry. “Tapi aku khawatir dia masih belum bisa melupakan Liana. Tiga tahun kerja keras demi wanita itu, jelas bukan cinta biasa.”

Rafael menghela napas panjang, lalu mengeluarkan ponselnya. “Halo, Astra Bank? Saya Rafael Voss, pemegang kartu perak. Tolong batalkan transaksi terakhir dan transfer kembali ke rekening saya.”

Setelah urusan dengan bank selesai, Rafael langsung menekan nomor Liana.

“Halo, sayang! Akhirnya kamu meneleponku juga,” suara ceria Liana terdengar dari ujung telepon. “Aku di rumah sekarang, jadi… ke mana kita kencan nanti?”

Rafael menatap kosong ke arah jendela, lalu berkata datar, “Aku hanya ingin bilang satu hal. Kita putus.”

Suasana hening sejenak.

“Apa?” suara Liana meninggi. “Kamu bercanda?”

“Tidak. Orang tuaku bilang latar belakangmu terlalu biasa. Mereka tidak mau aku menikah dengan perempuan yang cuma mengandalkan wajah cantik. Lagipula, selama kita bersama, kamu tidak pernah mau benar-benar bersamaku. Jadi… cukup sampai di sini.”

Rafael Voss, sang playboy kota Veluna, memang lihai memutus hubungan. Dalam setahun, entah berapa wanita sudah ia patahkan hatinya.

Di ujung telepon, Liana terdengar panik. “Rafael, jangan bercanda! Aku sungguh mencintaimu! Aku akan lakukan apa pun yang kamu mau! Malam ini aku—”

Rafael memejamkan mata, mengingat kembali wajah Rangga yang menghantam Elang dengan sadis.

Dia menelan ludah, lalu menggeleng cepat. “Lupakan. Aku tidak mau lagi. Taruh saja mobilnya di garasi. Aku akan ambil besok. Aku punya kunci serep.”

Klik.

Sambungan terputus.

Komplek Pondok Indah – Rumah Liana

Liana duduk terpaku di ruang tamu, ponsel masih di tangannya.

Suaranya tercekat saat mencoba menelepon Rafael lagi, tapi nomor itu sudah tak bisa dihubungi.

Pesan yang ia kirim pun langsung dibalas notifikasi: Pesan tidak terkirim. Penerima memblokir Anda.

“Wah…”

Itu saja yang bisa keluar dari mulutnya.

Miriam yang sedang memasak di dapur segera menghampiri.

“Ada apa, Liana?”

“Bu…” suara Liana bergetar. “Rafael memutuskanku. Dia tarik semua uangnya dari rekeningku. Mobilnya juga mau diambil.”

Miriam terdiam, wajahnya menegang. “Putus? Jadi… tidak ada lagi yang membiayai kita?”

Liana hanya memandang ibunya, bingung dan takut.

Mereka berdua saling menatap tanpa kata — sama-sama sadar, hidup mereka akan berubah drastis mulai hari ini.

Di sisi lain – Sebuah warnet di pinggiran Kota Veluna

Sementara itu, Rangga benar-benar tidak tahu bahwa Rafael Voss memutus hubungan dengan mantan istrinya karena ketakutan.

Dia sedang menikmati udara malam sambil berjalan santai di trotoar.

Setelah pertarungan sengit tadi, tubuhnya butuh sedikit hiburan.

Matanya menangkap papan bertuliskan “Warnet Landscape” — dan ia memutuskan untuk masuk.

“Main game sebentar sepertinya menyenangkan,” gumamnya.

Ia duduk di salah satu bilik komputer dan hendak menyalakan layar, tapi tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.

“Hey!”

Rangga menoleh. “Vela? Kamu main game juga di sini?”

Ya, Vela Wijaya, sahabat Windy Syam, berdiri di depannya. Hari itu ia mengenakan rok mini dan crop top, terlihat berani dan mencolok.

“Kamu tidak boleh main di sini,” kata Vela datar.

“Hah?” Rangga mengernyit. “Kenapa? Aku bebas main di mana saja.”

“Tidak di sini,” balas Vela cepat. “Tempat ini tidak menerima kamu.”

Rangga menatapnya sambil mengangkat alis. “Oh ya? Kamu pikir kamu siapa, melarang-larang aku main game?”

Vela berdecak, menyilangkan tangan di dada. “Kalau di tempat lain, mungkin aku tak bisa melarangmu. Tapi di sini, aku bisa. Karena aku pemilik warnet ini.”

Ia tersenyum sinis. “Jadi kalau aku bilang kamu tidak boleh main, ya tidak boleh. Titik.”

Rangga hanya bisa menatapnya — antara bingung dan geli.

Bersambung

1
・゚・ Mitchi ・゚・
mampir thor..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!