Radella Hafsah dan Delan Pratama memutuskan mengakhiri pernikahan mereka tepat pada satu tahun pernikahan mereka. Pernikahan dari perjodohan kedua orangtua mereka yang tidak bisa ditolak, tapi saat dijalani tidak ada kecocokan sama sekali pada mereka berdua. Alasan yang lain adalah, karena mereka juga memiliki kekasih hati masing-masing.
Namun, saat berpisah keduanya seakan saling mencari kembali seakan mulai terbiasa dengan kehadiran masing-masing. Lantas, bagaimana kisah mereka selanjutnya? Apakah terus berjalan berbeda arah atau malah saling berjalan mendekat dan akhirnya kembali bersama lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AiMila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketuk Palu
Hari yang berat, hari yang tidak diinginkan oleh seorang pria yang sejak membuka matanya hanya termenung. Sekali lagi, pria itu tidak menyangka kalau hari ini akan tiba, hari di mana dirinya dan sang istri akan berpisah secara hukum. Kegelisahan, kesedihan dan kecemasan menyerang hati dan pikirannya.
Persidangan akan dilakukan nanti jam sembilan, dan sekarang sudah pukul delapan. Dua hari yang lalu, surat panggilan dari pengadilan tiba di tangan sang mama. Terlihat jelas wajah kecewa saat tahu isi surat tersebut dan dirinya hanya bisa menunduk. Keluarganya secara terang-terangan menampilkan ekspresi sedih dan kecewa kepadanya atas langkah jauh yang dia lakukan.
Pintu kamar terbuka, tapi tidak membuat Delan menoleh. Derap langkah sama sekali tidak menggerakkan kepalanya atau matanya hanya sekadar untuk melirik siapa sosok yang datang ke kamarnya. Karena, Delan masih sibuk dengan pikirannya sendiri hingga merasa suara di sekitarnya lenyap begitu saja.
"Bang!" panggil Divina, adik Delan yang masuk ke kamarnya.
Gadis yang menjadi mahasiswi akhir itu duduk di samping kakaknya, menepuk pundak Delan agar kakaknya tersadar. Berhasil, Delan tersentak dan kesadarannya tertarik kembali diawali rasa terkejut melihat ada adiknya sudah duduk di sampingnya. Delan sama sekali tidak bisa mendengar dan merasakan apapun di sekitarnya barusan.
"Bang Delan, melamun?" Pertanyaan retorik yang diajukan Divina, hanya membuat Delan mengembuskan napas panjang.
"Kenapa bisa sampai sejauh ini, Bang?"
Delan menoleh, belum paham ke arah mana kalimat adiknya. Memperhatikan wajah Divina dari samping yang sudah terlihat cantik. Wajah mereka tidak terlalu mirip, hanya kulit bersihnya saja karena kedua orangtua mereka sama-sama memiliki kulit putih bersih.
Divina menghela napas, ikut menoleh ke samping dan mata mereka bertemu. Mata Divina yang menyorot kecewa dan mata Delan yang menyorot penuh tanya. Seharusnya, tanpa diperjelas kakaknya paham tujuan kalimat Divina melihat keadaan sekarang.
"Kenapa bang Delan sama kak Della sejauh ini? Apa kalian benar-benar tidak ada rasa satu sama lain?" terang Divina mengalah karena Delan tidak kunjung merespon.
"Kamu tidak tahu kisah kita terlalu rumit, Vin." Helaan napas panjang juga keluar dari hidung Delan. Matanya menatap ke depan, kembali pikirannya penuh soal Radella.
"Kalian yang membuat rumit sendiri, padahal semua orang juga tahu dan menyadari kalau kalian tuh saling cinta!" Divina menaikkan satu oktaf nadanya, kesal dan gemas dengan pikiran kakaknya yang belum bisa terbuka dan masih denial.
"Apa salahnya, tinggal bilang ke kak Della kalau kakak mencintainya. Bang Delan juga akan tahu kak Della mencintai bang Delan dan kalian sama-sama tahu kalau kalian saling mencintai," sambungnya kembali menormalkan nadanya.
Gadis muda itu ikut pusing sendiri dengan kisah konyol pernikahan kakaknya. Awalnya, Divina memang merasa aneh saat tahu orangtuanya menjodohkan kakaknya dan kakak temannya. Mengetahui kalau keduanya sempat menolak sebelum menerimanya, entah apa yang mereka pikirkan waktu itu.
Namun, seiring berjalannya waktu yang dilihat Divina beserta keluarganya yang lain, Delan dan Radella sudah memiliki rasa masing-masing. Mereka bahkan sudah mempertanyakan kehadiran malaikat kecil saat tahu keduanya semakin dekat. Membahas setiap dua keluarga itu bertemu, seolah dalam waktu dekat keinginan itu sudah pasti akan terkabul.
Nyatanya, tepat satu tahun pernikahan mereka, mereka malah saling melepaskan dan sampai ke titik sekarang. Perpisahan secara hukum, tinggal menghitung waktu dan mereka benar-benar akan menyudahi semuanya. Masalahnya, mereka terlihat kehilangan tapi tetap menyangkal.
Divina yang memang berteman baik dengan Rasyafa selalu membahas bagaimana kakaknya masing-masing setelah berpisah rumah. Keduanya melempar cerita keadaan kakaknya yang tidak jauh berbeda, sama-sama suka melamun dan jarang bisa fokus. Itu sudah cukup membuktikan kalau mereka sudah bergantung satu sama lain.
"Tidak semudah itu, Vin," balas Delan kekeh dengan jawaban mengambangnya.
"Ya ya, terserah bang Delan saja. Lagian yang menjalani bang Delan juga. Kalau setelah ini lihat kak Della menikah sama orang lain, baru tahu rasa kehilangan yang sesungguhnya," cerocos Divina semakin menambah kemurungan pada wajah Delan.
***
Manusia memang tempat berencana, tapi kembali lagi pada takdir yang menuntunnya. Rencana sederhana, mereka berpisah karena yakin tidak akan memiliki rasa satu sama lain lalu bisa kembali ke kehidupan masing-masing. Sudah merencanakan dengan penuh kesungguhan tentang perpisahan mereka sebelum mereka merasakan bagaimana kehidupan bersama.
Melupakan campur tangan takdir yang menentukan bagaimana baiknya kehidupan manusia. Begitu pula dengan Radella dan Delan, mereka kekeh ingin berpisah tanpa menyadari bagaimana perasaannya masing-masing. Bagaimana takdir bekerja, dan sekarang yang mereka rasakan adalah kesakitan karena terus menyangkal perasaan yang sebenarnya sudah lama tumbuh.
Delan berjalan dengan gontai, setiap langkahnya menyayat hatinya yang semakin terbuka dan terasa perih. Di sampingnya ada seorang pengacara yang telah dia sewa untuk membantu persidangannya sesuai ketentuan. Tidak ada Radella yang akan hadir, karena pria itu yang memintanya sendiri agar semuanya berjalan dengan mudah.
"Pak Delan, baik-baik saja? Apa perpisahan ini menganggu Anda, Pak?"
Sang pengacara yang sedari tadi memperhatikan wajah Delan, memberanikan diri bersuara. Sejak kedatangannya untuk menyampaikan urusannya, Delan menampilkan wajah kesedihan yang tidak bisa dia hindari. Hingga hari ini, pria itu malah semakin menunjukkan wajah murung.
"Apa ini bisa dibatalkan?" Pertanyaan konyol meluncur dari Delan, membuat pengacara itu menghentikan langkah karena terkejut.
Pria itu merasa sedikit terusik dengan pertanyaan Delan, biar bagaimanapun dia seorang pengacara yang memiliki kesibukan dan tidak ada waktu kalau harus mengurusi masalah klien yang tidak konsisten. Alasan bercerainya Delan kalau secara jujur memang terdengar konyol dan pasti akan tertolak di pengadilan. Jadi, pria itu memutar otak dan menemukan alasannya yang logis.
Namun, saat sudah sampai di tempatnya, Delan dengan santainya bertanya demikian. Membatalkan kasus dengan tiba-tiba yang bisa saja membuat namanya sedikit miring di dunia hukum, tentu sedikit merusak citra baiknya. Namun, pria itu memilih menekan kepentingan pekerjaannya untuk mengetahui bagaimana pikiran kliennya sebelum masuk ke dalam ruangan.
"Apa pak Delan berencana demikian?" tanyanya menyorot tegas.
Delan sadar akan pertanyaannya barusan, dia juga sadar kalau pengacaranya merasa kurang suka dengan kalimat tadi. Buru-buru pria itu menggeleng, mengubah ekspresinya agar lebih tegas. Menghalau perasaan gelisah agar logikanya tetap berjalan.
"Tidak. Ini sudah yang terbaik untuk Kami. Maafkan saya, tadi saya hanya iseng bertanya," balas Delan sembari tersenyum tipis.
"Kalau boleh jujur, saya melihat sorot tidak rela dari mata pak Delan akan persidangan ini. Apa pak Delan yakin dengan ucapan pak Delan tempo lalu yang mengatakan pak Delan dan nyonya Radella tidak memiliki rasa satu sama lain?"
Kembali Delan terkejut, mengingat kembali kalimat adiknya pagi tadi. Orang-orang di sekitarnya akan mengetahui kalau dirinya dan Radella memiliki rasa masing-masing, termasuk pengacara itu padahal belum melihat bagaimana dirinya bersama Radella. Dia hanya menghela napas, mungkin dia tidak bisa menyembunyikan itu tapi tidak dengan pernyataan soal Radella yang memiliki rasa yang sama, lantaran gadis itu masih begitu mencintai kekasihnya.
"Sekarang itu bukan hal yang penting lagi, Pak. Rasanya juga terlambat dan tidak berguna kalau harus mengakui soal perasaan." Delan menjawab dengan melankolis, jawaban yang menunjukkan kalau dia menyadari lebih awal pun tetap tidak berguna karena Radella jelas masih mencintai Reno sampai detik ini.
"Lagian kisah Kami juga akan selesai sebentar lagi. Dalam hitungan jam, palu akan diketuk untuk menutup semua kisah Kami," balas Delan sambil tersenyum nanar.