NovelToon NovelToon
Tears Of Loss

Tears Of Loss

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Duda / Cintapertama
Popularitas:223
Nilai: 5
Nama Author: HM_14

Setelah Lita putus asa mencari keberadaan Tian, suaminya yang tidak pulang tanpa kabar, Lita tidak tahu harus kemana dan bagaimana agar bisa mencukupi kebutuhan hidup karena tidak bisa bekerja dalam kondisi hamil, tetapi juga tidak bisa melihat anak sulungnya kelaparan.

Di ujung keputusasaan, Lita bertemu Adrian, pria yang sangat ia takuti karena rasa sakit dan kekecewaan di masa lalu hingga membuatnya tidak mau bertemu lagi. Tetapi, Adrian justru bahagia bisa bertemu kembali dengan wanita yang bertahun-tahun ia cari karena masih sangat mencintainya.

Adrian berharap pertemuan ini bisa membuat ia dan Lita kembali menjalin hubungan yang dulu berakhir tanpa sebab, sehingga ia memutuskan untuk mendekati Lita.

Namun, apa yang Adrian pikirkan ternyata tidak seindah dengan apa yang terjadi ketika mengetahui Lita sudah bersuami dan sedang mencari keberadaan suaminya.

"Lita, jika aku harus menjadi suami ke-duamu, aku akan lakukan, asalkan aku bisa tetap bersamamu," ucap Adrian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HM_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mengobati Luka Dava

"Arrghhh!!" Adrian berteriak.

Lita segera berbalik dan berlari setelah menggigitnya.

Namun, tangan Adrian bergerak lebih cepat, mencengkeram pergelangan tangan Lita sehingga ia tidak bisa melarikan diri.

"Kenapa kamu menggigit tanganku?!" tanya Adrian marah karena gigitan Lita sangat kencang.

"Tolong lepaskan aku, Tuan," pinta Lita memohon.

"Jawab dulu pertanyaanku."

"Pertanyaan apa?"

"Pertama, katakan namamu. Ke-dua, kenapa kamu ada di rumahku?"

Tiba-tiba, pintu dapur terbuka hingga membuat Adrian berbalik untuk melihat siapa yang datang. Sedangkan Lita malah mendekatkan diri pada Adrian agar orang yang membuka pintu tidak melihat dirinya karena terhalang tubuh Adrian.

"Adrian, kenapa kamu berteriak?" tanya Maya dengan kesal karena tidurnya terganggu.

"Ma, ada penyus—"

"Tolong jangan bilang siapa-siapa aku di sini," bisik Lita.

Adrian menunduk menatap wajah Lita yang menempel di dadanya.

"Tolong, Tuan. Aku tidak ingin mendapat masalah," Lita memohon lagi saat Adrian menatap.

Melihat wajah Lita yang ketakutan dan hampir menangis, Adrian merasa kasihan padanya dan memutuskan tidak memberitahu Maya tentang keberadaannya.

"Ada apa, Adrian?" tanya Maya lagi karena Adrian tidak menjawab pertanyaannya.

Adrian menoleh kembali untuk menatap Maya. "Tidak ada apa-apa, Ma, aku hanya kaget karena hampir terjatuh akibat air yang aku tumpahkan," jawabnya berbohong.

"Mengganggu saja!" umpat Maya dengan nada kesal, lalu kembali ke kamarnya.

Adrian menunduk untuk berbicara dengan Lita lagi, tapi tanpa ia sadarinya, Lita sudah berlari menuju pintu yang mengarah ke halaman belakang.

"Cepat sekali larinya," gumam Adrian.

Setelah malam itu, Adrian tidak melihat Lita lagi, sampai membuatnya benar-benar penasaran. Adrian bahkan mengunjungi dapur beberapa kali di tengah malam hanya untuk melihat wanita yang namanya belum ia ketahui dan untuk alasan kenapa dia ada di rumah ini.

Sebulan setelah malam itu, Adrian baru melihat Lita lagi di halaman belakang rumah, sehingga di detik itu juga ia langsung menghampiri karena tidak ingin wanita yang membuat penasaran itu pergi lagi.

Dari pertemuan kedua itu, Adrian dan Lita mulai menjalin hubungan tanpa diketahui keluarga mereka karena baik Lita maupun Adrian tidak ingin ada masalah jika pertemanan mereka ada yang tahu. Meskipun hubungan mereka tidak dimulai sebagai hubungan asmara, tetapi Adrian menikmati persahabatannya dengan Lita hingga perasaan cinta yang seharusnya tidak ada malah tumbuh begitu cepat. Sementara itu, Lita merasa bahwa seberapa pun dekatnya dengan Adrian, ia tetap menganggapnya sebagai saudara yang tidak boleh dicintai, apalagi dimiliki.

"Tolong!" Dava berteriak lagi ketika melihat orang asing di depannya hanya diam melamun.

Teriakan Dava membuat Adrian tersadar dari lamunannya hingga ia tersenyum menertawakan dirinya sendiri. "Lita benar-benar mengganggu pikiranku hari ini," katanya pada diri sendiri, lalu kembali bicara dengan Dava.

"Tolong dengarkan aku sebentar," Adrian meminta Dava dengan nada bicara sangat lembut karena ia ingin meyakinkannya dengan kebohongan tentang orang yang Dava takuti. "Aku bukan penculik dan aku tidak ingin menyakiti siapa pun, karena ibu dan ayahku sering menceritakan tentang keluarga monster yang akan menghisap darahku jika aku melakukan sesuatu yang buruk. Aku juga takut pada keluarga monster itu, sama seperti kamu. Jika aku ingin menculikmu dan melakukan hal buruk padamu, pasti keluarga monster itu sudah datang ke sini untuk menghisap darahku. Benar?"

Dava diam, memikirkan kata-kata Adrian, yang ia yakini benar.

"Kalau aku ingin melakukan hal buruk padamu, aku tidak akan membawa obat-obatan ini untukmu." Adrian mengangkat kotak kecil yang ia bawa agar Dava percaya padanya.

"Bukankah itu racun, Om?" tanya Dava memastikan.

Adrian tersenyum dan menggelengkan kepala karena lucu sekaligus heran pada pertanyaan Dava. " Sepertinya anak ini sering dibohongi oleh kedua orang tuanya tentang orang asing sampai pikirannya terlalu jauh menuduhku," ucapnya dalam hati, lalu berbicara lagi. "Tentu saja tidak. Aku mana berani meracuni orang?"

"Mengapa Om ingin mengobati lukaku?" Dava bertanya lagi karena masih belum sepenuhnya percaya pada kebaikan Adrian.

"Karena aku seorang dokter, jadi merawat orang terluka adalah pekerjaanku."

"Om Dokter?" Dava terkejut karena tidak percaya bahwa orang yang ia kira jahat ternyata seorang dokter.

"Ya."

Pelan-pelan, ekspresi terkejut Dava memudar dan digantikan senyuman karena telah bertemu orang baik.

"Apakah kamu ingin aku mengobati lukamu?" Adrian menawarkan lagi.

Dava mengangguk, kali ini dengan senyum, karena sudah percaya pada kata-kata Adrian. "Ya, Om."

"Kalau begitu duduklah." Adrian langsung membuka tutup botol obat luka yang ia pegang dan mengambil beberapa kapas.

"Pelan-pelan, Om," pinta Dava lalu menarik napas dalam-dalam, bersiap menahan rasa sakit.

Adrian tersenyum mendengar peringatan Dava. "Jangan takut. Aku pasti bisa mengobati lukamu tanpa membuatmu sakit."

Dava tidak percaya kata-kata Adrian, jadi ia memilih untuk menutup matanya erat-erat.

"Apa kamu tahu?" tanya Adrian sambil membersihkan luka Dava dengan kapas dan obat luka.

Dava membuka matanya lagi saat mendengar pertanyaan Adrian karena ia harus bersikap sopan pada orang yang sudah menolong dengan menjawab pertanyaannya. "Tahu apa, Om?"

"Kamu belum menjawab pertanyaanku."

"Pertanyaan apa?"

"Siapa namamu?"

"Namaku Dava."

"Di mana kamu tinggal?"

"Aku tinggal di kompleks perumahan Garden Green, blok 5C."

Adrian sedikit terkejut mengetahui bahwa dia tinggal di kompleks perumahan yang sama dengan Dava. "Aku juga tinggal di kompleks perumahan Garden Green."

"Benarkah?" tanya Dava, memastikan.

"Ya. Rumahku di blok 1B."

"Memangnya ada blok 1B, Om?"

"Tentu saja ada."

Dava diam sejenak untuk mengingat alamat-alamat rumah yang pernah ia lewati ketika jalan-jalan bersama ayahnya.

"Kenapa kamu pulang sendirian?" tanya Adrian lagi karena melihat Dava diam saja, yang ia yakini akan ingat pada luka yang sedang diobati lalu menyadari rasa sakitnya.

"Ayahku belum pulang selama dua minggu. Jadi tidak ada yang mengantar dan menjemputku ke sekolah." Dava menjawab dengan nada sedikit lesu karena tiba-tiba merasa sedih dan merindukan Tian.

"Di mana ayahmu?" tanya Adrian tanpa melihat wajah sedih Dava karena matanya fokus membersihkan luka dan darah yang sudah mengering.

"Ayah pergi membeli nasi goreng untuk bayi, tapi dia belum pulang."

Adrian berpikir bahwa ayah Dava telah bertengkar dengan istrinya atau memiliki wanita lain, lalu sengaja meninggalkan Dava dengan berbohong bahwa dia pergi membeli nasi goreng.

"Kenapa tidak Mamamu yang mengantar dan menjemputmu?"

"Mama sedang hamil, jadi dia akan cepat lelah jika berjalan jauh."

"Apa Mamamu tidak punya kendaraan?"

Dava menggelengkan kepalanya. "Tidak, Om. Satu-satunya kendaraan yang kita punya adalah motor yang dibawa Ayah."

Kruuuuuuuk

Lagi-lagi perut Dava berbunyi, membuat Adrian, yang sedang memasang perban di lukanya, tersenyum geli.

"Kamu lapar?" tanya Adrian, melirik Dava sebentar sebelum kembali fokus pada luka yang akan ditutupinya.

Kali ini, Dava menjawab dengan anggukan karena dia tidak ingin berbohong.

"Apakah kamu ingin aku belikan sesuatu untuk dimakan?"

"Tidak, Om," Dava menolaknya dengan sopan.

"Kenapa? Apa kamu masih takut aku akan meracunimu?"

"Tidak."

"Lalu kenapa menolak tawaranku?" tanya Adrian sambil menyimpan obat karena ia sudah selesai mengobati.

"Mama dan ayahku bilang aku tidak boleh meminta atau menerima makanan dari orang asing."

"Tapi menolak tawaran seseorang sangat tidak sopan. Ibu dan ayahku bilang kalau ada anak yang tidak sopan menolak pemberian orang lain pasti keluarga monster akan mendatanginya. Apakah kamu mau mereka datang?" Adrian mengancam, menggunakan sosok tak terlihat yang ditakuti Dava.

"Tapi, Om—"

Adrian tidak ingin ditolak, jadi dia memilih untuk memotong pembicaraan Dava. "Aku sudah selesai mengobati lukamu, jadi sekarang saatnya aku membelikanmu makanan."

Dava langsung menatap lututnya yang sudah ditutupi kain perban dan plester luka, hingga ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak merasa sakit saat Adrian mengobatinya.

"Wow, ini benar-benar tidak sakit, Om" kata Dava kegirangan

"Aku benar, kan?"

"Iya, Om," jawab Dava dengan ceria.

"Ayo!" Adrian berdiri dan mengambil kotak obat.

Tentu saja, Dava terkejut dengan ajakan Adrian dan menatapnya dengan mata terbelalak. " Memangnya kita mau ke mana, Om?"

"Aku akan membelikanmu sesuatu untuk dimakan."

Dava membuka mulutnya untuk menolak, tetapi Adrian memotongnya lagi.

"Ingat! Menolak pemberian seseorang itu tidak sopan!" Adrian perlahan memegang pergelangan tangan Dava dan menariknya dengan lembut.

Dava mengikuti Adrian dengan pasrah, meskipun pikirannya terbagi antara mentaati larangan orang tuanya untuk tidak menerima makanan dari orang asing atau tidak melakukan hal yang tidak sopan dengan menolak hadiah dari seseorang.

"Bagaimana ini?" gumam Dava kebingungan.

Ketika Adrian membuka pintu mobil, Dava ragu-ragu, tetapi Adrian dengan lembut mendorongnya hingga ia duduk di kursi samping kemudi.

1
AcidFace
Tidak sabar lanjut baca
Hoa xương rồng
Serius, ceritanya bikin aku baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!