Di kehidupan sebelumnya, Nayla hidup dalam belenggu Adrian.
Tak ada kebebasan. Tak ada kebahagiaan.
Ia dipaksa menggugurkan kandungannya, lalu dipaksa mendonorkan ginjalnya kepada saudari kembarnya sendiri—Kayla.
Ia meninggal di atas meja operasi, bersimbah darah, dengan mata terbuka penuh penyesalan.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua.
Di kehidupan ini, Nayla bersumpah: ia tidak akan jatuh di lubang yang sama.
Ia akan membuka topeng dua manusia berhati busuk—mantan kekasih dan saudari tercintanya.
Namun kali ini... apakah ia bisa menang?
Atau akan ada harga baru yang harus ia bayar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julie0813, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Peringatan
Tiba-tiba dagu Nayla terangkat oleh sebuah tangan besar milik pria itu—jari-jarinya panjang, kuat, dan berurat. Wajah Nayla yang masih ingin melontarkan protes pun belum sempat berubah ekspresi…
“Tok tok tok…” suara ketukan pintu memecah ketegangan.
“Nay, kamu di dalam nggak? Ini Kakak, aku datang. Boleh masuk nggak Nay?” Suara Kayla terdengar dari luar, tepat waktu menyelamatkan Nayla dari situasi yang begitu canggung.
“Kamu tunggu di situ!” Adrian memperingatkan Nayla dengan suara dingin.
Kayla yang mendengar suara Adrian dari balik pintu hampir tak bisa menahan diri untuk menerobos masuk. Tapi dia tidak bisa. Dia hanya bisa berdiri di luar dengan rasa iri yang membakar dada, menunggu izin masuk.
Adrian tampak tidak senang karena momen tadi terganggu. Namun, saat mengingat ekspresi Nayla yang sempat terlihat barusan, dia justru merasa ada sesuatu yang menarik.
“Mulai sekarang, jauhi kakakmu.” Adrian memperingatkan dingin. Dia teringat kejadian semalam—semuanya terjadi setelah Kayla membawa Nayla ke bar. Dalam hatinya, tumbuh rasa curiga terhadap Kayla.
“Kenapa? Kakak sangat baik padaku! Aku nggak mungkin melakukan hal seperti itu!” Nayla membela. Sikap lembutnya berubah jadi tegas.
Tatapan Adrian langsung berubah tajam, matanya menyala karena amarah.
“Kamu itu istriku! Harus nurut sama aku! Aku bilang jauhi dia, ya jauhi! Dengar?!”
Sebenarnya Adrian awalnya hanya ingin memperingatkan ringan, tapi begitu melihat Nayla membela Kayla seperti itu, amarahnya langsung meledak. Siapa pun yang berani menyentuh miliknya—akan dia patahkan sejak awal!
Nayla dalam hati bergumam: “Kalau aku menjauhinya, gimana bisa membalas dendam?” Tapi di wajahnya tetap terpancar ekspresi memelas.
“Tapi... Kakak masih nunggu di luar…” ucapnya lirih.
Adrian menatapnya dingin dan terdiam beberapa saat.
“Jaga jarak. Jangan ulangi lagi. Pakai baju dan keluar.” katanya tegas. Adrian tidak suka ada orang lain masuk ke kamarnya, apalagi selain Nayla.
Tak ingin membuat suasana makin tegang, Nayla buru-buru mengenakan gaun. Tapi bekas kecupan kemarin malam masih terlihat samar di leher putihnya—berbentuk merah muda menggoda. Ia pun segera meraih syal sutra tipis untuk menutupinya, meski tak sepenuhnya berhasil.
---
"Kak, lain kali jangan naik ke atas sembarangan ya. Adrian nggak suka ada orang lain masuk ke kamarnya. Nanti dia bakal marah." Nayla mengingatkan Kayla dengan nada seolah-olah sedang peduli, namun justru terdengar seperti sindiran halus.
Kayla tersenyum di wajah, tapi dalam hati memaki habis-habisan: “Jangan terlalu senang, cepat atau lambat rumah ini juga akan jadi milikku!”
Namun saat matanya tanpa sengaja menangkap bekas merah muda samar di balik syal Nayla—jelas bekas ciuman di leher—api cemburu dalam dadanya langsung berkobar lebih tinggi.
Nayla bisa melihat dengan jelas bagaimana Kayla pura-pura tersenyum meski hatinya pasti sedang membara karena benci. Pemandangan itu membuat Nayla senang bukan main.
Biar kamu sakit hati! pikir Nayla puas.
Senyumnya justru makin cerah saat menatap Kayla.
Kayla sempat ragu. Dia mulai curiga apakah Nayla sudah mengetahui sesuatu. Rasa marahnya yang meluap-luap kini tertutup oleh rasa panik yang tiba-tiba melanda.
Dia sangat ingin tahu, bagaimana bisa Nayla diselamatkan malam itu?
“Nay, kamu nggak papa semalam?” Kayla bertanya hati-hati, mencoba mengorek informasi.
“Aku nggak apa-apa. Pas bangun, aku sudah ada di pelukan Adrian. Sepertinya nggak sempat terjadi apa-apa…” ucap Nayla, namun raut wajahnya tampak berubah, seolah mengingat kembali sesuatu.
Tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi takut.
“Huhu… Semalam aku benar-benar ketakutan. Aku cuma minum sedikit jus, beneran cuma sedikit! Tapi setelah itu kepalaku mulai pusing… terus ada orang yang narik aku… aku nggak mau pergi, aku mau cari kamu, tapi tubuhku nggak punya tenaga sama sekali… huhu… aku takut banget… Kak, kamu semalam ke mana sih?” Nayla memandang Kayla dengan wajah polos penuh kepolosan dan kepedihan.