Tak ingin lagi diremehkan oleh teman-temannya, seorang bocah berusia enam tahun nekad mencari 'Ayah Darurat' sempurna; tampan, cerdas, dan penyayang.
Ia menargetkan pria dewasa yang memenuhi kriteria untuk menjadi ayah daruratnya. Menggunakan kecerdasan serta keluguannya untuk memanipulisi sang pria.
Misi pun berjalan lancar. Sang bocah merasa bangga, tetapi ia ternyata tidak siap dengan perasaan yang tumbuh di hatinya. Terlebih setelah tabir di masa lalu yang terbuka dan membawa luka. Keduanya harus menghadapi kenyataan pahit.
Bagaimana kisah mereka? Akankah kebahagiaan dan cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emergency Daddy 22.
Di Bandara.
Ivan Baner baru saja tiba bersama beberapa orang yang memang selalu berada di sekitar pria itu. Langkah panjangnya berayun pasti menuju mobil yang sudah menunggu kedatangannya.
"Selamat datang di Indonesia, Tuan Ivan," sapa Basin, pria bertubuh tegap dengan wajah tegas yang merupakan orang kepercayaan Ivan dalam menjalankan bisnis ilegalnya di luar kawasan New York.
Basin menunduk hormat, ia bergerak cepat membuka pintu saat Ivan akan masuk ke dalam mobil, dan Basin pun segera menyusul dengan duduk di kursi penumpang bagian depan bersama sopir.
Mobil itu segera melaju meninggalkan bandara, diiringi mobil lainnya yang juga berisi orang-orang Ivan di dalamnya.
"Kau sudah melakukan yang aku perintahkan, Bas?" tanya Ivan tanpa menatap Basin. Pria itu duduk tenang dengan memperhatikan pemandangan negara yang baru kali ini ia datangi. Satu tangannya terus memainkan cincin berkepala tengkorak yang merupakan simbol perkumpulannya.
"Ini, Tuan." Basin langsung menyerahkan sesuatu pada Ivan. "Sesuai keinginan Anda. Dua orang kita sudah Saya tempatkan di sekitar Nona Anggita."
"Bagaimana dengan penjagaannya?"
"Sejauh ini, anggota kita tidak melihat adanya orang-orang Tuan Teo di sekitar Nona Anggita."
Ivan menyunggingkan senyum, kabar yang cukup baik saat mendengar wanitanya ternyata sudah tanpa pengawasan dari Teo, pria yang berstatus sebagai ipar dari Anggita itu selalu saja berhasil mempersulit jalan Ivan untuk bersatu dengan Anggita. Teo bahkan pernah menyembunyikan Anggita selama bertahun-tahun dari Ivan. Rasanya ingin sekali ia menghabisi Teo, tapi sayang pria itu memiliki kekuasaan yang cukup kuat di New York.
Ivan memeriksa beberapa foto terbaru Anggita yang baru saja orangnya dapatkan hari ini. Wajah tampan pria itu terus tersenyum, terlihat jelas binar kerinduan di sana. Ia merindukan kekasihnya, Ivan begitu merindukan satu-satunya wanita yang ia cinta.
"Anggi menyekolahkannya?"
Pertanyaan itu berhasil membuat Basin sedikit menunduk untuk menatap kaca spion agar mengetahui apa yang diinginkan tuannya di belakang sana.
"Benar, Tuan," jawab Basin langsung ketika menyadari jika tuannya pastilah kini sudah melihat aktivitas Nona Anggita di salah satu sekolah internasional.
"Bukankah kau tidak ingin tinggal di negara ini, Honey?"
Basin kembali melirik kaca spion, hanya melirik, tak berniat menjawab pertanyaan sang tuan yang Basin tahu pastilah tertuju untuk wanita tuannya.
"Dan bocah ini. Ck! Kau membuang-buang waktumu saja merawatnya. Dia tetap akan mati di tanganku, Honey," oceh Ivan lagi. Pasti karena Elvano, wanitanya itu harus membuang waktu untuk berada di tempat yang penuh dengan makhluk-makhluk menyusahkan di bumi ini.
Ya. Ivan sangat tidak menyukai yang namanya anak kecil, pria itu sangat membencinya.
Banyak sekali foto-foto Anggita bersama Elvano yang anak buahnya dapatkan. Ivan akan tersenyum begitu manis jika foto yang ia lihat hanya memuat wajah cantik Anggita, dan seketika berubah masam jika berganti Elvano yang ada di sana, bocah kecil yang begitu ia benci dan merupakan darah dagingnya sendiri.
Akan tetapi, kini ekspresi pria itu berubah jauh menggelap saat menatap satu foto terakhir yang anak buahnya dapatkan.
Foto wanitanya yang tengah bersama seorang pria.
Saling pandang... dengan begitu dalam.
"Siapa dia?!"
Suara berat sangat menekan itu berhasil memaksa Basin kembali menatap kaca spion, dan bisa ia lihat raut wajah tuannya sudah memerah menahan amarah.
"Maaf, Tuan?" tanya Basin ingin memastikan lagi.
"Siapa dia, hah?!"
Dugh!
Teriak Ivan seraya menendang kuat kursi di hadapannya yang ditempati oleh Basin. Netra pria itu sudah menajam, ia bahkan melempar foto yang sudah ia remas dan tepat langsung mengenai kepala Basin.
Basin bergegas meraih dan cepat memeriksanya. Ia berhasil dibuat terkejut dengan apa yang ternyata ada di sana.
Foto Anggita dan Nathan yang saling pandang.
Siapa laki-laki ini? batin Basin bertanya. Satu foto itu sepertinya lepas dari pemeriksaan Basin saat menerima laporan dari anak buahnya.
"Siapa pria itu, hah? Jangan bilang kau tidak mengetahuinya?!"
Belum sempat Basin mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri, kini Ivan juga menuntut jawaban dari pertanyaan yang sama dengannya.
"Saya... tidak mengetahui siapa pria ini, Tuan," jawab Basin. Ia tetap membalas tatapan tuannya yang semakin menajam dari kaca spion, setelahnya Basin menunduk.
Ivan mengeram, wajahnya semakin merah padam membuat aura bengis pria itu begitu mendominasi.
Selain tatapan dalam pria itu pada Anggita yang mengusik Ivan, wajah laki-laki itu juga berhasil membuat Ivan terkejut sekaligus marah. Wajah tampan yang begitu mirip dengan dirinya, tapi bukan lah ia yang sedang bersama Anggita.
Apa-apaan ini?
"Bawa aku pada Anggita!"
*
*
*
"Tunggu, Sayang!"
Anggita lekas berbalik dan langsung memicing pada Nathan yang tersenyum berjalan di belakangnya saat keluar dari aula setelah berakhirnya acara pentas seni.
"Jalanmu cepat sekali. Bagaimana jika tersandung? Kau bisa jatuh. Atau sebenarnya...kau ingin aku menangkap mu?" Nathan menaikkan kedua alisnya menggoda Anggita.
Tambah mendelik lah Anggita dibuat Nathan, dan pria itu malah semakin tersenyum menawan. Begitu menikmati ekspresi marah bercampur kesal dari wanitanya.
"Aku hanya ingin mengingatkan agar berhati-hati," ucap Nathan lagi. Sebelumnya ia sudah mengatakan pada Elvano jika ia tidak bisa mengantar bocah itu pulang. Masih ada sesuatu yang penting yang harus segera Nathan urus. "Dan jangan marah dengan Elvano."
Anggita terdiam saat Nathan yang ternyata juga memintanya untuk tidak marah dengan Elvano.
Memangnya dia pemarah? gerutu Anggita hanya mampu di dalam hati, tapi tak urung jua hati wanita itu merasakan sesuatu yang aneh. Nathan sepeduli itu dengan putranya?
"Lihat! Mereka sudah menunggumu." Nathan tersenyum saat melihat Galang dan Sekar yang sudah berada di dalam mobil tengah menunggu Anggita. "Berhati-hati lah," lanjut Nathan lagi dengan kembali menatap Anggita.
"Aku titip calon istriku, Om!" Tanpa tahu malu pria dewasa itu berteriak pada Galang. Dan Nathan hanya terkekeh saat kembali mendapatkan pelototan dari Anggita yang berjalan menuju mobil. "Bye, Son!" Nathan melambaikan tangan saat Elvano muncul di kaca mobil yang terbuka. Bocah itu juga balas tersenyum dan melambaikan tangannya.
Dan setelah memastikan mobil yang ditumpangi Anggita itu menjauh, Nathan segera membawa langkahnya ke arah lain. Ia perlu menemui sang kakak dan bicara pada kakaknya sebelum sesuatu yang tidak diinginkan Nathan terjadi. Ia tidak ingin kedua orang tuanya mendengar hal yang tidak benar, baik tentang dirinya, Elvano maupun... Anggita.
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/