Emergency Daddy

Emergency Daddy

Emergency Daddy 1.

Langit itu begitu cerah, awan berarak rapi mengikuti hembusan angin. Hangat mentari mulai terasa kala semua penumpang kini sudah keluar dari pesawat yang baru saja beberapa saat lalu berhasil mendarat.

Penerbangan internasional, Los Angeles-Indonesia.

"Come on, El. Apa yang kau tunggu di sana?”

Wanita yang mengenakan kemeja putih dengan blazer hitam itu berbalik, kembali menatap ke belakang, ke arah pesawat yang baru saja menghantarkan mereka kembali ke tanah air.

Putranya masih tak beranjak setelah turun dari sana.

"Aku hanya ingin merasakan hangatnya sinar matahari ini, Mom. Semakin tahun, rasanya posisinya semakin turun," jawabnya seraya memasang kaca mata hitam, memperhatikan sinar matahari dan menyugar rambutnya yang berwarna keperakan.

Wanita yang dipanggil dengan sebutan Mom itu hanya menggeleng. Ia berbalik kembali berjalan, mengabaikan sang putra.

"Wait Mom! Jangan tinggalkan aku. Bagaimana jika putra tampan Mommy ini diculik seseorang?" tanyanya dengan nada ketakutan. Berusaha mempengaruhi sang ibu.

Akan tetapi, wanita cantik dengan rambut panjang tergerai diterpa angin itu nampak tak perduli. Langkahnya dengan sang putra yang memiliki tinggi 118 cm itu tidaklah terlalu jauh.

Melihat ibunya yang abai, membuat bocah berusia enam tahun itu mendengus halus. Ia terpaksa berlari, langsung meraih tangan ibunya dan mulai melangkah sejajar bersama, masuk ke dalam area bangunan bandara.

Mereka berdua kembali ke tanah air kali ini bukan untuk liburan atau pulang sesaat. Akan tetapi untuk menetap. Sang ibu memutuskan pulang setelah hampir delapan tahun tinggal di luar negeri.

Keduanya terlebih dahulu menyelesaikan proses setelah penerbangan, mereka menuju bagian imigrasi dan barulah setelahnya menuju ke pengambilan bagasi.

Beberapa koper yang berisi barang pribadi milik mereka sudah tersusun rapi di dalam troli, dengan bantuan salah satu petugas bandara, troli koper itu didorong menuju bagian transportasi.

Bocah kecil itu terus melangkah beriringan bersama sang ibu. Genggaman tangan mereka terlepas saat sang ibu berhenti dan terlihat menghubungi seseorang. Mereka menunggu seseorang yang sudah berjanji akan datang untuk menjemput mereka di bandara.

"Kakek terjebak macet," ucap wanita itu pada sang putra. "Kita tunggu Kakek di sini."

Bocah tampan itu hanya mengangguk. Ia tetap berdiri tenang di samping sang ibu yang masih fokus mengutak-ngatik ponselnya. Namun, mata bocah berwajah tampan itu liar mengawasi sekitar bandara yang padat.

Orang-orang berlalu lalang, baik yang keluar dari bandara maupun yang masuk untuk melakukan penerbangan tak luput dari perhatiannya.

Ia adalah pengamat ulung. Kepandaian dan keingin tahunya begitu tinggi, hingga memperhatikan sesuatu dengan begitu detail adalah kebiasaannya.

Merasa cukup lama menunggu sang kakek yang belum juga tiba. Bocah itu naik ke atas tumpukkan koper lalu duduk di sana. Kini netranya tak lagi bisa mengawasi sekitar bandara dengan penuh, hanya satu sisi yang bisa ia perhatikan, punggung kecilnya membelakangi sang ibu.

"Pa? Papa di mana?" Bocah itu bisa mendengar suara sang ibu yang menghubungi kakeknya di balik punggungnya. "Kami baru saja tiba, kami menunggu di terminal 08."

Setelah itu tak ada lagi suara yang terdengar, ibunya sudah mengakhiri panggilan.

"Kakekmu sebentar lagi akan datang."

Bocah itu tak memberikan respon ketika sang ibu memberi tahu bahwa kakeknya akan segera tiba untuk menjemput mereka.

Tangan mungil itu bergerak membuka kaca mata hitam. Ia fokus memperhatikan beberapa orang pria yang kini melangkah teratur. Baru saja keluar dari area kedatangan internasional.

Netra polosnya mengunci tajam.

Bukan untuk semua para pria berpenampilan eksekutif itu, tapi hanya untuk pria yang melangkah paling depan di antara lainnya.

Setelan formal lengkap, mengenakan jam tangan mewah. Dan bocah kecil yang duduk di atas tumpukkan koper itu sudah memindai lebih dulu tujuan langkah pria berwajah tampan yang ia amati.

Bagai menarik cahaya laser, netranya sudah membidik mobil mewah dengan beberapa mobil lain yang berjejer di belakangnya.

Bocah itu tersenyum kecil.

Ia terus memperhatikan pria itu yang berjalan dengan beberapa orangnya. Ya. Bocah itu yakin, jika mereka yang mengikuti langkah pria itu pastilah anak buahnya. Aura pria berkuasa begitu terasa.

Bocah itu tersenyum samar.

Tak melepaskan pengamatannya sampai pria tampan itu benar menuju mobil mewah sesuai dugaannya.

Bocah itu kembali tersenyum saat menangkap pria dewasa itu yang ternyata juga menyugar rambut keperakannya sebelum menghilang masuk ke dalam mobil mewah.

"Ayo, El. Itu kakekmu," ucap sang ibu ketika melihat mobil ayahnya mendekat.

Bocah bernama Elvano Abraham itu belum beranjak turun dari tumpukkan koper. Netranya masih terikat kuat dengan mobil mewah yang kini mulai mendekat dan akan berlalu melewati mereka.

Elvano memiringkan kepala, ia tersenyum lebar dengan satu mata yang mengedip singkat, ketika kendaraan mewah itu lewat dan tatapannya bertemu dengan pria yang duduk di kursi penumpang bagian belakang.

"Sempurna," ucap Elvano.

"Apanya yang sempurna?" Anggita Abraham memicing pada bocah tampannya.

"Hahaha..." tawa Elvano geli. Secepat mungkin ia mengembalikan ekspresi tenangnya. Menyingkirkan beberapa rencana aneh yang sempat terlintas di dalam otak kecilnya tadi. "Mommy adalah wanita sempurna. Sudah cantik, sukses dan sangat sayang padaku." Ini bukan peres. Itu adalah kata-kata tulus dari hati Elvano untuk Anggita-sang ibu.

Anggita memutar bola mata. "Cepat turun dan segera hampiri kakekmu!"

Elvano menurut. Dengan sekali melompat ia sudah mendarat di lantai bandara. Elvano segera berlari menuju pria paruh baya yang keluar dari mobil dan sudah merentangkan tangan untuk menyambut kedatangannya.

"Kenapa berhenti?" tanya Galang heran ketika Elvano tak masuk ke dalam pelukannya. Tangan pria itu sudah bersiap menyambut sang cucu dengan pelukan.

"Aku tidak yakin, Kakek akan kuat menangkap ku."

Astaga!

Netra tua Galang melotot. Apa cucunya pikir ia sudah selemah itu.

"Haha...aku hanya bercanda, Kek." Elvano sudah berlari lagi dengan kencang dan langsung melompat masuk ke dalam pelukan Galang. Untung Galang dengan cekatan menangkap tubuh bocah nakal itu. "Aku dan Mommy sangat merindukanmu, juga Nenek."

Galang memeluk erat tubuh kecil Elvano.

Anggita yang melihat itu tersenyum menggeleng. Ia berlalu untuk masuk ke dalam mobil terlebih dahulu dan sedikit berteriak ketika ayahnya dan putra kecilnya masih saja asyik berpelukan.

Sampai semuanya sudah masuk ke dalam mobil, kendaraan itu segera melaju meninggalkan bandara menuju kediaman mewah keluarga Galang Abraham.

Terpopuler

Comments

〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ

〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ

jd ingat kisah jed*ar 🤭🤭🤭

2025-05-03

1

〈⎳ FT. Zira

〈⎳ FT. Zira

dimana aku pernah engar nama Abraham yak🤔🤔

2025-05-03

1

〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ

〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ

kirain namanya El Barrak 🤭

2025-05-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!