Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 ( Surga Yang Terenggut )
Amira menghela napas panjang mendengar pertanyaan Dirga. Rendra memang spesial untuk Amira, tapi hanya sebagai Teman terbaiknya serta saudara yang tidak pernah ia miliki.
"Rendra memang sangat spesial, karena dia adalah sahabat dan saudara terbaik untukku. Pada saat semua Teman mengejek jika aku tidak memiliki Ibu, Rendra adalah satu-satunya Teman yang selalu menghiburku, bahkan dia rela dihukum oleh Guru karena memberikan pelajaran kepada orang-orang yang telah menyakitiku_"
Ucapan Amira terhenti ketika mendengar suara Dirga yang memotong perkataannya.
"Maaf sayang, Mas tidak bermaksud membuat kamu sedih, apalagi mengingatkan kamu dengan masa lalu yang menyakitkan. Mas hanya iri sama Rendra, karena dia mengenal kamu lebih awal, bahkan kalian sudah berteman sejak masih bayi," ucap Dirga.
Dirga merangkul bahu Amira. Dia merasa bersalah melihat raut kesedihan pada wajah Amira.
"Mas tidak perlu meminta maaf. Aku hanya merasa sedih saja ketika teringat dengan masa laluku yang selalu dipandang sebelah mata oleh orang lain," ucap Amira dengan memaksakan diri untuk tersenyum.
"Sayang, kamu jangan sedih lagi ya, sekarang kamu kan sudah memiliki Mas yang akan selalu ada untuk kamu," ucap Dirga dengan mencium kening Amira.
Mungkin dulu Mas Dirga memang akan selalu ada untuk aku, tapi sekarang semuanya sudah berubah, karena Mas tidak akan bisa selalu ada ketika aku butuhkan, batin Amira.
Amira dan Dirga masuk ke dalam Restoran, tapi saat ini sudah tidak ada satu meja pun yang kosong.
"Sayang, sepertinya sudah tidak ada lagi meja yang kosong. Apa kita cari Restauran lain saja ya?" tanya Dirga.
"Jam makan siang begini hampir semua Restauran juga pasti penuh, Mas." ucap Amira.
Rendra melambaikan tangannya ketika melihat Dirga dan Amira yang masih berdiri.
"Apa Mas tidak keberatan kalau kita bergabung sama Rendra?" tanya Amira menanyakan pendapat Suaminya terlebih dahulu.
Sebenarnya Dirga merasa keberatan apabila harus satu meja dengan Rendra, apalagi mereka selalu berdebat jika bertemu, tapi dia tidak tega juga karena Amira pasti sudah merasa lapar.
"Ya sudah, kalau begitu kita gabung sama Rendra saja," jawab Dirga.
Pada saat Amira dan Dirga menghampiri meja Rendra, keduanya terkejut karena ternyata Rendra sudah memesan banyak makanan kesukaan Amira.
"Rendra, tidak apa-apa kan kalau kami ikut gabung?" tanya Amira.
"Tentu saja aku tidak keberatan, makanya aku memanggil kalian. Aku juga sengaja sudah memesan makanan kesukaan kamu," ucap Rendra dengan tersenyum seolah-olah sebelumnya tidak terjadi perdebatan apa pun di antara dirinya dan Amira, apalagi dia tidak pernah bisa marah terlalu lama kepada sahabat karibnya tersebut.
Rendra menarik kursi untuk Amira duduk sehingga membuat Dirga merasa kesal, tapi Rendra sama sekali tidak memperdulikan keberadaan Dirga karena dia sengaja ingin membuat Suami Amira tersebut merasa cemburu.
Kamu harus tau bagaimana tersiksanya menahan rasa cemburu, Dirga. Ucap Rendra dalam hati.
"Makasih banyak Rendra," ucap Amira dengan mendudukan bokongnya.
"Kita bukan orang lain, jadi tidak perlu mengucapkan terimakasih. Apa kamu lupa kalau kamu sendiri yang selalu bilang jika dalam cinta dan persahabatan tidak ada kata maaf dan terimakasih. Sebaiknya sekarang kamu makan yang banyak, jangan cuma makan ati terus," ucap Rendra yang sengaja menyindir Dirga.
"Apa maksud kamu berkata seperti itu?" tanya Dirga dengan mati-matian menahan amarahnya.
"Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya mengatakan fakta saja," jawab Rendra dengan entengnya.
"Rendra, Mas Dirga, sekarang kita sedang berada di depan makanan, jadi aku mohon berhenti berdebat," ucap Amira mencoba menengahi perdebatan Rendra dengan Suaminya.
Akhirnya Rendra dan Dirga hanya bisa pasrah menuruti perkataan Amira, lalu ketiganya makan dengan sesekali berbincang.
"Amira, kamu jadi kan bekerja di Perusahaanku?" tanya Rendra.
"Insyaallah jadi. Mungkin hari Senin depan aku baru bisa masuk kerja, soalnya minggu ini kami sedang mencari rumah di sekitar sini dulu," jawab Amira.
"Bagus deh kalau Dirga membawa kamu pindah rumah. Tidak baik juga untuk mental kamu kalau terus tinggal satu atap dengan keluarga dan Istri kedua Dirga," ucap Rendra.
Amira hanya diam mendengar perkataan Rendra. Dia tidak mungkin mengatakan kepada Rendra jika Regina akan ikut pindah rumah juga bersama dengan Dirga dan dirinya.
Maaf Rendra, aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya jika Regina akan ikut pindah juga bersama aku dan Mas Dirga, batin Amira yang tidak ingin Rendra tersulut emosi apabila mengetahui kebenarannya.
Sepanjang acara makan siang berlangsung, Dirga hanya diam menahan rasa cemburu yang bergejolak hebat dalam hatinya. Dia bahkan tidak mengeluarkan satu patah kata pun ketika mendengar perbincangan Amira dan Rendra yang terdengar seru, karena Rendra sengaja membicarakan tentang masa kecilnya dengan Amira.
Setelah selesai makan, Amira bergegas pamit kepada Rendra, apalagi dia tau betul sifat Suaminya yang cemburuan.
"Rendra, terimakasih banyak ya traktirannya, kalau begitu kami duluan," ucap Amira.
"Kita keluarga, jadi kamu tidak perlu merasa sungkan seperti itu. Oh iya, Mami sama Papi meminta kamu main ke rumah. Katanya mereka sudah kangen sekali sama kamu," ujar Rendra.
"Insyaallah kalau ada waktu senggang kapan-kapan aku main. Tolong sampaikan salamku buat mereka," ucap Amira, kemudian mengucap salam sebelum ke luar dari dalam Restauran.
Dirga kembali melajukan mobilnya menuju salah satu rumah yang tidak jauh dari Perusahaan, karena sebelumnya dia sudah mencari rumah yang akan di jual lewat internet.
"Kenapa Mas diam saja? Apa Mas marah?" tanya Amira.
"Mas bukan marah, tapi cemburu. Tadi Mas sudah seperti obat nyamuk saja," jawab Dirga dengan cemberut.
"Mas aneh sekali sih. Masa Mas cemburu sama Rendra? Mas tidak lupa kan kalau Rendra itu sudah seperti saudara ku sendiri," ucap Amira dengan tertawa.
"Sepertinya kamu yang lupa, kalau kamu dan Rendra sama sekali tidak memiliki hubungan darah," ucap Dirga.
"Cukup Mas, jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku sama Rendra sudah bersahabat sejak kami masih kecil," ucap Amira.
"Tidak ada persahabatan yang murni di antara laki-laki dan perempuan. Sebagai seorang lelaki, Mas bisa melihat jika Rendra memiliki perasaan lebih dari seorang sahabat, apalagi perhatian yang dia tunjukan sangat berlebihan," ucap Dirga.
Pada akhirnya Amira memilih diam karena dia tidak mau berdebat dengan Dirga, apalagi saat ini Dirga sedang menyetir mobil.
Setelah menempuh sekitar setengah jam perjalanan, Amira dan Dirga akhirnya sampai di halaman sebuah rumah yang terlihat begitu mewah.
"Mas, apa rumah ini tidak terlalu besar?" tanya Amira ketika melihat rumah di hadapannya, apalagi rumah tersebut lebih besar dibandingkan dengan kediaman Cakra dinata.
"Mas sengaja memilih rumah yang berukuran besar supaya kamu dan Regina tidak sering berpapasan, bahkan kalau perlu nanti Mas bagi rumahnya menjadi dua, meski pun sebenarnya Mas berharap kamu dan Regina bisa menjadi sahabat."
*
*
Bersambung