Zharagi Hyugi, Raja ke VIII Dinasti Huang, terjebak di dalam pusara konflik perebutan tahta yang membuat Ratu Hwa gelap mata dan menuntutnya turun dari tahta setelah kelahiran Putera Mahkota.
Dia tak terima dengan kelahiran putera mahkota dari rahim Selir Agung Yi-Ang yang akan mengancam posisinya.
Perebutan tahta semakin pelik, saat para petinggi klan ikut mendukung Ratu Hwa untuk tidak menerima kelahiran Putera Mahkota.
Disaat yang bersamaan, perbatasan kerajaan bergejolak setelah sejumlah orang dinyatakan hilang.
Akankah Zharagi Hyugi, sebagai Raja ke VIII Dinasti Huang ini bisa mempertahankan kekuasaannya? Ataukah dia akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs Dream Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengkhianatan Lady Ira
Lembah yang hening dan juga kelam, seirama dengan langkah para prajurit yang bersiap mati.
Pasukan Zharagi telah menempuh lembah barat yang ternyata jebakan musuh. Malam yang dingin diselimuti kabut tipis berubah menjadi medan pertempuran berdarah ketika musuh tiba-tiba mengepung mereka dari segala arah.
Zharagi, yang berada di garis depan, segera mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, memberikan isyarat kepada pasukannya untuk bersiap. Teriakan perang terdengar dari segala sisi, dan pasukan musuh menyerbu dengan semangat yang luar biasa.
"Bertahan! Bentuk formasi perisai!" perintah Zharagi lantang, suaranya menggelegar di tengah kebisingan.
Pasukannya dengan cepat menyusun barisan perisai, membentuk tembok hidup yang mencoba menahan serangan musuh. Namun, keunggulan jumlah lawan mulai terasa, dan Zharagi tahu ada yang tidak beres. Taktik ini terlalu terorganisir, seolah musuh mengetahui setiap langkah mereka.
Tiba-tiba, salah satu pengintai yang selamat berlari mendekat, wajahnya penuh kecemasan.
"Yang Mulia, musuh memiliki salinan peta pasukan kita! Mereka tahu setiap posisi dan rencana kita!"
Mata Zharagi menyipit. Pikirannya bekerja cepat, mencoba memahami bagaimana ini bisa terjadi. Tidak mungkin peta itu jatuh ke tangan musuh tanpa bantuan orang dalam.
Namun, sebelum ia bisa merenung lebih jauh, salah satu perwira berteriak.
"Yang Mulia! Kami menangkap salah satu prajurit musuh yang mengatakan bahwa Lady Ira, bibi Anda, memberikan peta itu kepada mereka!"
Kabar itu membuat Zharagi membatu sejenak. Lady Ira, adik mendiang Raja VII yang selalu ia hormati, adalah pengkhianat? Kemarahannya memuncak, tetapi ia tahu ini bukan saatnya untuk membiarkan emosinya menguasai.
"Pengkhianatan ini akan kubalas nanti," katanya dengan nada dingin. "Sekarang, fokus kita adalah keluar dari kepungan ini."
Zharagi menarik napas dalam, menenangkan pikirannya yang berkecamuk. Ia segera memikirkan strategi untuk melawan musuh yang kini memiliki keunggulan posisi.
"Tarei, serang sisi kiri! Hancurkan formasi mereka dan buka jalan untuk mundur! Hwa Ming, jika dia datang, maka pasukannya akan melindungi bagian belakang pasukan kita. Aku akan memimpin serangan di tengah!"
Pasukannya bergerak sesuai perintah, dan Zharagi memimpin serangan langsung ke jantung pasukan musuh. Pedangnya berkilauan dalam cahaya bulan, menebas setiap musuh yang menghalanginya.
Namun, jumlah musuh terus bertambah, seolah tak ada habisnya. Zharagi dan pasukannya mulai terdesak. Di tengah hiruk-pikuk, Tarei berteriak.
"Yang Mulia! Kita tidak bisa bertahan lama. Mereka memperkuat sisi kiri kita!"
Zharagi menggeram, menyadari situasi semakin sulit. Tapi ia menolak untuk menyerah.
"Bertahan! Kita harus membuka jalan atau mati di sini!" teriaknya, membakar semangat pasukannya.
Saat itu, sebuah panah berapi melesat dari kejauhan, mendarat di tengah barisan musuh dan menciptakan ledakan besar. Dari kegelapan, pasukan bantuan yang dipimpin oleh Jenderal Hwa Ming, salah satu panglima terpercaya Zharagi, akhirnya muncul dengan teriakan perang yang menggema.
"Yang Mulia! Kami datang terlambat!" seru Hwa Ming.
Kedatangan pasukan bantuan membalikkan keadaan. Dengan semangat baru, Zharagi dan pasukannya melancarkan serangan balasan, memukul mundur musuh yang kini mulai kehilangan formasi.
Namun, meski berhasil keluar dari kepungan, hati Zharagi tetap diliputi kegelapan. Pengkhianatan Lady Ira adalah luka yang lebih dalam daripada pedang musuh.
Saat malam itu berlalu, Zharagi berdiri di atas bukit kecil, memandang ke medan perang yang masih dipenuhi asap dan mayat. Tarei mendekatinya, wajahnya penuh keprihatinan.
"Yang Mulia, apa yang akan Anda lakukan kepada Lady Ira?"
Zharagi menghela napas panjang, matanya penuh ketegasan.
"Aku akan menangani pengkhianat itu dengan caraku sendiri. Tapi sebelum itu, aku harus memastikan musuh membayar mahal untuk setiap darah yang telah mereka tumpahkan."
Ia menatap ke arah benteng musuh yang masih berdiri kokoh di kejauhan. Pertempuran baru saja dimulai, dan Zharagi tahu ia tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan.
Kabut dingin pagi hari perlahan menghilang saat pertempuran yang brutal semalam akhirnya mereda. Zharagi berdiri di bukit kecil yang menjadi saksi perjuangan hidup mati pasukannya. Meski mereka telah berhasil keluar dari kepungan, hati Zharagi tetap penuh amarah dan kekecewaan.
Lady Ira, bibinya sendiri, telah menyerahkan peta strategi pasukannya kepada musuh. Pengkhianatan itu tidak hanya mengkhianati dirinya, tetapi juga seluruh kerajaan.
Di tengah renungan, Hwa Ming, panglima muda yang gagah dengan wajah penuh percaya diri, berjalan mendekat dengan ekspresi tenang. Dia baru saja memimpin pasukan bantuan yang menyelamatkan Zharagi dari kehancuran total.
"Yang Mulia," ucap Hwa Ming sambil menundukkan kepala sedikit. "Pasukan musuh telah mundur sejauh lima mil. Mereka sedang membangun kembali formasi di benteng utama mereka."
Zharagi mengangguk pelan. "Bagus. Tapi jangan biarkan mereka merasa aman terlalu lama. Pastikan pengintai kita memantau setiap gerakan mereka. Aku ingin tahu kapan dan di mana mereka akan menyerang lagi."
Hwa Ming mengangkat alis, sedikit ragu. "Yang Mulia, dengan hormat, sebaiknya kita memanfaatkan waktu ini untuk merencanakan strategi baru. Pengkhianatan Lady Ira telah menunjukkan bahwa kita tidak bisa sepenuhnya percaya pada stabilitas di dalam istana."
Zharagi berbalik menatap Hwa Ming. Wajahnya yang biasanya tenang kini memancarkan kemarahan yang tertahan.
"Aku tahu itu, Hwa Ming. Dan karena itu, aku tidak akan membiarkan pengkhianatan ini berlalu begitu saja. Setelah perang ini selesai, Lady Ira akan diadili. Tapi untuk saat ini, fokus kita adalah memenangkan perang ini tanpa kehilangan lebih banyak darah."
Hwa Ming mengangguk patuh. "Saya mengerti, Yang Mulia. Kami akan mempersiapkan barisan untuk serangan balasan, tapi saya perlu mengingatkan Anda bahwa moral pasukan sedang dalam kondisi rapuh. Kekalahan semalam—meski tidak total—telah meninggalkan luka yang dalam di hati mereka."
Zharagi mengepalkan tangannya, lalu menatap pasukannya yang sedang beristirahat di lembah di bawah. Mereka adalah orang-orang yang telah mengorbankan segalanya demi mempertahankan kerajaan, dan kini ia merasa seolah telah mengecewakan mereka.
"Aku akan berbicara dengan mereka," ujar Zharagi tegas. "Mereka perlu tahu bahwa pengkhianatan ini tidak akan menggoyahkan kita. Kita akan bangkit dan membalas setiap penghinaan yang mereka berikan."
Hwa Ming mengangguk, lalu melangkah mundur untuk memberikan ruang bagi Zharagi.
---
Zharagi turun ke lembah, berjalan di antara prajurit-prajuritnya yang kelelahan. Beberapa di antaranya terluka, sementara yang lain hanya duduk diam, termenung menghadapi kenyataan perang yang kejam.
"Prajurit-prajuritku!" seru Zharagi dengan suara lantang, menarik perhatian mereka. "Kita mungkin telah kehilangan banyak dalam semalam, tapi jangan biarkan itu melemahkan semangat kalian!"
Mata para prajurit beralih kepadanya, melihat pemimpin mereka berdiri tegak meski di tengah situasi sulit.
"Musuh mungkin telah bersekutu dengan pengkhianat di dalam istana kita, tetapi itu tidak membuat mereka lebih kuat dari kita. Ingat ini: kita tidak hanya bertarung untuk kemenangan, tetapi untuk kehormatan, untuk keluarga kita, dan untuk kerajaan kita!"
Teriakan dukungan mulai terdengar dari beberapa prajurit, lalu semakin banyak yang ikut bersorak.
"Malam ini," lanjut Zharagi, "kita akan merencanakan langkah berikutnya. Dan ketika kita menyerang kembali, kita akan memastikan mereka tidak pernah melupakan kekuatan kita. Aku akan memimpin kalian menuju kemenangan!"
Sorakan kemenangan menggema di lembah, membangkitkan semangat yang sempat memudar. Zharagi mengangguk puas, lalu berbalik ke arah Hwa Ming yang berdiri di kejauhan, tersenyum tipis dengan penuh keyakinan.
"Hwa Ming," ujar Zharagi saat mereka berjalan menuju tenda perencanaannya, "siapkan semua panglima. Kita akan mengubah cara permainan ini."
Hwa Ming tersenyum. "Tentu saja, Yang Mulia. Mari kita tunjukkan pada mereka bahwa kerajaan ini tidak bisa dihancurkan oleh pengkhianatan ataupun musuh."
Malam itu, Zharagi dan para panglimanya merancang strategi untuk mengalahkan musuh yang telah menyerang kehormatan mereka, sekaligus mempersiapkan jalan untuk menghadapi pengkhianatan yang lebih besar di masa depan.