Dijodohkan sejak bayi, kemudian sempat dekat bahkan pacaran, sebelum akhirnya terpaksa memilih berpisah, Calista tidak menyangka jika pada akhirnya, ia akan kembali bahkan menikah dengan Sabiru, pria berusia 33 tahun yang sempat membuatnya sibuk menghindar.
Sebab demi melindungi Calista yang usianya terpaut enam tahun lebih muda darinya, Sabiru yang selalu bertaruh segalanya asal Calista baik-baik saja, berakhir mengalami patah tulang kaki maupun tangan kanan, selain pengusaha muda sangat bertanggung jawab itu yang juga sampai terkena cacar. Keadaan tersebut membuat Calista dan Sabiru harus secepatnya menikah, agar Calista bisa merawat Sabiru dengan leluasa, seperti yang Calista harapkan.
Menjalani pernikahan karena keadaan yang memaksa, dengan sosok yang pernah ada rasa dan selalu menjadikannya sebagai satu-satunya cinta. Ingin menghindar, tapi rasa peduli apalagi rasa sayang makin lama jadi makin besar. Semua itu membuat Calista menjalani setiap detik waktu yang dimiliki dengan dada berdebar-debar. Terlebih, sekadar menatap saja, Sabiru selalu melakukannya penuh cinta.
💗Merupakan bagian novel : Muslimah Tangguh Untuk Sang Mafia & Mempelai Pengganti Ketua Mafia Buta yang Kejam 💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22 : Kebakaran!
“Namun omong-omong, kamu siapa?” Emran sengaja memastikan, siapa wanita di sebelahnya, dan baru saja mengajaknya bekerja sama.
Karena meski sempat Emran pergoki berani mendekap sebelah tangan Sabiru, wanita itu juga sampai diusir oleh Sabiru. Malahan tak beda dengannya, Yasnia sampai merasakan banti-ngan seorang Calista. Dengan kata lain, Calista juga memiliki kekesalan bahkan lebih juga, kepada Yasnia.
Sebagai orang yang memang mencintai Calista, Emran tak mau gegabah. Karena meski dirinya juga ingin mendapatkan sekaligus bersanding dengan Calista, paling tidak ia harus memastikan, caranya dalam mendapatkan Calista, tak sampai membuat wanita itu terluka.
Kini, disinggung mengenai statusnya oleh Emran, Yasnia jadi celingusan. Bingung Yasnia rasakan, tapi Yasnia yang sadar diamnya apalagi kegelisahannya bisa membuat dirinya diremehkan, sengaja menjelaskan statusnya.
“Hah? Harusnya kamu yang dinikahi Sabiru? Wanita yang harusnya dinikahi Sabiru?” kaget Emran yang memang sulit untuk percaya. Namun, ketidakpercayaannya justru membuat yang bersangkutan menatapnya dengan tatapan marah.
“Iya ... memangnya kenapa? Dulu, Sabiru sangat tergila-gila kepadaku!” tanya Yasnia memang jengkel. “Paling tidak, aku harus berjuang mati-matian agar aku bisa mendapatkan Sabiru. Karena hanya dengan menjadi istri Sabiru, hidupku serasa di Surga seperti apa yang sedang dirasakan Calista!” batin Yasnia makin membulatkan tekadnya.
Menahan jengkel, Emran berkata, “Beruntung banget Sabiru, justru menikah dengan Calista. Padahal akhir-akhir ini ramenya, punya pasangan paket komplit, eh selingkuh dengan yang lebih enggak berkualitas.”
“Maksud kamu bilang enggak berkualitas, apa?” sergah Yasnia emosi.
“Ya kamu! Beruntung banget Sabiru dapat yang level paket komplit fisik bidadari seperti Calista! Andai dibalik, dan Sabiru justru dapat kamu, itu namanya bunt-ung!” yakin Emran telanjur jujur.
Sadar Emran menganggapnya tak lebih baik dari Calista, Yasnia memilih bungkam dan memang telanjur jengkel. “Andai dia enggak memiliki tujuan yang sama, sudah aku kirim guna-guna! Sabar, sampai misi berhasil baru ditend-ang!” batinnya.
“Ya sudah, kita susun rencana.” Yasnia sudah langsung mengatur segala sesuatunya, berbisik-bisik kepada Emran yang sesekali mengutarakan usul atau malah tidak setuju.
“Jahat juga nih otak wanita!” batin Emran diam-diam merasa harus waspada. “Yasnia orang yang sangat licik. Aku harus tetap hati-hati!” Sampai detik ini, Emran masih berbicara dalam hati.
“Seperti mimpi ... semanis ini. Kami menunjukan kepada semuanya. Kami mengabarkan kepada dunia, bahwa kami suami istri. Kami pasangan yang saling mencintai. Alhamdullilah Hyera juga sudah ikhlas. Semua keluarga mendukung. Enggak ada yang enggak bahagia,” batin Calista tersenyum haru mengawasi sekitar. Senyum yang berubah menjadi tersipu ketika tatapannya tak sengaja bertemu dengan tatapan Sabiru.
Sampai detik ini, Sabiru yang masih berdiri sekaligus menggandeng sebelah tangannya dengan sangat erat, juga masih menatapnya penuh cinta. Malahan, Sabiru seolah tidak memedulikan yang lain. Calista menjadi satu-satunya yang Sabiru perhatikan.
“Gimana aku enggak deg-degan. Jantungku berasa rus-ak setiap saat. Tapi aku suka ... suka banget malahan diperhatikan begini, oleh suami sendiri. Jadi, setiap saat rasanya beneran serba jatuh cinta!” batin Calista.
“Sudah! Ini bunga enggak usah dilempar-lempar. Buat aku saja!” sergah Rain nekat naik ke panggung kedua pengantin, siap melempar buket pengantin.
Calista yang merasa kecolongan karena buket bunga yang harusnya ia lempar justru diambil Rain, perlahan tertawa.
“Memangnya calonnya sudah ada?” tanya Sabiru setengah tertawa.
“Tinggal diproses, Mas! Mau pahat kayu apa batu dulu, habis itu aku puasain tiga puluh hari tiga puluh malam, biar tuh patung hidup, jadi istri idaman!” balas Rain dengan entengnya.
“Andai pun tuh patung buatan kamu beneran hidup karena keajaiban, yang ada kamu sudah pindah alam gara-gara puasa tiga puluh hari, bahkan tiga puluh malam!” balas Sabiru tidak bisa untuk tidak tertawa.
Calista yang menyimak juga sampai menangis akibat tawanya kepada ulah Rain. Meski karena ulah Rain juga yang membuat tak ada lempar buket pengantin, beberapa dari mereka tampak kecewa.
“Memang si Rain beneran belum pernah pacaran, yah, Mas?” tanya Calista benar-benar serius.
“Dia carinya yang janda, Sayang. Janda tapi wajib masih muda, cantik, ribet seleranya!” balas Sabiru langsung diam karena semua lampu mendadak mati dan sudah langsung menciptakan kegaduhan.
Khusus untuk Calista, wanita itu santai-santai saja. Calista terlalu yakin, padamnya lampu bahkan musik dan semuanya, masih menjadi bagian dari kejutan yang sudah suaminya siapkan.
“Rain, itu tanyakan ke WO, kok lampu sama listrik dimatikan begini. Ini acara baru setengah jalan loh!” marah Sabiru.
“S—siap, Mas. Siap! Ini saja aku langsung sesak kalau gelap-gelap begini!” balas Rain agak berseru. Ia menggunakan senter di ponselnya untuk melakukan penerangan dadakan.
“M—mas, yang benar, ini bukan bagian dari kejutan dari Mas?” lirih Calista memastikan.
Suasana yang gelap gulita masih membuat Sabiru fokus menatap kedua mata sang istri. “Serius Sayang. Aku berani sumpah. Beneran sudah enggak ada kejutan yang lain. Andaipun ada, beneran enggak sampai matiin semua aliran listrik. Nih, ... udaranya sudah langsung panas pengap, kan?” yakin Sabiru.
“Ini tetap enggak nyala juga?” teriak pak Ojan yang memang menjadi MC di acara resepsinya.
Ketidaknyamanan masih membersamai kebersamaan di sana. Pesta mendadak dihentikan, tapi diam-diam, pak Helios dan pak Excel selaku papah Calista maupun papah Sabiru, langsung mengusut keadaan.
“Ada yang sengaja? Ada penyusup, ... apa bagaimana?” lirih pak Helios kepada pak Excel yang sudah meninggalkan tempat duduknya, layaknya apa yang telah ia lakukan.
Kecemasan menguasai keluarga besar mereka khususnya para wanita.
“Ini kita keluar dulu dari sini, apa bagaimana, Pah? Nah, Ara mulai jengkel,” ucap mas Kim yang sudah langsung mengambil alih sang putri.
Efek kepanasan dan tak mau ditinggal sang opa, Ara memang jadi rewel dan berakhir menangis. Begitupun dengan beberapa anak yang lain. Padahal awalnya, selain mereka sedang hanyut dalam keromantisan Sabiru dan Calista, mereka juga dibuat tertawa sampai menangis gara-gara lawakan pak Ojan. Namun kini, setelah semua lampu bahkan semua yang berlistrik sampai mati, semuanya sudah langsung kacau.
“Kalau lima menit dari sekarang, kami belum kembali, kalian wajib ajak yang lain keluar dari sini,” ucap pak Helios buru-buru menyusul pak Excel yang lebih dulu pergi. Malahan di langkah ke lima, pak Excel langsung lari.
“Ada aroma bensin!” bisik pak Excel kepada pak Helios yang sudah ada di sebelahnya.
“Asap, api, ...,” ucap pak Helios yang detik itu juga menatap pak Excel penuh keseriusan.
Pak Excel yang juga sudah lebih dulu menatap sang besan dengan tatapan penuh keseriusan berkata, “Kebakaran!”