MAAF KARYA INI di REVISI. BARU SAMPAI BAB 6
Mauren adalah seorang putri dari keluarga kaya yang sedang tergila-gila menyukai adik dari seorang CEO berhati dingin dan tampan.
Suatu hari dia sengaja mengikuti adik sang CEO ke suatu night club. Maureen bertemu dengan Sean, sang CEO.
Mereka berdua beradu mulut, karena sang CEO tidak menyukai sikap Maureen kepada adiknya.
"Berhenti!" Maureen menghentikan seorang pelayan yang membawa dua gelas wine. "Kalo kamu bisa menghabiskan segelas wine ini, aku akan pergi dari sini tanpa mengganggu adikmu," tantang Maureen.
"Tapi, Nona. Wine ini milik-"
"Nanti saya ganti!"
Sang pelayan meneguk saliva-nya kasar. Tugasnya mengantarkan minuman yang berisi obat perangsang untuk seseorang gagal total.
Mau tau kelanjutan ceritanya? Yuk mampir dulu di cerita aku. Ini hasil karya original.
"CEO Posesif untuk Putri Agresif"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riri__awrite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seblak Sialan
"Ya, gwimanwa, Key. Mantan tunangannya itu mau bwalik ke Indo," ucap Maureen dengan mulut penuh makanan.
Mulut kecil itu tidak bisa diam mengunyah. Sedari tadi tangannya tidak berhenti memasukkan snack ke dalam mulutnya. Key yang melihat Maureen bolak-balik mengunyah snack sebenarnya sedikit kaget, karena emang dasarnya Maureen doyan makan, tapi beda lagi saat saudaranya ini sedang hamil. Porsi makannya dua kali lipat. Itu yang membuat Key sedikit syok, tapi berusaha menyembunyikan raut wajahnya.
"Dia model, kan?" tanya Key.
Maureen mengangguk. "Iya."
"Pasti lebih cantik dia daripada kamu," goda Key seraya tertawa dengan menepuk bahu Maureen.
Maureen menaruh snacknya, karena hampir tersedak gara-gara Key menepuk bahunya dengan keras.
"Kurang ajar, ya, kamu! Tapi ... emang model rata-rata cantik." Maureen memikirkan wajah mantan tunangan Sean. Apa memang wanita itu jauh lebih cantik daripada dia?
Key melirik kanan bawah, memikirkan sesuatu. "Hmm ... aku kasih saran. Kamu ubah sikapmu seratus persen padanya. Jadilah Maureen, si wanita agresif!"
"Udah, pagi ini aku mulai bersikap baik sama dia, tapi ... kalo agresif, kayaknya aku gak bisa," jawab Maureen. Otak kecilnya yang mempunyai kualitas minim ternyata mempunyai akal yang sama dengan Key.
"Kamu mulai suka sama dia?" tanya Key dengan memincingkan matanya.
Maureen mengembuskan napas panjang, kemudian mengangguk pelan. "Mau gimana lagi? Dia calon ayah dari anakku dan kalo dipikir-pikir aku gak mau jadi janda."
Key tertawa mendengar kalimat terakhir dari Maureen, kemudian mengehentikan tawanya. "Jadi, kamu mau merebut dia dari tunangannya?
Mata yang tadinya normal itu tiba-tiba membulat mendengar pernyataan Key. "Apa, sih? Kan, dia suami aku."
"Maksudku kamu mau merebut hatinya?" koreksi Key.
"Iya, Sean itu suamiku-"
"Mohon maaf, Nyonya, di luar ada tamu yang sedang mencarimu."
Key menyenggol lengan Maureen agar wanita itu segera menanggapi dan cepat berdiri. "Siapa?"
"Kurang tau, Nyonya. Tadi dia seperti menenteng sesuatu, terus sama pak Ipin di usir."
"Jadi, dia udah pergi apa gimana?"
Bi Asih menggeleng. "Masih ada di depan, Nyonya."
Key dan Maureen yang masih penasaran pun langsung keluar menyambut tamu itu. Alangkah terkejutnya kedua wanita itu ketika melihat seorang pria berkaos putih oversized dengan celana panjang berwarna coksu. Rambutnya sedikit panjang dengan gaya undercut membuat pria itu terlihat maskulin.
"Siapa yang pesen seblak?" tanya pria itu dengan memberikan sebungkus seblak.
"Ha?" Maureen terlihat bingung dengan pria yang berada di depannya.
Pria itu berdecak sebal. "Ck, Ini ambil. Tanganku pegal pegang ini dari tadi," Pria itu menyodorkan sebungkus seblak
"Bukannya aku nitip ke Sean?"
Pria itu mengangkat bahunya. "Tidak tahu. Kakak sendiri yang menyuruh aku memberikan ini."
Pria itu nyelonong masuk ke dalam rumah tanpa persetujuan si pemilik. Netranya sempat melihat keberadaan Key, namun melengos begitu saja.
"Samuel ngejar gelar magister di bidang apa?" tanyanya basa-basi seraya memandang interior rumah Maureen.
"Tanya aja langsung ke orangnya," ujar Maureen, kemudian dibalas dengan tatapan tidak suka pria itu.
"Aku izin pulang. Nanti sore ada meeting penting sama kak Estian." Key yang berada di belakang Maureen tiba-tiba pamit pulang. Wanita itu menyempatkan mampir di rumah sepupunya yang searah dengan tempat urusannya.
Key kemudian mengambil tasnya yang berada di ruang tamu dan segera menghampiri Maureen. "Ingat saran aku tadi ya. Dia suami kamu, jadi pertahankan saja pernikahan kalian," bisiknya.
Maureen menatap Key, kemudian tersenyum seraya menganggukkan kepala.
"Sepertinya kak Sean masih mencintai sama Alice. Buktinya dia menitipkan sebungkus seblak itu," ucap pria itu di kala Key sudah menghilang di balik pintu.
"Devan, mending kamu pulang dari sini," ucap Maureen kepada Devan yang sedang mendudukkan bokongnya di atas sofa.
Devan tertawa. "Kenapa? Rumah ini kakakku yang beli, punya hak apa kamu mengusir adiknya?"
Maurleen menaikkan alisnya, dia merasa tidak disegani oleh adik iparnya sendiri. Adik Sean ini selain bermulut lemes juga pandai membuat orang mudah tersulut emosi.
Menyesal sekali aku dulu pernah menyukainya. Tampang aja ganteng. Mulut busuk, batin Maureen.
"Pulang." Tatapan Maureen berubah menjadi tidak suka. "Aku gak sudi liat mukamu," geramnya.
Devan menaik turunkan alisnya, berniat menggoda kesabaran Maureen yang setipis tisu. "Kalo aku tidak mau?"
Mendengar itu Maureen segera berjalan ke arah pojok ruangan yang terdapat sebuah sapu. Dia mengambil sapu itu kemudian mengacungkannya tinggi-tinggi.
"Pulang," peringat Maureen.
Devan hanya menatap Maureen. "Aku akan makan di sini," ucapnya.
"PULANG ATAU AKU AKAN MEMUKULMU!" teriak Maureen
Devan menelan saliva-nya saat gelombang suara Maureen yang melengking memasuki telinganya. Wanita itu tiba-tiba berubah menjadi singa betina yang galak. Wajahnya merah padam. Entah karena sebal atau marah kepada Devan yang tidak kunjung menuruti ucapannya.
"Kenapa jika aku berada di sini? Rumah ini bukan milikmu." ucap Devan yang malah makin memperburuk suasana hati Maureen.
Maureen melangkah mendekati Devan. "Masih inget pertemuan pertama kita di jamuan kolega bisnis? Ayolah, kamu di situ cool banget. Adik CEO yang terlihat ramah dengan tutur kata yang lembut dan baku." Maureen kemudian berkacak pinggang. "And then know? Gak ada coolnya, anjir," ceplosnya.
"Ya, terus kenapa? Apakah kamu lupa berkaca? Di pesta bisnis kamu keliatan anggun, tapi liat sekarang? Tidak ada yang bisa dibangga-banggakan ternyata." Devan mengejek balik Maureen.
Bugh
Sapu ijuk berwarna hijau itu mendarat tepat di atas kepala Devan.
"Damn it! Sakit!" teriak Devan seraya memegang kepalanya yang terasa nyeri.
"Pulang, gak?! Mau mati kamu?!" bentak Maureen dengan wajah semakin garang. Namun, tidak membuat nyali Devan menciut.
"Oke, aku pulang. Tapi seblaknya aku bawa balik." Devan mengambil sebungkus seblak yang tadi dia letakkan di atas meja, kemudian berlari keluar rumah.
"DEVAN!" Maureen berteriak dan mengejar laki-laki itu.
Maureen yang pada dasarnya jarang berolahraga menghentikan larinya tepat di ambang pintu, karena malas dan lelah berlari.
Indra penglihatan Maureen menangkap seorang pria paruh baya itu yang seang mengelap kaca mobil dengan air liurnya.
Mengabaikan kelakuan pekerjanya yang menjijikkan, Maureen berteriak. "PAK KEMAL! TANGKAP PENCURI ITU!"
Pak Kemal yang mendengar itu langsung menoleh linglung. Siapa yang berani mencuri di siang bolong seperti ini?
"Mana, Nyona?" tanyanya kepada Maureen.
"Itu! Pria yang pake kaos putih!" tunjuk Maureen yang berdiri di depan pintu dengan napas yang masih ngos-ngosan.
"Oh, itu mah, bukan pencuri, Nyonya. Tapi tuan Devan. Masa Nyonya tidak tahu sama adik iparnya sendiri?" jelas pak Kemal dengan polos.
"Pak Kemal...." Maureen menggeram tertahan. "DIA NYURI SEBLAK AKU!"
"Ha?" Pak Kemal hanya bisa membuka mulutnya. Pria paruh baya itu tidak paham dengan situasi saat ini.
padahal aku udah sayang sama Sean 😭
hajarr aku dukung 😤
aku mampir lagi nih bawa like and subscribe 🤗