Haruskah Aku Berbagi Suami

Flash back off

Abian Qadafi, seorang pengusaha sukses di usia muda, ia mulai kuliah saat usianya masih delapan belas tahun. Meski Abian terbilang cukup muda. Namun sang ayah yang bernama Rasyid sudah mempercayakan Abian untuk mengelola kantornya.

Juga kepiawaian ia soal berbisnis sudah bisa dilihat dari semenjak ia masih kecil. Maka Rasyid pun tak mau menyia-nyiakan hal itu.

Dan tentu Abian pun selain memimpin kantornya ia juga harus di selingi dengan serangkaian tugas kuliahnya.

Rasyid juga tak sepenuhnya menyuruh sang anak untuk mengerjakan semua tugas itu. Ia sadar Abian masih kuliah. Maka ia juga selalu turut membantunya.

Dan selang beberapa tahun, Abian pun lulus kuliah S1. Dan selang beberapa tahun juga ia sudah sangat mahir dalam mengelola kantor itu. Sehingga berkembang pesat. Namun sayangnya cinta telah membawanya dalam luka yang cukup dalam. Karena harus merelakan sang pujaan hati menikah dengan orang lain dan itu sahabatnya sendiri.

Tapi ia pun tak mau menyalahkan keadaan, pun berusaha tak mau membenci mereka, karena memang cinta tak bisa dipaksakan.

Dan saat itu juga, Yudha yang sudah berstatus suami dari sang pujaan hatinya. Ia mendatangi kantor milik Abian. Meminta bantuan apakah ada lowongan pekerjaan. Karena saat itu, Yudha hanyalah seorang manager pemasaran dikantor lain. Ia ingin punya penghasilan lebih sehingga memilih keluar dari kantor itu. Karena Yudha berpikir, Abian akan langsung menerimanya dan akan menempati kedudukan yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Karena Abian juga tidak mau melihat Ajeng hidup dalam kekurangan. Tanpa pikir panjang, Abian pun menerima Yudha untuk bekerja dikantornya. Ia melihat CV milik Yudha cukup bagus. Maka ia langsung meminta Yudha sebagai sekretarisnya, yang kebetulan ia belum punya sekretaris.

Namun ketika Yudha sering di bawakan makan siang oleh Ajeng dengan datang ke kantornya, membuat Abian yang melihatnya selalu terbakar api cemburu.

Maka ia berinisiatif untuk melanjutkan kuliah S2 nya diluar negri. Dan meminta Yudha untuk memimpin kantornya yang tentu sudah dengan pertimbangan terlebih dahulu mengingat ia sangat percaya pada sahabatnya juga kinerjanya yang cukup bagus juga keuletan dan kepiawaian serta ilmu berbisnis yang Yudha miliki. Membuat Abian mantap dengan keputusannya.

Sempat ada penolakan dari sang ayah, tapi Abian terus berusaha meyakinkan ayahnya sendiri. Yang memang Pak Rasyid itu sendiri sudah sering sakit-sakitan. Dan mau tak mau ia pun mengiyakannya.

Flash back on

Abian Qadafi sedang berdiri di dekat mobilnya sambil mendekatkan ponselnya di telinganya, terlihat sedang menelpon seseorang.

Dari sebrang jalan, Hasna kebetulan melintasi area itu. Dan matanya menangkap pada lelaki yang ada diseberang jalan.

"Itu bukannya cowok yang kemarin." ucap Hasna sambil mempertajam penglihatannya.

Lalu datang rekan Abian, dan turun dari mobil menghampirinya. Terlihat mereka berdua mengobrol dengan serius.

Hasna terus mengamatinya. "Sepertinya dia bukan orang biasa. Terlihat dari cara berpakaiannya juga gaya bicaranya dia seperti orang yang sangat berpengaruh." desisnya.

"Tapi ... Kenapa aku rasanya senang sekali melihatnya." ujar Hasna tersenyum sendiri.

"Ahh ngomong apa aku ini. Sudahlah lupakan! Aku harus segera pergi ke salon." kemudian Hasna melajukan mobilnya melesat menuju salon miliknya.

***

Fiona datang kembali ke kantor itu dengan wajah cemberutnya karena sang suami tidak mau di ajak ke pesta ulang tahun temannya.

Saat akan masuk, ia disapa Dibyo terlebih dahulu.

"Siang Bu Fiona." sapa Dibyo mengangguk sopan.

"Siang." jawabnya sedikit ketus sambil menoleh, kemudian melangkah masuk dengan segera.

"Bos yang ini galak amat." bisiknya pada Darman.

"Sudahlah biarkan saja, yang penting kita mah kerja yang bagus. Karena kita sudah sangat dipercaya sama Pak Abian." ujar Darman.

"Bagaimana ya kalau perempuan tadi tau kalau sebenarnya kantor ini bukan milik Pak Yudha, tapi milik Pak Abian." desis Dibyo.

"Kamu tuh kenapa sih yo? Suka banget mikirin hidup orang." timpal Darman membuat Dibyo melirik sinis padanya.

Fiona melangkah dengan anggunnya, dan pada saat melewati para karyawan, tak satupun ada yang hormat padanya dan itu membuat Fiona geram.

"Eh kalian! Kenapa tidak ada satupun yang menyapa saya? Ayo berdiri dan sambut kedatangan saya." ujarnya membuat semua karyawan disana saling menoleh. Mereka tau Fiona itu siapa. Tapi caranya membuat mereka semua malas menyapanya.

"Cepat lakukan atau kalian saya pecat." bentaknya dan justru mereka semua menahan tawa. Karena tentu yang berhak mengaturnya adalah pemilik kantor itu sendiri.

"Kenapa pada ketawa? Cepat lakukan." katanya yang kali ini dengan suara cukup tinggi dan mereka pun menuruti perintahnya.

"Selamat siang Bu Fiona." sapa mereka kompak sambil berdiri.

"Awas ya kalian kalau diulangi lagi." Fiona kemudian melanjutkan langkahnya menuju ruangan suaminya.

"Huhh dasar pelakor. Kok Pak Yudha mau ya sama dia." ujar salah satu karyawan.

"Iya nih, selera Pak Yudha jadi rendahan banget, udah pas sama Bu Ajeng yang lebih cantik baik hati eehh malah milihnya yang kayak gitu." ujar karyawan lainnya.

"Intinya duit yang berkuasa, makanya dia memilih nikah lagi karena ia pikir Bu Ajeng mau di poligami. Tapi nyatanya ... Ya jelas lah Bu Ajeng minta cerai karena akupun jika di posisi itu pasti akan melakukan hal yang sama."

"Sudah-sudaahh malah ngegosip. Ayo kerja lagi." titah yang satunya.

Mereka semua pun akhirnya diam dan kembali dengan tugas masing-masing.

Fiona sudah berada didepan ruangan suaminya, ia langsung membuka pintu. Dan Yudha menoleh karena pintu tiba-tiba saja terbuka.

"Fiona." sapa Yudha.

Fiona masuk dan duduk di sofa dengan kasar. Yudha yang melihatnya menggelengkan kepalanya, lagi dan lagi sang istri terlihat cemberut.

"Kamu tuh kenapa sih? Kebiasaan datang selalu dengan muka di tekuk, aku gak suka lihatnya." ucap Yudha.

"Aku begini juga gara-gara kamu." sentak Fiona.

"Kok aku sih?"

"Iya, gara-gara kamu nolak ajakan aku, disana cuma aku doang yang gak bersama pasangan." keluhnya.

"Hanya itu? Sudahlah Fi, kamu sekarang bukan anak kecil lagi." Yudha mendekat dan duduk di sisinya.

"Tapi aku malu, tau gak sih! Udah sana jangan dekat-dekat." Fiona mendorong sedikit tubuh suaminya.

"Kamu sendiri yang memancing datang kesini." bisik Yudha tepat ditelinganya.

"Ihh kalau mau aja nyosor terus, baik-baikin, giliran gak butuh di cuekin." cebik Fiona.

Namun Yudha tak peduli dengan semua ocehan istrinya. Ia belai rambut itu, ia geserkan ke belakang telinganya, dan ... "Kamu itu cantik Fiona, tapi sayang judes." bisiknya dipipi sang istri.

"Ish nyebelin, udah sana, aku mau pulang." Fiona bangkit namun tangannya ditarik oleh Yudha membuat Fiona terduduk tepat dipangkuan sang suami.

Dan saat itu juga, pintu tiba-tiba terbuka. Dan muncul sosok yang sangat di segani di kantor itu.

Keduanya menoleh ke arah siapa yang datang. Dan reflek Yudha mendorong sang istri hingga terjengkang dan duduk di atas sofa.