Lila pergi ke ibu kota, niat utamanya mencari laki-laki yang bernama Husien, dia bertekad akan menghancurkan kehidupan Husien, karena telah menyengsarakan dia dan bundanya.
Apakah Lila berhasil mewujudkan impiannya. Baca di novelku
DENDAM ANAK KANDUNG.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8
Kedatangan Ismara
Setelah melampiaskan kekesalannya pada Niko dengan membanting pintu, Vito kembali menemui Lila.
"Geser ke sini kakinya."
Vito memerintahkan Lila meluruskan kakinya, agar dia mudah mengobati dan mengganti perban di kaki Lila.
"Biar aku saja." Rajuk Lila seraya merampas kotak obat yang dipegang Vito. Namun dengan cepat Vito menjauhkan kotak itu, hingga Lila tidak bisa menggapainya.
"Cepat luruskan kakinya." titah Vito lagi dengan suara meninggi satu oktaf.
Lila bergeming sedikit pun tidak memperdulikan ucapan Vito, masih dengan posisi duduk dan kaki menjuntai. Lila sengaja menguji kesungguhan Vito.
"Lila, aku tidak ingin ada bantahan." ujar Vito, lalu memaksa Lila meluruskan kaki kanannya.
"Au.. sakit, hiks, hiks, hiks." Lila memegangi kedua kakinya berpura kesakitan sambil meringis.
"Dasar manusia tak berperasaan." batin Lila.
"Maaf.. Makanya nurut." ujar Vito tak sedikitpun ada rasa penyesalan.
Perlakuan Vito, membuat Lila semakin menguji kesabaran dan kesungguhan Vito.
Vita Kembali menarik kaki Lila lebih keras lagi. Namun Lila bergeming, diapun lebih keras mempertahankan pendiriannya, tidak menerima bantuan dari Vito.
"Semoga saja Vito tidak menyerah dan berhenti membujuk ku." batin Lila harap-harap cemas.
Sebenarnya perlakuan Vito terhadap Lila di dasari perasaan kesal, karena Lila tak menuruti ucapannya. Vito sudah mengingatkan agar Lila tidak melakukan aktifitas yang berlebihan, yang bisa mengakibatkan kesembuhan kakinya terganggu. Namun, Lila melanggarnya, Kekhawatiran Vito yang berlebihan malah membuat Lila salah paham.
Sementara Lila memasak ingin menyenangkan Vito sebagai ungkapan rasa terima kasih, karena Vito sudah menjaganya dengan baik berapa hari ini. Namun, reaksi Vito diluar perkiraan Lila, Vito malah tidak menyukai tindakannya.
"Sekarang katakan padaku. Apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkan ku." akhirnya Vito mengalah, dia memberi hak pilihan pada Lila.
Entah kenapa Vito begitu peduli pada gadis itu, pada hal awalnya Vito hanya ingin membalas kebaikan Lila karena telah menyelamatkan Yura. Namun kali ini ada yang berbeda, dia merasa nyaman saat dengan gadis itu, kemanjaan Lila selama empat hari ini membekas di hati Vito.
"Maukah Tuan mencicipi masakan saya?" Tanya Lila begitu mendapat angin segar dari Vito.
"Okay. Aku akan makan masakan mu sekarang." ujar Vito menyetujui persyaratan yang diberikan Lila kepadanya.
"Serius?" tanya Lila dengan cepat Vito mengangguk.
"Biar aku yang menyajikan." ujar Vito mencegah Lila yang ingin meraih tongkat penyangga kakinya.
"Yes! berhasil." batin Lila sambil tersenyum penuh kemenangan. Dia berharap kalau Vito menyukai masakannya.
Bergegas Vito ke dapur, memasukkan capcay dan ikan kakap ke dalam piring, lalu meletakkan di meja makan setelah itu mengambil dua piring nasi.
"Ayok kita makan." Ajak Vito bersemangat, seraya meraih tangan Lila, membantu berdiri dan memapahnya ke meja makan.
" Eh ada yang lupa, air minumnya." ujar Vito, seraya bergegas ke dapur dan kembali lagi dengan dua gelas kosong dan satu teko.
Vito mencurah air ke dalam gelas, lalu meletakkan di samping piring berisi nasi, menarik kursi dan duduk di samping Lila. Sementara Lila hanya memperhatikan aktivitas yang dilakukan Vito.
Lila menyendok sayur capcay memasukkan ke piring Vito, lalu mengambil daging ikan kakap dan kembali meletakkan di piring Vito. Lila selalu melakukan itu di saat mereka sedang makan bersama. Perhatian kecil yang Lila berikan kepada Vito membuat Vito merasa dihargai sebagai seorang laki-laki, karena selama ini Yura tidak pernah melakukan itu padanya, malah dia yang melakukan itu untuk Yura.
Vito mulai membanding-bandingkan Yura dengan Lila, selama tiga tahun pernikahannya dengan Yura, jangankan memasak untuknya, mengambilkan nasi dan minum saja tidak pernah, malah sebaliknya Yura selalu memerintah memerintah Vito. Yura sama sekali tidak pernah menghargainya sebagai suami.
"Tuan! kenapa hanya dipandangi?" pertanyaan Lila membuyarkan lamunan Vito. Vito pun segera menyuap nasinya.
"Hem, masakanmu enak sekali." ujar Vito menguyah pelan, merasakan sesuatu yang berbeda.
Vito makan dengan lahapnya, capcay sayur dan ikan kakap asam manis buatan Lila tidak kalah rasanya dengan masakan restoran ternama. Setelah menghabiskan satu mangkok capcay sayur dan setengah ikan kakap Vito baru menyadari dia kekenyangan.
"Kenyang sekali." ungkapan Vita sambil mengelus perutnya.
"Selain cantik, ternyata kamu juga pintar memasak." puji Vito seraya beranjak meninggalkan meja makan menuju ke dapur mencuci tangannya.
"Benar sekali Vito, selain cantik dan pintar memasak, aku juga bisa memanfaatkan mu." batin Lila lagi. dia sangat percaya kalau Vito bisa dikuasainya.
"Biar aku yang kemas, kamu ke kamar istirahat." titah Vito kala melihat Lila ingin mengangkat piring kotor.
Lila menghentikan gerakan tangannya yang ingin mengambil piring kotor, Kali ini Lila tidak membantah, dia beranjak ke kamar, lalu memeriksa ponselnya, kebetulan sekali ada panggilan masuk dari Ismara. Ismara mengabari Lila kalau dia sedang dalam perjalan kembali ke Jakarta.
"Nanti ku kabari lagi kalau sudah sampai." terdengar suara Ismara dari panggilan telepon.
"Okay bye." sahut Lila kemudian memutuskan panggilan.
Lila meletakkan ponselnya, lalu merebahkan tubuh lelahnya, dia pun terlelap.
*****
Ning nong bel rumah berbunyi.
"Nona Ismara?" pertanyaan Vito saat.membuka pintu rumahnya, menyambut kehadiran Ismara.
"Benar sekali, Tuan Vito mengenali saya?" Ismara balik bertanya, dia sama sekali tidak menyangka kalau Vito mengenalinya.
"Tentu saja, Nona putri dari ibu Wanda desainer yang terkenal itu." ujar Vito menjelaskan.
"Tepatnya Almarhumah ibu Wanda."
"Almarhumah?"
"Empat hari yang lalu ibu saya sudah kembali ke sang penciptanya." ujar Ismara wajahnya berubah sedih.
"Oh maaf saya ikut berduka cita." ucap Vito merasa tidak nyaman, karena tidak mengetahui kalau ibu Wanda sudah meninggal dunia.
"Tuan! saya ke sini mau menjemput Lila." ujar Ismara mengalihkan pembicaraan.
"Oh.. Silahkan masuk dan duduk, saya akan panggilkan Lila."
Vito beranjak meninggalkan Ismara di ruang tamu berjalan ke kamar Lila.
Klik.. Vito memutar kenop pintu dan menguakkan daun pintu setengah lebar, kebiasaan Vito yang tidak pernah mengetuk pintu, membuat Lila selalu waspada, makanya dia selalu berpakaian rapi walaupun sedang tidur.
Bukan tanpa alasan Vito melarang Lila mengunci pintu, awalnya Vito hanya mengkhawatirkan kesehatan kaki Lila, jika harus bolak balik membuka pintu saat Vito mengantarkan kebutuhan Lila.
"Lila! Lila! Bangun." Vito mengusap pelan pipi Lila dan berjongkok di sisi tempat tidur.
Perlahan Lila membuka matanya dan terkejut kala mendapati wajah Vito sangat dekat dengan wajahnya, hingga napas Vito terasa dikulitnya
"Tuan mau apa?" reflek tangan Lila menolak wajah Vito.
"Jangan-jangan Tuan mau.."
"Jangan kegeeran kamu." Vito menonjok kepala Lila dengan telunjuknya, dia tahu arah pembicaraan gadis itu.
"Kalau tidak, ngapain tuan nyamperin saya yang lagi tidur." Lila tidak terima dengan tuduhan Vito.
"Di luar ada temanmu." ujar Vito kemudian beranjak meninggalkan Lila.
Mendengar ucapan Vito, Lila langsung bangun, meraih tongkat penyangga dan berjalan keluar kamar.
"Lila!" seru Ismara seraya berdiri, kemudian membantu Lila duduk di sofa.
"Apa yang terjadi sama kamu?" Ismara memeriksa wajah, tangan dan kaki Lila.
"Ya Tuhan! kakimu terluka begini, bagaimana ceritanya?" pertanyaan Ismara bertubi-tubi.
Vito yang mendengar kehebohan suara Ismara akhirnya ikut nimbrung di ruang tamu, dia pun menceritakan kronologis peristiwa yang menimpa Lila.
"Belum keterima kerja, kamu malah dapat celaka." celetuk Ismara menyesali perbuatan Lila.
"Aku sudah diterima kerja di perusahaan Tuan Vito." Lila membantah ucapan Ismara dan dia berharap Vito mengiyakan, walaupun belum ada penandatangan kontrak.
"Yang benar, kamu diterima diposisi apa?" tanya Ismara bersemangat.
"Cleaning service."
"Apa? cleaning service!"
Mendengar jawaban Lila, Ismara langsung menghadap ke arah Vito dengan suara lantang dia tak terima kalau sahabatnya yang hampir mati gara-gara menyelamatkan Yura hanya diterima sebagai cleaning service.
"Ayok pulang, di butik ku kamu bisa jadi menejer." ujar Ismara dengan menekan kata menejer agar jelas terdengar di telinga Vito.
"Nona Ismara tidak bisa mengajak Lila pulang. Kesehatan Nona Lila masih dalam pengawasan saya." Vito keberatan saat mendengar Ismara mau membawa Lila pulang.
"Kenapa tidak bisa, saya juga bisa mengawasinya." Ismara membantah pernyataan Vito.
"Seluruh biaya pengobatan Lila adalah tanggung jawab saya." ujar Vito lagi bersekeras membalas pembelaan Ismara.
"Masalah uang, masalah biaya untuk pengobatan Lila, saya juga sanggup. Tuan Vito!" Suara Ismara meninggi tiga oktaf melebihi suara Vito.
"Nona Ismara tidak bisa mengambil alih tanggung jawab saya terhadap Lila, Lila kecelakaan karena menyelamatkan putri Tuan Husien, jadi sudah menjadi kewajiban saya untuk menjaga Lila sampai dia benar-benar sembuh seperti sedia kala." panjang lebar Vito menjelaskan, dia berharap Ismara tidak memaksa Lila pulang.
"Baik, saya hargai tanggung jawab tuan Vito, tapi saya tidak terima, setelah apa yang dilakukan Lila, Tuan hanya menerimanya menjadi cleaning service." Ismara kembali menaikkan suara kala menyebut cleaning service.
"Saya tidak rela, kalau kamu cuman jadi cleaning service di perusahaan Tuan Vito. Ayok kita pulang." Ismara kembali meraih tangan Lila, Lila pun menggapai tongkat penyangga kakinya. Namun Lila berharap Vito akan terus mempertahankan dia untuk tetap tinggal di rumahnya.
"Okay.. Okay.. Aku akan mengangkat Lila menjadi asisten pribadi ku. Apa kamu sudah puas?" tanya Vito seraya menatap Ismara intens.
"Belum! saya tidak percaya dengan omongan tuan, kecuali.."
"Kecuali apa?" Dengan cepat Vito memotong ucapan Ismara.
"Kecuali saya melihat Lila sudah menandatangani kontrak kerja dengan Tuan." ucap Ismara seraya mengarahkan telunjuknya ke dada Vito.
"Baik, saya akan buatkan kontraknya sekarang." ujar Vito dengan suara lantang, agar Ismara bisa mendengarnya dengan jelas.
Vito beranjak meninggalkan Ismara dan Lila, lalu masuk keruang kerja, membuka laptop, mengedit dan mengeprint kontrak kerja untuk Lila. Sementara Vito di ruang kerjanya, Lila dan Iswara saling pandang penuh arti, kemudian tersenyum.
"Berhasil." bisik Ismara, Lila tertawa kecil.
Sebenarnya Lila sudah menceritakan semua yang terjadi dan misi yang sedang dia lakoni. Ismara hanya menjadi peran pendamping yang sudah disutradarai Lila.
Apakah benar Vito menjadikan Lila sekretaris pribadinya.
Baca selanjutnya di part 9
Jangan lupa tinggalkan jejak like komentar dan hadirnya
Terima kasih kepada semua reader
Love sekebun cabe rawit ♥️♥️♥️
thanks you