Mutia Arini seorang ibu dengan satu putra tampan dan juga pengusaha bakery wanita tersukses. Kue premium buatannya telah membuat dirinya menjadi seorang pebisnis handal. Banyak cabang telah dibukanya di berbagai kota besar. Pelanggannya adalah golongan menengah ke atas. Di balik kesuksesannya ternyata ada sebuah rahasia besar yang disimpannya. Karena kejadian satu malam yang pernah dilaluinya, mengubah semua arah kehidupan yang dicitakan oleh seorang Mutia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22
Minggu pagi, sesuai janjinya Bintang turun ke apartemen Mutia untuk menjemput Langit. Kali ini Bintang sendirian tanpa ditemeni Om alias uncle Sebastian nya. Seperti biasa Bintang menekan tombol di depan pintu. Ternyata Dena yang membukakan pintu. "Bintang ya???" tanya Dena. Bintang mengangguk sambil menggaruk kepalanya. Kok sudah kenal denganku ya? tanya Bintang dalam benak. "Bentar ya, aku panggilin Langit dulu" ucap Dena sambil menyilahkan Bintang duduk.
Sementara Langit yang barusan selesai mandi, sedang berganti baju. "Langit, abis ini makan dulu. Sudah disiapin bunda di meja makan sekalian susu nya" Mutia memberitahu Langit sambil berberes meja riasnya. "Siap bun" tukas Langit.
Terdengar ketukan pintu kamar, "Langit, dicari Bintang tuh" ucap Dena dari luar kamar. "Oke aunty, Langit sedang ganti baju. Tolong suruh nunggu bentar yaa" teriak Langit. Mutia menatap Langit, wajah anaknya itu langsung sumringah begitu mendengar info dari Dena. Bahkan semalam pun Mutia tidak mendapati Langit mengigau seperti yang sudah-sudah. "Langit, ajak Bintang sarapan dulu gih. Langit nggak bunda ijinin main kalau belum makan" perintah Mutia. "Oh ya Langit, nanti di rumah Tuan Sebastian harus sopan ya. Ingat pesan bunda" tandas Mutia. "Siap bun" tukas Langit cepat dan segera berlari menemui Bintang.
Langit mengajak Bintang untuk makan bersama. "Bintang, kita makan dulu yuk. Aku nggak dibolehin bunda pergi kalau nggak makan dulu" ajak Langit. Bintang pun mengikuti Langit, daripada nggak dibolehin pergi mendingan ikut Langit makan dulu. Begitu pikir Bintang. Bintang lahap sekali makannya, "Langit, masakan bunda mu enak loh" puji Bintang sambil berbisik. Malu kalau kedengaran bik Sumi yang sedang berada di dekat mereka.
"Bun, aku main yaaa???" pamit Langit setelah selesai sarapan. "Oke, selalu ingat pesan bunda yaa" tukas Mutia. Langit dan Bintang pun berlalu, dan mengikuti Bintang naik ke lantai teratas menuju apartemen tuan Sebastian. Bintang menekan kode akses untuk masuk.
Langit memandang takjub saat memasuki ruangan yang luas itu. Bagaimana tidak luas satu lantai hanya ada dua unit apartemen. Bahkan akses untuk naik lantai teratas itu ada lift khusus yang berbeda dengan penghuni apartemen di lantai bawah-bawahnya. Karena itu tidak sembarang orang bisa mengakses lantai teratas kecuali keluarga Baskoro tentunya.
"Wooowwwww, luas sekali Bintang. Kita bisa main bola di sini" ucap Langit sambil mengelilingi ruangan itu. Bintang mengajak Langit keluar untuk melihat pemandangan kota J dari lantai teratas apartemen itu. Langit berjingkrak saking senangnya. "Ngomong-ngomong Om Sebastian ke mana, sepi amat? Oh ya Bintang, pasti di sini sepi sekali kalau nggak ada kamu" celoteh Langit. Bintang mengangguk membenarkan ucapan Langit.
"Langit, main game yuk. Mumpung libur" ajak Bintang. "Oke, siapa takut" tukas Langit. Bintang menyalakan layar yang cukup besar di ruangan itu. Ternyata Bintang lawan yang asyik juga untuk permainan game online kali ini. Sebastian muncul dari ruang kerjanya, "Eh kalian sudah di sini ya? Sudah pada makan belum?" tanyanya tanpa rasa bersalah. "Om...uncle...ku yang jelek. Telat kalau mau nawarin sarapan" ejek Bintang. "Aku sudah makan di tempat Langit, masakan bunda nya Langit nendang pollllll" puji Bintang menirukan gaya seorang yutuber yang sedang viral. Sebastian hanya garuk kepala.
"Ya sudah, kalau gitu uncle renang dulu ya. Cemilan ada di meja makan" pamit Sebastian. "Eh Om, uncle..." sela Langit dengan memanggil Sebastian menirukan Bintang yang menyebut dobel pamannya itu. "Emang mau renang di mana? Langit boleh ikut?" lanjut Langit. Sebastian menunjuk arah sebelah. "Emang ada???" tanya Langit tak percaya. "Ada lah. Kalau gitu kita renang aja yukk" Bintang mengajak Langit. "Tapi aku nggak bawa baju ganti" tolak Langit.
"Kalau itu gampang Langit, tinggal bilang uncle semua beres" terlihat seringai Bintang ke arah Sebastian. Sebastian pun melotot ke arah Bintang. "Eh, aku nggak mau ngerepotin uncle, lagian aku juga belum bisa berenang" Langit masih menolak ajakan Bintang.
Sebastian akhirnya nggak tega, "Nggak apa‐apa Langit. Nanti uncle ajarin dech. Bintang juga bisa tuh ngajarin. Come on!!!!" ajak Sebastian. Ternyata kolam renang itu tepat berada di tengah-tengah dua apartemen itu. Langit pun semakin takjub melihatnya. Kali ini Langit sangat senang berenang dengan Bintang dan juga uncle Sebastian.
Sebastian naik di tepi kolam dan mengambil ponselnya. Sementara Langit dan Bintang sangat menikmati acara berenangnya. Mereka bermain air sepuasnya.
Sebastian mendial ponselnya, menghubungi Dewa Anggara asistennya. "Wa, sejam lagi aku tunggu kamu di apartemen. Belikan baju dua stel seukuran Bintang. Sekalian aku mau nanya hasil perintahku kemarin" seru Sebastian saat tau panggilan telepon nya sudah tersambung. "Tapi ini hari libur lho Tuan" elak Dewa. Tapi Sebastian menutup panggilannya sepihak, tanpa mau mendengar jawaban Dewa. Sultan mah bebas.....
Sebastian memandang dua anak tampan yang sedang seru-serunya bermain air itu. Tawa polos keduanya sangat menghibur Sebastian. Terlihat senyum simpul di ujung bibirnya. Sebastian memandangi Langit, "Benarkah dia anakku, bagaimana bisa dia sangat mirip denganku. Apa Mutia memang wanita di malam itu???????" banyak tanya dalam benak Sebastian saat ini.
Ponsel Sebastian berdering kembali. Kali ini ada incoming call. Ternyata tuan Baskoro yang menelpon. "Halo Pah" sapa Sebastian. "Sore ini datanglah ke mansion. Ada yang ingin papa bicarakan" ucap Tuan Baskoro serius di ujung panggilannya. "Baiklah" jawab Sebastian tanpa kuasa menolak dan segera menutup ponselnya. Sebastian kembali berenang. Berenang memang aktivitas Sebastian setiap pagi sebelum berangkat melakukan rutinitasnya. Langit yang melihat Sebastian sangat kagum, "Uncle, aku juga ingin bisa seperti itu" teriaknya. Akhirnya Sebastian mengajari Langit dan juga Bintang dengan sabar.
Dewa datang ke apartemen Sebastian sesuai perintah tuannya itu, meski dengan hati ngedumel. Saat masuk apartemen dilihatnya ketiga laki-laki yang kompak memakai handuk kimono sedang menunggunya. "Lama amat" celetuk Sebastian. Dewa melihat jam tangannya, "Pas tidak lebih dan tidak kurang" jawabnya menunjukkan ke arah Sebastian.
"Langit, Bintang ganti baju sana gih" perintah Sebastian. Bintang menyambar goodie bag yang di bawa Dewa. "Makasih Om Dewa. Kau yang terbaik" puji Bintang. "Hmmm, sok muji. Pasti ada maunya" sela Dewa yang sangat paham karakter Bintang yang sedikit mirip dengan tuannya itu. Pesenin makanan dong, ayam goreng yang ada di lantai bawah" bisik Bintang. "Nah, benar kan???" ucap Dewa menggerutu. Sementara Bintang dan Langit berlalu ke kamar untuk ganti baju yang barusan dibelikan Dewa.
"Tuan, tambah akrab saja sama Langit" ucapnya. Sebuah remot berhasil melayang ke mukanya. "Wah, ini namanya KDRT tuan" Dewa memberengut. "Buruan sana, pesenin permintaan Bintang. Selepas itu aku tunggu kamu di ruang kerja!!!!!!" perintah Sebastian berlalu ke kamar juga untuk ganti baju seperti kedua bocah tadi.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
to be continued
jadi akhirnya ngga jadi Makan /Smile//Smile/