Amara gadis berusia dua puluh satu tahun ini terpaksa harus menikah dengan seorang pria yang bernama Aska sebagai penebus hutang ayahnya.
Ayahnya kabur begitu saja meninggalkan banyak hutang tanpa Amara ketahui.
Setelah menjadi istri, Aska memerintahkan Amara untuk merawat sang ibu yang sedang terbaring sakit.
Namun suatu saat Aska menikah lagi dengan seorang wanita yang ia cintai bernama Davina.
Jangan lupa Like,coment,vote dan favoritkan🥰🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ༂𝑾𝒊𝒚𝒐𝒍𝒂❦ˢQ͜͡ᵘⁱᵈ༂, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22
Satu jam kemudian, fitting gaun pengantin pun telah selesai di lakukan.
Herlina meminta pada Aska agar Aska segera pergi ke rumah sakit untuk menemani Davina yang seorang diri. Herlina juga mengatakan bahwa biarlah ia yang akan mengantarkan Amara pulang nanti.
Aska mengiyakan saja ucapan calon ibu mertuanya itu, lagipula pikirnya kasihan Davina sendirian.Pria itu pun segera berpamitan dan melangkah pergi.
Di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari Butik, Herlina dan Amara duduk berhadapan dan masing-masing dari mereka hanya tertunduk mematung.
Cukup lama mereka mematung, akhirnya Herlina membuka suara.
"Sudah lama ya, rasanya kita tidak bertemu?" Tanya Herlina mendongakkan wajahnya.
Amara masih mematung sambil memegangi secangkir coklat panas di hadapannya.
"Amara.....bagaimana dengan hidupmu selama ini? apakah baik-baik saja?" Tanya lagi Herlina.
"Untuk apa ibu bertanya seperti itu?" Amara mengangkat pandangannya, tatapannya begitu sinis dan penuh kebencian.
"Ibu sangat mengkhawatirkan mu, maafkan ibu Amara, selama ini ibu sudah berusaha mencari keberadaan mu, tapi......" Belum Herlina selesai berbicara, Amara sudah memotongnya.
"Baik-baik saja atau tidak kan ibu tidak pernah peduli!" Tukas Amara.
Herlina menarik nafas panjang, matanya berkaca-kaca mendengar Amara berkata seperti itu. Ia mengaku ia memang salah karena sudah meninggalkan Amara, anak kandungnya sendiri.
"Ibu akan menjelaskan semuanya padamu, Amara!" Herlina meraih tangan Amara. Tapi Amara melepaskan tangan ibunya dengan kasar.
"Aku tidak butuh penjelasan dari ibu!" Ketus Amara.
Herlina semakin sedih mendengar perkataan Amara. Sejenak ia memejamkan kedua matanya.
"Baiklah Amara, tidak apa-apa jika kau tak ingin mendengar penjelasan ibu. Tapi sekarang ibu sangat kaget saat tahu bahwa ternyata kau adalah istri dari Aska. Kau sudah menikah, tapi ibu tidak tahu akan hal itu!" Herlina menyeka air matanya.
"Cih......." Amara berdecih.
"Apakah kau rela berbagi suami dengan wanita lain?" Tanya Herlina.
"Tentu saja tidak, tapi mau bagaimana lagi, putri ibu sudah hamil duluan dengan suamiku!" Jawab Amara matanya berkaca-kaca.
"Amara.....lebih baik kau ceraikan saja Aska." Pinta Herlina dengan mudahnya.
"Atas dasar apa ibu menyuruh ku cerai?" Tanya Amara.
"Ibu tidak tega melihat kau di madu, Amara. Ibu tahu perasaan mu pasti benar-benar hancur!" Kata Herlina.
Amara benar-benar jengah mendengar perkataan yang dilontarkan oleh ibunya itu. Ia pun beranjak dari kursi dan menatap sebentar ibunya.
"Aku tidak punya banyak waktu untuk mengobrol hal yang menurutku tidak penting," Kata Amara sambil menyeka air matanya.
"Amara.....mau kemana kau?" Tanya Herlina juga ikut berdiri.
"Ibu urus saja putri ibu yang sedang terbaring dirumah sakit itu!" Seru Amara, berlalu begitu saja meninggalkan Herlina.
"Amara.....mau kemana kau, Amara.....tunggu nak, ibu akan mengantarkan mu pulang!" Panggil Herlina tapi Amara sama sekali tak menghiraukannya.
Herlina sangat tak kuasa melihat Amara pergi begitu saja, rasanya ingin sekali ia memeluk anak kandungnya itu. Herlina menitihkan air mata, ia kemudian juga melangkah pergi meninggalkan Kedai tersebut.
Amara lebih memilih naik Taxi untuk pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, Amara hanya diam dan terlihat membuang muka ke arah jendela. Dadanya begitu sesak, mulut tak lagi berkata. Air mata yang ia tahan sejak tadi kini tumpah begitu saja.
Jauh dari lubuk hatinya, Amara benar-benar merasakan rindu yang sudah lama ia bendung. Namun meski begitu, Amara juga merasakan sakit hati saat mengingat bagaimana dulu ibunya meninggalkan ia dan ayahnya.