WANTED DILARANG JIPLAK !!! LIHAT TANGGAL TERBIT !!!
Karena ketidaksengajaan yang membuat Shania Cleoza Maheswari (siswi SMA) dan Arkala Mahesa (guru kimia) mengikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan.
Shania adalah gadis dengan segudang kenakalan remaja terpaksa menikah muda dengan gurunya Arka, yang terkenal dingin, angkuh dan galak.
Tapi perjuangan cinta Shania tak sia sia, Arka dapat membuka hatinya untuk Shania, bahkan Arka sangat mencintai Shania, hanya saja perlakuan dingin Arka di awal pernikahan mereka membuat lubang menganga dalam hati Shania, bukan hanya itu saja cobaan rumah tangga yang mereka hadapi, Shania memiliki segudang cita cita dan asa di hidupnya, salah satunya menjadi atlit basket nasional, akankah Arka merelakan Shania, mengorbankan kehidupan rumah tangga impiannya ?
Bagaimana cara Arka menyikapi sifat kekanakan Shania.Dan bagaimana pula Arka membimbing Shania menjadi partner hidup untuk saling berbagi? ikuti yu asam manis kehidupan mereka disini..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus remedial
Baru saja Shania pergi melajukan motornya, Arka keluar dari dapur.
"Maaf saya sibuk Al, " Alya yang masih memperhatikan pintu masuk tempat Shania keluar, menoleh.
"Ah engga apa apa mas, maaf barusan Alya lihat gadis. Apa mas mengenalnya ? " tanya Alya, membuat Arka mengernyitkan dahinya.
"Manis deh, dia cantik mas..tapi sayang kecil kecil sudah menikah. Katanya kesini mau nganterin makanan buat suaminya. Sweet banget ya ! maaf Alya ga bawain apa apa buat mas, " ucapnya, merasa kalah dengan bocah.
"Tidak apa apa saya sudah makan barusan, " jawab Arka. Tentunya makan bekal yang Shania bawakan.
"Tadi mas mau ngomong apa ?" tanya Alya, tenggorokan Arka begitu tercekat, seakan ia belum sanggup untuk mengatakannya pada Alya.
"Apa Alya dulu yang bilang ya mas?" tanya nya.
"Oh iya silahkan, ladiest first !" jawab Arka membiarkan Alya bicara lebih dulu, sedangkan ia menata hatinya dulu untuk berbagai kemungkinan.
"Mas, kemarin bapak bertanya..kapan mas ke rumah buat lamar Alya. Apa tawaran melamar Alya masih berlaku ? mas masih menunggu Alya kan mas?" Seperti tersesat di persimpangan dan tak tau arah pulang. Arka seketika ambigu tak tau harus berkata apa, yang jelas ia ingin segera keluar dari pusara yang menyakitkan sekujur tubuhnya.
Melihat wajah berbinar Alya dan ramainya pengunjung tak mungkin ia bicarakan disini, yang ada Alya akan menangis di depan semua orang dan membuat heboh seisi cafe yang tengah ramai ramainya jam makan siang.
"Emh, nanti kita bicarakan lagi. Kamu sudah makan ?" tanya Arka, Alya menggeleng.
"Kalo begitu saya pesankan lalu makanlah, maaf saya masih sibuk Al, nanti kita bicara lagi, " jawab Arka, bukankah ini artinya Arka hanya mengulur ulur waktu, sementara bom waktu terus saja mengintai bersiap untuk meledak kapan saja, bukan tidak mungkin maksud Alya perempuan yang tadi adalah Shania.
"Iya mas, maaf Alya ganggu ya !"
Arka masuk ke dalam ruangannya, menyenderkan kepalanya ke kursi, tak berapa lama Dimas masuk.
"Ka ! kenapa loe ga ngomong cewek itu Shania ! gue udah kaya orang be*go suka sama bini orang !" wajah Dimas keruh.
"Gue sudah mau ngomong waktu itu, tapi Shania sendiri yang mengaku anak murid gue, Dim !" jawab Arka.
"Lalu sekarang apa ? bagaimana hubunganmu dengan Alya ? Alya hampir setiap hari kesini, Ka !" ujar Dimas nampak kesal.
"Secepatnya gue akan putuskan Alya, " jawab Arka.
Lama Dimas terdiam, "gue harap keputusan loe sesuai sama isi hati loe, Ka. Kalaupun loe lebih memilih Shania, loe harus bisa terima dia, jangan pernah loe sakitin dia. Akhirnya cinta gue kandas lagi sebelum berkembang," jawab Dimas kemudian ia pergi dari ruangan.
Seperti kebiasannya, Shania tidak langsung pulang ke rumahnya. Ia malah mampir ke pos satpam, jika siang menuju sore begini, sudah pasti Mas Edi lewat depan komplek, basonya lumayan enak, harganya pun terbilang receh, pas untuk kantongnya yang sedang kembang kempis.
Benar saja, kedua lelaki paruh baya itu sedang bercengkrama membicarakan pasal memancing, dengan pak Slamet yang ditemani segelas kopi hitam pekat instan yang sudah setengah gelas ia minum.
"Eh, neng Shania !"
"Mas, Shania mau basonya satu kaya biasa, tanpa mie pake pedes aja !"
"Abis darimana neng ?" tanya pak Slamet si satpam komplek.
"Abis ngenterin makan siang tadi buat pak Arka, " pak Slamet dan mas Edi sangat tau, jika Shania adalah istri Arka, hanya saja mereka tak menyangka di usia mudanya Shania sudah menikahi lelaki matang, jika dikatakan karena kecelakaan, tidak mungkin karena sampai sekarang perut Shania rata rata saja, tidak sedang berisi.
"Ini neng, satu porsi baso tanpa mie, cuma pake sambel aja buat neng Sha !" mas Edi menyerahkan semangkuk baso masih panas, itu terlihat dari kepulan asap yang keluar dari baso.
"Pak Slamet mau ?!" tawar Shania.
Ia menggeleng, "masih kenyang sama makan siang tadi, makasih ya neng.." jawabnya. Meskipun berbeda usia, tak menjadikan penghalang untuk Shania menyimak obrolan receh pak Slamet dan mas Edi, karena kebanyakan obrolan mereka berisi kelakar kocak yang mengocok perut, dengan sesekali pak Slamet dan mas Edi menyalakan rokoknya.
"Bu Astuti belum pulang ya neng ?" tanya pak Slamet.
"Belum pak, ibu masih di Surabaya. Katanya pakde nya pak Arka sakit, " jawab Shania menyelesaikan suapan terakhirnya.
"Berarti di rumah sendirian, neng ?" tanya mas Edi.
"Iya, makanya suka mampir kesini dulu, soalnya sepi ! bi Atun lagi cuti," jawabnya.
"Oh iya, si Atun kemana neng, ko ga keliatan ?!" tanya pak Slamet.
"Anak bi Atun sakit pak, kasian bi Atun udah ga ada laki...jadinya anaknya diurus sama keluarganya di kampung, "
"Kapan balik neng ?!" tanya pak Slamet.
"Kalo ga salah seminggu deh, ijinnya, " jawab Shania mengingat ingat.
"Mas, ini uangnya sama mangkoknya. Waduh udah jam 3 aja, Shania pulang dulu deh ! pak Slamet, mas Edi, Shania pamit ya ?!"
"Oh iya neng, hati hati...kalo ada apa apa mah, lari aja kesini !" seloroh pak Slamet.
"Siap 86 !" Shania melajukan kembali motornya yang hanya tinggal berjarak beberapa meter saja.
Ia memutar kunci dan masuk ke dalam rumah, lupa kalau ia belum membereskan kekacauan yang ia buat di dapur tadi.
"Sekalian deh, mumpung belum mandi, beres beres dulu !" mulai dari dapur, ruang tamu, meja makan, ruang tengah ia bereskan. Sekitar 2 jam kurang ia berkutat dengan sapu, lap pel, dan kemoceng. Badannya saja sudah terasa lengket dan kotor.
"Ternyata jadi bi Atun cape juga ya !" gumamnya. Ia meraih handuk lalu otewe menuju kamar mandi. Sejak kepergian ibu mertuanya kemarin, Shania selalu menahan kantuknya di siang hari, agar ia bisa rapelkan kantuknya di malam hari, meskipun tetap saja, ia baru bisa terlelap pukul setengah 12, setidaknya ada kemajuan. Kini ia harus mandiri, tidak boleh menggantungkan semuanya pada orang sekitarnya, terlebih ia capek selalu diomeli Arka, kupingnya sudah bengkak dan nyut nuyutan.
Terdengar suara mobil Arka dari halaman depan, sebagai istri yang baik berdasarkan info dari mesin pencari patutnya sang istri menyambut kedatangan suaminya, menyediakan minumnya. Dan itu yang akan Shania lakukan.
"Sore pak !" Shania mengulurkan tangannya kepada Arka. Sontak Arka mengernyit, "apa ? uang?" tanya nya.
"Ish ! bukan lah !" cebiknya.
"Maksud aku, tasnya...sini mau Shania bawain ga ?" tanya nya. Arka berohria, "tumben, ada angin apa?"
"Engga ada apa apa, cuma mau berbakti aja !" jawabnya, tapi Arka tertawa mencibir, bisa bisanya s3tan kecil ini bersikap manis, apa ini adalah caranya merayu agar ia diijinkan mengikuti pertandingan basket.
"Ga usah, saya bisa sendiri."
"Ck, dibantuin tulus ga mau, ya udah. Lagian kaya di dalemnya ada berlian aja, " cibirnya meledek.
"Di dalem itu ada nilai ulangan kimia mu !" jawab Arka.
"Berapa pak ? udah diperiksa ?!" Shania antusias.
"Sebagian, " jawab Arka.
"Terus hasilnya ?!" tanya Shania.
"Bad works !" dari jawaban Arka saja Shania sudah tau jika ia akan mengikuti remedial esok hari. Wajahnya murung, ia bahkan menyeret kakinya menuju kamar setelah memberikan segelas air putih untuk Arka.
Arka melihat wajah murung Shania, sebegitunya gadis itu ingin mengikuti pertandingan. Arka meraih handuk dan masuk ke dalam kamar mandi, ia lantas kembali menilai ulangan satu kelas Shania, Shania tak lupa menyerahkan kopi buatannya untuk Arka, karena tugas rutinnya kali ini bertambah.
"Mau kemana kamu ?!" tanya Arka.
"Mau belajar, takut besok pas remed nilainya merah lagi, " jawabnya malas.
"Nih, kisi kisi yang harus kamu hafalkan, jangan sampai merah lagi ! nilai kamu hanya kurang sedikit dari batas kkm, " jawab Arka menyerahkan hasil ulangan Shania yang bernilai 60 sedangkan kkm 75.
Setidaknya Shania memiliki acuan untuknya belajar, malam ini ia harus benar benar menghafal agar besok bisa mengerjakan ulangan dengan baik. Sepeninggal Shania, Arka teringat dengan kejadian tadi di cafe. Cepat atau lambat, baik Shania maupun Alya pasti tau. Arka harus membicarakannya agar tidak terjadi kesalahpahaman kelak nantinya.
.
.
.