NovelToon NovelToon
Saat Aku Berhenti Berharap

Saat Aku Berhenti Berharap

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dijodohkan Orang Tua / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:9k
Nilai: 5
Nama Author: Lisdaa Rustandy

Dua tahun menjadi istri dari pria cuek nan dingin yang tak pernah mencintaiku, aku masih bersabar dalam pernikahan ini dan berharap suatu hari nanti akan ada keajaiban untuk hubungan kami.
Tetapi, batas kesabaranku akhirnya habis, saat dia kembali dari luar kota dengan membawa seorang wanita yang ia kenalkan padaku sebagai istri barunya.
Hatiku sakit saat tahu dia menikah lagi tanpa izin dariku, haruskah dia melakukan hal seperti ini untuk menyakiti aku?
Jujur, aku tak mau di madu, meskipun awalnya aku meyakinkan diriku untuk menerima wanita itu di rumah kami. Aku memilih pergi, meminta perpisahan darinya karena itulah yang ia harapkan dariku selama ini.
Aku melangkah pergi meninggalkan rumah itu dengan hati yang hancur berkeping-keping. Kupikir semua sudah berakhir begitu aku pergi darinya, namun sesuatu yang tak terduga justru terjadi. Ia tak mau bercerai, dan memintaku untuk kembali padanya.
Ada apa dengannya?
Mengapa ia tiba-tiba memintaku mempertahankan rumah tangga kami?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisdaa Rustandy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#21

Selepas shalat magrib dan memakai kembali jilbabnya, Naysila pergi ke dapur dan membantu si Bibi (pembantu) untuk memasak makan malam.

Naysila yang sudah janji akan memasakan makanan kesukaan Bu Tamara, segera mengambil bahan-bahan yang ia butuhkan. Menyiapkannya sendiri dan memasaknya tanpa meminta bantuan siapapun.

Si Bibi yang tadinya berniat membantu, mengurungkan niatnya karena Naysila yang melarang.

Dengan cekatan Naysila memasak di kompor. Aroma harum rempah-rempah mulai memenuhi dapur, membuat suasana rumah seolah lebih hidup. Si Bibi hanya bisa tersenyum, berdiri di dekat kompor yang lain (memasak) sambil sesekali mengamati gerak lincah Naysila yang begitu terbiasa dengan pekerjaan itu.

"Masya Allah… Mbak Nay memang jago masak ya?" ujar si Bibi pelan. "Mas Al beruntung sekali punya istri yang jago masak. Pasti perutnya kenyang terus."

Naysila tersenyum getir, tidak membalas pujian si Bibi.

"Jangankan merasa bersyukur. Dia bahkan tidak pernah menganggapku ada," batin Naysila.

Si Bibi masih memperhatikan sambil mengaduk-aduk masakannya sendiri.

Naysila tak bicara lagi, fokus dengan masakannya, memastikan tidak gosong.

Setelah semua masakan siap, Naysila dan si Bibi menata makanan-makanan itu di atas meja makan. Semua orang datang dan duduk di kursinya masing-masing, termasuk Bu Tamara, yang memaksakan diri ingin makan di meja makan bersama Naysila.

"Wah, kelihatan sangat enak, Nay," ujar Bu Tamara, dengan mata berbinar melihat orek tempe, gulai ayam dan semur tahu favoritnya.

Naysila tersenyum malu. "Silakan dinikmati, Bu. Semoga Ibu segera sembuh ya."

"Aamiiin. Terima kasih banyak, Nay."

Naysila mengangguk.

Bu Tamara yang lebih dulu makan, seolah tak sabar ingin menikmati masakan menantunya itu. Pak Haldy dan Alden juga mulai mengisi piring mereka dan menikmati makanan yang disiapkan Naysila dan si Bibi.

Suasana di ruang makan cukup hening, tetapi terasa hangat karena berkumpulnya anggota keluarga.

"Nay, apa kegiatan kamu sekarang?" tanya Pak Haldy.

Naysila mengangkat wajah, menatap ayah mertuanya. "Belum ada kegiatan yang berarti, Yah. Saat ini, aku cuma diam di rumah dan bantu-bantu Ibu membereskan rumah. Tapi kalau Minggu depan, insyaallah aku sudah mulai sibuk."

"Sibuk apa?"

"Kerja," jawab Naysila.

"Kamu bekerja?"

"Iya. Baru diterima tadi. Katanya, Minggu depan baru boleh mulai kerja."

Mendengar percakapan Naysila dengan ayahnya, Alden berusaha tak menimpali, meskipun sebenarnya ia ingin bicara juga. Alden tak mau merusak suasana, jika nantinya kemungkinan akan ada sedikit pertengkaran.

Alden fokus pada makanannya, seolah tidak peduli dengan sekitarnya.

Naysila secara diam-diam memperhatikan suaminya. Ia menghela napas berat karena melihat Alden bahkan tak peduli pada obrolannya dengan Pak Haldy.

Selepas makan malam, mereka berkumpul di ruang keluarga. Pak Haldy terus mengajak Naysila bicara, sebab ia tahu putranya jelas merasa canggung dan juga malu untuk bicara dengan Naysila.

Ia berusaha membuat Naysila betah di rumahnya. Harapan untuk bisa melihat Naysila menjadi bagian dari keluarganya sangat besar.

Alden yang duduk tak jauh dari Naysila, cukup memerhatikan tanpa bicara sepatah kata pun. Ia sendiri bingung harus memulai dari mana jika harus mengobrol dengan Naysila.

Hingga tiba-tiba, suara bel berbunyi. Si Bibi gegas membukakan pintu untuk tamu yang datang. Rupanya mereka adalah kerabat keluarga Pak Haldy, yang datang untuk menjenguk Bu Tamara.

Mereka bergabung, berkumpul di ruang keluarga, sehingga membuat suasana semakin hangat. Canda tawa riang terdengar dari ruangan itu, Bu Tamara dan Pak Haldy terlihat senang mereka datang.

Beberapa saat kemudian Bu Tamara bertanya kepada Lidya, sepupu Alden yang masih kuliah.

"Lid, apa kamu mau menginap di sini?"

Lidya mengangguk. "Iya dong, Tante. Aku gak mungkin pulang ke kost-an, soalnya jauh, udah malah juga."

"Ya sudah, menginap saja. Besok kamu boleh pulang. Tante juga khawatir."

Lidya tersenyum lebar dan menganggukkan kepala.

Kemudian, Bu Tamara bertanya kepada Bu Mirna, adik iparnya, yang datang bersama suami dan anaknya.

"Mir, kamu juga akan menginap di sini, kan?" tanyanya.

Bu Mirna mengangguk. "Iya, Mbak. Soalnya, aku dan Mas Wira memutuskan untuk tetap di sini sampai besok. Biar kami bisa melihat bagaimana kondisi Mbak setelah ini."

"Ah, senangnya kalian menginap," ujar Bu Tamara senang. "Kalau begitu, kalian bisa menempati kamar tamu."

Spontan saja Naysila menoleh mendengar kalimat yang diucapkan Bu Tamara. Dalam hati ia berkata, "Kenapa Ibu bilang kalau mereka bisa menempati kamar tamu? Kamar tamunya kan sudah aku pakai satu. Nggak mungkin kalau Tante Mirna dan Lidya tidur sekamar, sedangkan Tante Mirna membawa suami dan anaknya."

Bu Tamara menatap Naysila, ia tersenyum lalu berkata, "Nay, Maaf ya, Sayang. Kamar tamunya sepertinya akan ditempati oleh Lidya dan Tante Mirna. Kalau kamu nggak keberatan, kamu tidurnya di kamar Alden saja."

Naysila tersentak. Tak menyangka Bu Tamara akan memintanya tidur sekamar dengan Alden. Sesuatu yang tak pernah ia inginkan sejak tadi.

Bu Tamara menatap Naysila penuh harap.

Seisi ruangan seolah ikut menoleh pada Naysila. Lidya langsung tersenyum jahil, sementara Bu Mirna hanya tersenyum misterius, seakan sedang menyembunyikan sesuatu.

Wajah Naysila memanas. Jantungnya berdegup kencang. Kata-kata untuk menolak sudah sampai di ujung lidah, tapi terhenti begitu melihat Bu Tamara yang menatapnya dengan mata penuh harap.

Naysila terdiam. Ia tak sanggup menolak. Mengatakan tidak berarti mengecewakan Bu Tamara, sementara hatinya tak tega melihat wanita itu terlihat begitu bahagia malam ini.

"Baiklah, Bu…" akhirnya ia berbisik lirih. "Aku ikut kemauan Ibu saja."

Bu Tamara tersenyum puas. "Terima kasih, Nak. Ibu senang sekali."

Di sisi lain, Alden yang sejak tadi diam, akhirnya menghela napas dalam-dalam. Ada rasa lega luar biasa yang ia sembunyikan di balik wajahnya yang tetap tenang. Seakan baru saja mendapatkan kesempatan langka yang sudah lama ia tunggu.

Pandangan matanya sekilas menelusuri wajah Naysila. Meski istrinya itu terlihat tak nyaman, bagi Alden, ini adalah kesempatan pertama untuk bisa berbicara lebih dekat, dan mungkin… lebih jujur.

Lidya yang duduk di sofa menyenggol pelan lengan sepupunya. "Deg-degan ya?" bisiknya jahil.

Alden menatapnya tajam dan balas berbisik, "Berisik, Bocah!"

"Cie... pasti dalam hatinya senang, kan?"

Alden mendengus, berpura-pura kesal, tapi dalam hatinya sangat senang.

Sementara Naysila menunduk makin dalam, wajahnya terasa panas. Ia hanya bisa menenangkan diri, meyakinkan dalam hati. "Hanya semalam. Aku harus tahan dengan cobaan ini."

*****

1
Tutuk Isnawati
😍 bu tamara getol bener pgn mntunya bertahan
Tutuk Isnawati
semangat thor😍
Lestari Ari Astuti
ditunggu kelanjutannya,setelah minum jus dari ibunya adel🤭
Tutuk Isnawati
kyanya ini ulah bu tamara biar kluarga adiknya nginep 🤣
Lisdaa Rustandy: sengaja dia mah biar anak mantu satu kamar🤣
total 1 replies
Sunaryati
Karena sejak awal pernikahan kamu langsung menutup hati, dan menyakiti hati dan sekarang malu akan berjuang, setelah merasakan kehilangan saat ditinggalkan
Sunaryati
Jika ragu akan disakiti lagi namun kamu akan beri kesempatan, buat perjanjian Nay
Aretha Shanum
ahh bosen alurnya , menye2 kaya bumi sempit ga ada lski2
Lisdaa Rustandy: iya, emang sempit kok. kalo mau yg luas keluar dari novel aja🤣🤣
total 1 replies
lovina
ketawa sj kalau baca novel modelan gini, wnaitanya selalu naif dan bodoh sdngkan laki2nya selalu di buat semaunya dan ujungnya balikan dgn ending sm semua novel, baca buku berkali2 dgn alur yg sama... niat amat author2 dadakan kek gini g bisa yah buat yg beda, g mungkinkan oyak nya cmn satu tuk semua author...kalau di kritik biasnaya tantrum
Lisdaa Rustandy: maaf, saya sudah berkarya hampir 4thn, jadi bukan dadakan lagi. Setidaknya buatlah versi anda sendiri sebelum menertawakan karya orang lain🤣🤣🤣
total 2 replies
Sunaryati
Kamu renungkan semua kesalahan kamu Alden, dan berpikir cara memperbaikinya. Nayla jika kamu masih ada cinta untuk Alden berpikir jernih baru ambil keputusan.
Lestari Ari Astuti
semoga bersatu kembali
partini
hemmm enak bener jadi laki udah cup sana cup nyesel minta maaf balikan ga jadi baca Thor
Lisdaa Rustandy: tapi Alden gak pernah ngapa2in sama Serena, kan dari awal cuma boongan. Cup sana cup sininya darimana, kak? 😄 Alden masih ORI itu
total 1 replies
Lestari Ari Astuti
di tunggu kelanjutannya
Tutuk Isnawati
nyesel deh sekarang gliran orgny dah. prgi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!