NovelToon NovelToon
TERSERET JANJI ATHAR

TERSERET JANJI ATHAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Idola sekolah
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Halwa adalah siswi beasiswa yang gigih belajar, namun sering dibully oleh Dinda. Ia diam-diam mengagumi Afrain, kakak kelas populer, pintar, dan sopan yang selalu melindunginya dari ejekan Dinda. Kedekatan mereka memuncak ketika Afrain secara terbuka membela Halwa dan mengajaknya pulang bersama setelah Halwa memenangkan lomba esai nasional.
Namun, di tengah benih-benih hubungan dengan Afrain, hidup Halwa berubah drastis. Saat menghadiri pesta Dinda, Halwa diculik dan dipaksa menikah mendadak dengan seorang pria asing bernama Athar di rumah sakit.
Athar, yang merupakan pria kaya, melakukan pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibunya yang sakit keras. Setelah akad, Athar langsung meninggalkannya untuk urusan bisnis, berjanji membiayai kehidupan Halwa dan memberitahunya bahwa ia kini resmi menjadi Nyonya Athar, membuat Halwa terombang-ambing antara perasaan dengan Afrain dan status pernikahannya yang tak terduga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Halwa sontak terperanjat ketika mendengar suara suaminya.

Ia sama sekali tidak menyangka jika Athar sudah pulang dari Turki, apalagi sudah menunggunya di mobil.

“Athar,”

Halwa menundukkan kepalanya, tidak tahu harus berkata apa lagi.

Cincin pernikahan yang baru saja ia ambil dari tas kini terasa panas di genggamannya.

“Aku kecewa sama kamu, Hal,” ujar Athar, suaranya rendah dan penuh bahaya, jauh lebih menakutkan daripada bentakan.

Athar menyalakan mesin mobilnya dan melaju menuju rumah.

Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya diam.

Keheningan itu mencekik Halwa sampai ia tidak berani membuka mulutnya, hanya bisa merasakan hawa dingin yang memancar dari suaminya.

Pikirannya dipenuhi adegan dansa dan pelukan Afrain, serta kebohongan yang ia katakan pada Athar.

Setibanya di rumah, Athar langsung turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan apa pun.

Pintu utama dibanting menutup dengan suara keras yang memantul di seluruh ruangan hening itu.

“Bagaimana ini?” ucap Halwa dalam hati, tubuhnya gemetar.

Ia sangat takut melihat Athar yang marah seperti itu, marah yang tertahan dan mematikan.

Halwa turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah.

Suasana rumah terasa berbeda. Sunyi, tidak ada Yunus atau pelayan lainnya yang menyambutnya, seolah rumah itu juga ikut menahan napas.

"MASUK KAMAR!" bentak Athar, suaranya menggelegar dari lantai atas.

Halwa tersentak, menjatuhkan tas sekolahnya di lantai.

Ia buru-buru memungutnya dan masuk kedalam lift dengan kaki gemetar.

Ia tahu, tidak ada tempat baginya untuk melarikan diri kali ini.

Saat Halwa memasuki kamar utama, Athar sudah berdiri di tengah ruangan, tangannya terlipat di dada.

Ia masih mengenakan setelan jas yang sama, namun kemejanya sudah dilonggarkan, memberikan kesan berbahaya yang tidak terkendali.

Mata Athar yang tajam menatap Halwa dari atas ke bawah, fokus pada gaun malam hitam yang dikenakan Halwa, gaun yang dia belikan.

Ada campuran rasa marah, pengkhianatan, dan kepemilikan yang terlihat jelas di matanya.

"Aku bilang, jangan membuatku kecewa," ucap Athar, langkahnya maju satu kali. "Dan apa yang kamu lakukan? Gaun yang kubelikan untukmu, kamu pakai untuk berdansa dalam pelukan lelaki lain."

"Athar, itu tugas sekolah. Prom night..."

"Tugas sekolah?" Athar tertawa sinis.

"Sejak kapan tugas sekolah mewajibkan seorang istri melepaskan cincin pernikahannya? Sejak kapan tugas sekolah mewajibkanmu berbohong pada pengawalmu sendiri dan pulang larut malam?"

Halwa menunduk, air mata sudah berkumpul di pelupuk matanya.

"Maafkan aku, Athar. Aku takut kamu akan melarangku."

Athar melangkah lagi, kini jarak mereka sangat dekat.

Ia mengulurkan tangan dan menarik dagu Halwa agar menatapnya.

Jari Athar menyentuh jejak lipstik tipis di bibir Halwa, lalu mengusapnya dengan ibu jarinya.

"Kamu pikir aku akan melarangmu? Tentu saja. Kamu istriku. Tugasmu adalah mendengarkan perkataanku," desis Athar, matanya memancarkan amarah yang membara.

"Kamu memilih untuk melanggar. Kamu memilih untuk berdansa dengannya, bahkan membiarkan dia menyentuhmu, mengira aku tidak akan tahu." Athar mendekatkan wajahnya.

"Ingat kata-kataku sebelum aku pergi, Halwa?"

Halwa menggeleng pelan, napasnya tersendat.

"Aku akan menagih hakku sebagai suamimu, jika kamu kembali membuat kesalahan." Athar mengunci mata Halwa, suaranya berubah dalam dan mengancam.

"Malam ini, Halwa. Hukumanmu dimulai."

Ia melepaskan dagu Halwa, lalu dengan gerakan cepat, Athar merobek gaun hitam elegan yang dikenakan Halwa, tepat di bagian bahu, membuat kain sutra mahal itu terlepas.

Halwa memejamkan matanya dan tangisannya pecah.

"Kamu ingin kebebasan, Halwa? Aku akan berikan kebebasan yang kamu butuhkan. Kebebasan untuk menjadi milikku seutuhnya. Di kamarku ini. Malam ini." Athar meraih pergelangan tangan Halwa, menariknya mendekat tanpa memberinya kesempatan untuk melawan.

Athar melepaskan pakaiannya di depan istrinya. Halwa langsung menutup kedua matanya dengan tangan, memalingkan wajahnya.

"Athar, aku minta maaf. Aku salah. Tolong, pakai pakaianmu," pinta Halwa, suaranya bergetar hebat.

Athar tidak menghiraukannya. Ia berjalan mendekat dan membopong tubuh Halwa dengan satu gerakan.

"Kamu harus dihukum," ucap Athar, suaranya serak.

"Athar, kamu mau apa? Tolong jangan seperti ini, Athar!" Halwa berusaha memberontak, memukul-mukul dada bidang suaminya yang keras.

"Aku sudah memintamu untuk tidak bersama dengan lelaki itu, tetapi kamu tidak mendengarkannya, Halwa."

Ia melempar tubuh Halwa ke tempat tidur dengan sangat kasar.

Athar naik ke atas, menindih Halwa, dan melanjutkan aksinya.

Gaun hitam yang ia belikan, yang sudah robek di bahu, kini dirobek lebih jauh hingga kainnya terlepas.

Halwa memejamkan mata, isakannya semakin keras. Kini, mereka berdua sama-sama tidak mengenakan sehelai pakaian pun.

"Athar, tolong lepaskan aku," pinta Halwa sambil menangis sesenggukan.

"Kamu takut denganku, Hal?" tanya Athar, senyumnya yang dingin dan menakutkan terlukis di wajahnya.

"Kamu takut dengan suami kamu sendiri?"

Tangan Athar mulai menjamah tubuh istrinya.

"Aku berhak atas tubuh kamu, Hal. Kamu istriku!"

"Athar, tolong jangan seperti ini," Halwa memohon, menggelengkan kepalanya.

"Kenapa, Hal? Kamu belum siap memberikan kewajibanmu? Atau kamu mau melakukannya dengan Afrain?"

Halwa merasa terhina saat mendengar perkataan dari suaminya sendiri.

Perkataan itu menghantamnya lebih keras daripada tamparan.

"Apa kamu sudah puas merendahkan aku? Aku bukan wanita nakal, Athar!" balas Halwa, suaranya penuh rasa sakit.

"Mari kita buktikan sekarang."

Halwa menggelengkan kepalanya panik saat Athar bersiap melakukan apa yang ada di pikirannya.

Detak jantungnya berdetak kencang, memukul-mukul telinganya saat tangan Athar menjamahnya.

"Kamu jahat!!" Halwa menjerit kecil.

"Memang aku jahat, Halwa!" balas Athar, mengunci pandangannya ke mata Halwa.

Halwa menangis sesenggukan, seluruh tubuhnya gemetar, tak berdaya di bawah kendali suaminya.

Athar, yang sudah berada di puncak amarahnya dan hendak melakukan aksinya, tiba-tiba berdiri.

Ia menatap Halwa yang menangis sesenggukan di ranjang, lalu menarik napas kasar.

Api cemburu dan posesif masih membakar, tetapi isak tangis Halwa seolah menariknya kembali ke batas kesadaran.

Ia memungut celana panjangnya dan dengan cepat mengenakannya, lalu memunggungi Halwa.

Halwa masih menangis sesenggukan sambil menutup tubuhnya dengan selimut.

Ia tidak mengerti kenapa Athar tiba-tiba berhenti, namun ia merasa sedikit lega.

Athar berjalan keluar kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun, meninggalkan Halwa sendirian di dalam keheningan yang menyakitkan.

Ia berjalan menuju ke ruang kerjanya dan disana ia mengacak-acak rambutnya.

"Apa yang sudah aku lakukan?"

Keesokan paginya, matahari bersinar terang, namun kamar itu terasa gelap bagi Halwa.

Ia terbangun dan tidak menemukan keberadaan suaminya

Segera Halwa masuk ke kamar mandi dan mengenai seragam sekolahnya

Ia segera menuju keruang makan dimana hanya ada Yunus yang berdiri di samping meja.

"Yunus, dimana suamiku?" tanya Halwa.

"Tuan Athar sudah berangkat ke kantor, Nyonya," jawab Yunus dengan wajah tegang, menghindari kontak mata.

Ia tahu apa yang terjadi semalam, meskipun ia tidak melihatnya.

"Yunus, aku keluar dulu," ucap Halwa

Yunus mendekat dan menyerahkan kunci mobil pribadi Athar.

"Tuan Athar berpesan agar Anda bisa bepergian sendiri hari ini. Beliau ingin Nyonya punya kebebasan."

Halwa merasakan kata 'kebebasan' itu seperti ejekan pahit.

Kebebasan apa jika ia diperlakukan seperti itu? Ia tahu Athar mendiamkannya, menghukumnya dengan jarak dan rasa dingin.

"Terima kasih, Yunus."

Halwa mengambil kunci itu dan bergegas meninggalkan rumah.

 Ia mengendarai mobil menuju sekolah, namun hatinya dipenuhi amarah dan rasa tidak adil.

"Dia merendahkan aku, menuduhku wanita nakal, lalu pergi begitu saja? Tidak, aku harus bicara dengannya."

Halwa memutar kemudi mobil dan mengubah arah tujuannya menuju ke kantor Athar.

Beberapa menit kemudian Halwa tiba di gedung pencakar langit megah Emirhan Group.

Ia turun dari mobil dengan penampilannya yang sederhana dengan seragam sekolah, meskipun sudah disempurnakan oleh perhiasan dan tas bermerek, tetap kontras dengan suasana kantor yang dipenuhi karyawan berjas rapi.

Ia berjalan ke meja resepsionis

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu, Adik?" tanya seorang resepsionis dengan senyum meremehkan.

"Saya mencari Athar Emirhan. Suami saya," jawab Halwa tegas.

Tawa kecil terdengar dari beberapa karyawan yang kebetulan lewat.

Mereka melirik Halwa yang mengenakan seragam sekolah dengan tatapan penuh selidik.

"Suami? Nona, Anda ini murid magang dari mana? Kantor ini bukan tempat main-main. Athar Emirhan adalah CEO kami," ujar resepsionis tersebut, menahan tawa.

"Saya benar, saya istrinya!" seru Halwa, suaranya sedikit meninggi.

"Tolong, Nona, jangan membuat keributan. Kalau Anda tidak punya janji, silakan keluar," ucap resepsionis itu, kini wajahnya berubah masam.

Seorang petugas keamanan dengan badan besar mendekati Halwa, siap mengusirnya. "Ayo, Nona. Keluar dengan baik-baik."

Saat petugas keamanan hendak meraih lengannya, Halwa melihatnya.

Dari balik kaca ruang rapat, Athar sedang berdiri sambil berbicara dengan seorang wanita cantik berjas formal, sepertinya seorang klien penting. Wanita itu tertawa, terlihat akrab.

"Athar!" panggil Halwa, mendorong tubuh satpam itu dan berlari ke arah ruangan itu.

Tepat saat Halwa mencapai pintu kaca, Athar berbalik.

Ia melihat Halwa yang sedang berjuang melawan petugas keamanan di tengah lobi, seragamnya sedikit kusut, matanya sembab, dan di sekelilingnya, karyawan-karyawan berbisik sambil menahan tawa.

Mata Athar langsung memancarkan kemarahan yang lebih besar daripada semalam.

Tanpa basa-basi, Athar berjalan cepat, melewati wanita yang tadi bersamanya. Langkahnya seperti badai.

"HENTIKAN!" teriak Athar, suaranya menggelegar di seluruh lobi.

Ia langsung menghampiri petugas keamanan itu dan melayangkan pukulan keras ke wajahnya.

Tubuh petugas keamanan itu terhuyung, tersungkur ke lantai. Seluruh lobi hening seketika.

Athar menarik Halwa ke belakang tubuhnya, melindunginya dengan aura mengancam.

Matanya menatap tajam ke arah karyawan-karyawan yang tadi tertawa.

"Apa yang kalian lakukan terhadap Halwa Emirhan?!" bentak Athar, menyebut nama lengkap istrinya dengan penekanan, memastikan semua orang mendengarnya.

Halwa menatap punggung suaminya yang lebar, yang membelanya di depan semua orang, bahkan di depan kliennya.

Ia tidak menyangka jika lelaki yang semalam marah dengannya, sekarang melindunginya.

1
November
lanjut
My 78
di tunggu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!