Tristan Bagaskara kisah cintanya tidak terukir di masa kini, melainkan terperangkap beku di masa lalu, tepatnya pada sosok cinta pertamanya yang gagal dia dapatkan.
Bagi Tristan, cinta bukanlah janji-janji baru, melainkan sebuah arsip sempurna yang hanya dimiliki oleh satu nama. Kegagalannya mendapatkan gadis itu 13 tahun silam tidak memicu dirinya untuk 'pindah ke lain hati. Tristan justru memilih untuk tidak memiliki hati lain sama sekali.
Hingga sosok bernama Dinda Kanya Putri datang ke kehidupannya.
Dia membawa hawa baru, keceriaan yang berbeda dan senyum yang menawan.
Mungkinkah pondasi cinta yang di kukung lama terburai karena kehadirannya?
Apakah Dinda mampu menggoyahkan hati Tristan?
#fiksiremaja #fiksiwanita
Halo Guys.
Ini karya pertama saya di Noveltoon.
Salam kenal semuanya, mohon dukungannya dengan memberi komentar dan ulasannya ya. Ini kisah cinta yang manis. Terimakasih ❤️❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa satya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku akan membawamu terbang
Pesta dansa akan segera berlangsung. Setelah acara potong kue semua orang berkumpul di tengah-tengah aula. Iringan musik membangkitkan suasana.
Tristan dan Dinda juga mendekat. Begitupun dengan para tamu lainnya.
Gugup.
Dinda sangat gugup, tangannya terus terpaut dengan tangan atasannya. Tristan sesekali melirik ke arahnya membuat rona malu tercipta di pipinya.
"Aku ngga bisa dansa."
"Nggak masalah, dulu aku juga pernah menemukan seseorang yang ngga bisa dansa."
"Oh ya?"
"Iya, dia gugup sama sepertimu." Bisik Tristan.
"Apa dia, Nana?"
Pemuda itu menggelengkan kepala.
"Bukan, orang lain."
Dinda tersenyum, ya setidaknya Tristan tidak membandingkannya dengan Nana.
Angelo dan Zeeland berjalan menghampiri.
"Tuan Tristan, hay." Angelo menyalami lalu memeluk pemuda itu.
"Hay Tuan Angelo, aku sudah menepati ucapanku bukan?"
Angelo mengangguk.
"Ya, terimakasih sudah datang. Nona Dinda juga sangat cantik, boleh aku berdansa dengannya?"
Mendapati pertanyaan seperti itu, Tristan menyerahkan keputusan ini pada Dinda.
"Emm, Tuan Angelo. Saya tidak bermaksud untuk menolak tapi sungguh, saya tidak bisa dansa."
"Akan saya ajari." Tekad El sudah kuat. Dia menoleh pada Tristan untuk meminta izin, dan pemuda itu mempersilahkan.
"Tristan, aku ...." Dinda berharap Tristan akan menahannya tapi Angelo buru-buru memeluk pinggangnya.
Gadis itu seketika menegang, El mendekapnya cukup erat membuat Dinda merasa tak nyaman.
"Pak."
"Panggil El saja, Nona." Bulu kuduk Dinda meremang.
"Anda sangat cantik hari ini, jauh lebih cantik dari pertemuan kita terakhir kali."
Pletak.
"Achh!" El melepas rengkuhannya saat Dinda tak sengaja menginjak kakinya.
"Maaf, Pak El."
Semua tamu memperhatikan mereka, Dinda bermaksud menolongnya tapi dia justru menubruk kepala El hingga mereka kembali mengadu kesakitan.
"Achh!!" Beberapa orang tertawa, begitupun dengan Tristan. Nana dan Letisya juga tertawa, ini mengingatkan mereka dengan masa lalu.
"Pak El, saya benar-benar tidak bisa berdansa."
"Oke, tidak masalah Nona Dinda."
El kembali meraih tangannya. Dinda nervous dan berulang kali mengatur nafas.
"Santai saja, aku nggak gigit kok."
Dinda menoleh dan Tristan masih menatapnya. Gadis itu tak mau mempermalukan bosnya dan berusaha agar tampil mengesankan.
"Jadi kau ingin menikah muda dengannya?"
"Hah?"
"Kamu ingin menikah dengan Tristan, kalau dilihat dia memang sudah cukup umur."
Dinda kembali melirik Tristan yang jauh dari pandangan.
"Apa dia type idealmu?"
"Kau tahu, dia cukup tua."
Mendengar itu, Dinda dengan sengaja menginjak kakinya.
"Auww." Di saat yang sama musik berakhir dan berganti dengan musik yang lain. Ini artinya mereka akan berganti pasangan. Zeeland tak membiarkan Tristan mendekat, dia lebih dulu menghampiri Dinda dan menariknya kembali ke lantai dansa.
"Mau kemana? Buru-buru banget."
Dinda terhenyak, dia menatap Tristan tapi sang bos hanya tersenyum.
"Saya ngga bisa Dansa, Pak."
"Tidak masalah, akan saya tuntun."
Dinda pasrah, saat dia menoleh sekali lagi untuk melihat bosnya, seorang wanita asing justru mendekati dan mengajak Tristan berdansa.
Tatapan gadis itu tak beralih sedikitpun. Hal itu membuat Zeeland menyadari sesuatu.
"Kalian benar-benar pasangan?"
"Ya, menurut Pak Zeland bagaimana kami memakai cincin yang sama jika kami tak punya hubungan."
Angelo mundur dan Zeeland tersenyum, rupanya kedua pemuda itu terlibat taruhan.
"Wow, kalau boleh aku tahu apa yang kau suka darinya?"
Dinda kembali melihat ke arah Bosnya.
"Semuanya, dia tak memiliki kekurangan."
"Oh ya, padahal aku dengar Pak Tristan menjomblo cukup lama karena menantikan seorang wanita."
Dinda menelan salivanya.
"Kau yakin bisa memenangkan hatinya?"
"Tentu saja. Masa lalu, selamanya hanya ada di belakang."
Zeeland melirik jam tangannya, belum juga sampai pada masa yang di sepakati dengan Angelo, Dinda kembali menginjak kakinya.
"Auww."
"Upss, sorry." Angelo tertawa, ini artinya di antara mereka tidak ada yang menang.
Dinda kesal dan segera cabut, Tristan bukan tak menyadari kemarahannya, namun dia membiarkan Zeeland dan Angelo menghadapi karakter gadis itu.
Saat Dinda akan ke toilet untuk merapikan diri, Tristan mendekat dan merengkuh pinggangnya.
"Hey kau! Jangan kurang a ...." Gadis itu terpaku menyadari siapa yang memeluknya.
"Tegang sekali, ada apa?"
Netra Dinda memanas, dia akan menangis namun juga merasa malu, gadis itu memilih memeluk Tristan tak peduli tatapan semua orang akan memperhatikan mereka.
"Ada apa? Apa mereka kurang ajar padamu?" Suara Tristan berubah menjadi cemas.
Dinda menggelengkan kepala.
"Ada apa?"
Gadis itu melerai pelukannya, dia menatap bosnya lekat dan musik pun berganti.
"Maaf ya, aku tidak bisa berdansa. Aku tidak bisa mengesankan pak bos di depan klien."
"Siapa bilang kau tidak bisa?"
Dinda merasa kecewa.
"Injak ujung sepatuku?"
"Hah?"
Tristan tersenyum dan berbisik di telinganya.
"Aku akan membawamu terbang." Untuk pertama kalinya, Dinda terpesona dan tak bisa berkata apa-apa.
"Berdansa lah denganku, Nona." Gadis itu mematuhi perintahnya.
Tristan mengambil langkah, dan Dinda benar-benar menginjak ujung sepatu bosnya.
Awalnya hanya gerakan ringan ke kanan dan kiri, saat Dinda merasa luwes seolah bisa membaca tiap ketuk yang dilakukan pemuda itu. Tristan pun mulai mempercepat gerakan dansanya.
"Tristan aku ...."
"Santay saja, aku bersamamu."
Tristan sesekali mendorongnya dan membuat Dinda berputar indah dibawa kendalinya.
Orang-orang memperhatikan begitupun dengan Nana dan Letisya. Kedua wanita itu tersenyum seolah menyadari sesuatu.
"Dia benar-benar menemukan wanita yang mencintainya."
"Ya sepertinya begitu," seru Nana.
Tristan tersenyum kala menyadari Dinda bisa berdansa mengikuti gerak kakinya. Dulu Letisya juga sering menginjak kakinya tapi saat berdansa dengan Roger, Letisya seperti seorang piawai.
Kini dia melihat hal yang sama pada Dinda, bukan karena gadis itu tak bisa dansa melainkan Dinda sangat percaya padanya.
Di putaran akhir, Tristan membuat gadis itu terpukau dan jatuh ke dalam pelukannya.
Tepuk tangan terdengar meriah, mereka terlalu asyik hingga tak menyadari orang-orang tengah memperhatikan mereka.
"Tarian yang indah," ucap David memberi semangat.
Tristan tersenyum dan membungkuk menerima kehormatan itu.
"Terimakasih."
Orang-orang penting juga menyadari kehadiran Tristan di sana.
Sedang Dinda, gadis itu masih shock, tak menyangka dia bisa menyelesaikan tariannya dengan mudah bersama Tristan.
"Kerja bagus," bisik sang bos di telinganya.
Dinda merasakan hal yang lain, dia terpaku dengan bibir Tristan lalu menatap mata pemuda itu.
"Bos," bisiknya.
Tristan mengedikan alisnya dan entah mengapa itu terlihat keren.
"Aku ingin ke toilet."
Tristan mengangguk tapi tak melepaskan pelukannya.
"Mau aku temani?" Godanya.
Dinda terhenyak dan malu secara bersamaan.
"Aku bercanda."
Rengkuhan Tristan pun terlepas dan Dinda segera mencari toilet. Nafasnya memburu, dia tak lagi nervous tapi juga tak percaya jika dia bisa menari dengan bosnya.
"Ya Tuhan, pipiku."
Tiba di toilet, Dinda terus menatap wajahnya di cermin. Bayangan dirinya yang menari dalam pelukan Tristan Bagaskara mulai mengganggu kewarasannya.
"Oh tidak. Kenapa jantungku berdebar tidak karuan." Di saat yang sama, Nana masuk dan bertemu dengannya.
Melihat wanita itu, Dinda pun bermaksud menuju ke bilik toilet demi menghindar.
"Tarianmu bagus," ucap Nana menahan langkah Dinda menjauh dari sana.
"Terimakasih."
"Kau tahu, kau sangat beruntung." Dinda tak mengerti, dia berbalik dan menatap wajah wanita itu.
"Dulu, saat pesta kelulusan. Banyak gadis yang mengantri ingin berdansa dengan Kak Tristan. Aku pun pernah ikut berebut menginginkan kesempatan itu tapi begitu mustahil."
"Tapi anda berhasil berdansa dengannya kan?" Tebak Dinda. Tristan pernah menceritakan jika Nana menembaknya saat pesta dansa. Dan itu membuat Dinda tergelitik mengetahui Nana kembali mengenang masa lalu.
"Benar, tapi itu butuh perjuangan. Berbeda denganmu."
Dinda mengangguk.
Meski dia bukan kekasih yang sebenarnya, Dinda memilih menikmati pujian itu.
"Ya kau benar."
"Dinda, jika kau berhasil mendapatkan hatinya. Tolong jaga dia baik-baik. Bahagiakan kak Tristan, cintai dia setulus hatimu," ucapan Nana membuat Dinda terpaku.
"Aku berdoa semoga hubungan kalian langgeng sampai kakek nenek."
lnjut thor
kalau bos mu tak bisa melindungi ya sudah kamu pasang pagar sendiri aja ya
kejar dia, atau justru anda yg akan d tinggalkan lagi
bikin ketawa sendiri, makin rajin upnya ya thor,