NovelToon NovelToon
Candu Istri Klienku

Candu Istri Klienku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:10.4k
Nilai: 5
Nama Author: N_dafa

"Jangan, Mas! aku sudah bersuami."
"Suami macam apa yang kamu pertahankan itu? suami yang selalu menyakitimu, hem?"
"Itu bukan urusanmu, Mas."
"Akan menjadi urusanku, karena kamu milikku."
"akh!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N_dafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

*

“Ketemu, Don?” Tanya Rendy dengan wajah paniknya.

“Enggak, Bos. Ajeng nggak ada dimana-mana. Kemungkinan, dia sudah pergi dari sini.”

“Ah, sial!” Rendy mengumpat kesal seraya meninju udara.

Sudah lebih dari setengah jam, mereka mencari Ajeng karena wanita itu tak kunjung muncul lagi setelah ke toilet tadi.

Rendy sampai turun tangan mencari sendiri istri pertamanya itu ke toilet wanita, dengan bantuan seorang pelayan. Namun, hasilnya tetap nihil, Ajeng tak ada di dalam sana.

Doni pun juga mencari ke setiap sudut cafe termasuk lantai atas. Namun, sama saja lelaki itupun tak membuahkan hasil. Doni tak bisa menemukan Ajeng, meskipun hanya bayangannya saja.

Mereka berdua juga sudah bergantian menelpon Ajeng. Tapi, lagi-lagi panggilannya tidak mendapatkan respon sama sekali.

Ah, iya. Jangankan mendapatkan respon, nomor wanita itu saja sedang berada diluar jangkauan.

“Bisa mantau cctv nggan, Don?” Tanya Rendy, baru mendapatkan ide.

Doni menggaruk pelipisnya, sedikit bingung.

“Tapi, Bos. Kalau kita periksa cctv, kemungkinan akan menimbulkan pemberitaan miring yang bisa menguntungkan pihak lain.”

“Ya caranya diam-diam dong, Doni. Masa gitu aja nggak tahu?” Rendy nampak frustasi.

“Kalau begitu, kita harus suap restoran ini, Bos.”

“Nggak masalah! Yang penting, Ajeng ketemu.”

Doni mengangguk mengerti. “Oke, saya cek dulu kalau begitu, Bos. Atau Bos mau ikut juga?”

“Ya, gue ikut, Don. Gue mau—”

“Mas…” rengek Sabrina tiba-tiba.

Secara otomatis, lelaki itu berpindah fokus kepada istri mudanya.

“Kenapa?” tanya Rendy sedikit membentak.

“Kok kamu marah, Mas?” Rupanya, respon Sabrina diluar nalar. Wanita itu cemberut, bibirnya mulai bergetar mencari iba.

Rendy sendiri menghela nafas panjang, lalu berusaha bersikap sewajar mungkin kepada Sabrina.

“Aku nggak marah, sayang. Tapi, kamu tahu sendiri kalau Ajeng hilang.”

“Ya memangnya kenapa kalau dia hilang? Kan kamu masih punya aku. Nggak perlu marah-marah juga sama aku.”

“Ck.” Rendy menarik nafasnya lagi agar lebih tenang. “Tidak begitu, Brina. Ajeng itu juga istriku. Nggak seharusnya kamu bilang seperti itu.”

“Bisa aja dia kesal sama kamu karena kamu ngurung dia kemarin. Itu kan salah kamu sendiri, Mas. Kenapa aku jadi ikut dibentak-bentak.”

“Astaga…” Rendy mengusap wajahnya kasar. “Oke. Ini salahku. Tapi, mau itu salahku atau salahmu sekalipun, setidaknya jangan menambahi bebanku dengan hal-hal nggak penting dulu.”

“Oh, jadi aku beban buat kamu?” Sabrina benar-benar menguji kesabaran Rendy.

Rendy mendengus kasar.

Dia pikir, berbicara dengan Sabrina saat ini, tidak akan pernah bisa ketemu titik terang.

“Oke, sekarang apa maumu?” Rendy sudah sudah berusaha berbicara lembut, tapi rupanya respon Sabrina masih tidak bisa diprediksi.

“Kamu nantangin aku, Mas? Kamu mau ceraiin aku, gitu?”

“Astaga, Brina!” Rendy sampai mengacak rambutnya frustasi. “Bisa nggak mikirnya yang baik-baik aja? Kamu ini sedang hamil loh.”

“Justru, orang hamil itu sensitif. Tapi, kamunya malah nggak ngerti.”

“Aku nggak ngertiin kamu?” Tanya Rendy dengan dengusan miris. “Jadi, selama ini kamu anggap apa usahaku selalu ada buat kamu, hem? Aku udah berusaha mengerti kamu, Brina. Bahkan, aku mengacuhkan Ajeng sampai hubungan kami berakhir seperti ini. Apa itu masih kurang? Aku cuma minta waktu sebentar aja buat nyari Ajeng. Masa kamu masih nggak ngasih aku kesempatan? Kita ini sedang dalam masalah loh, sayang.”

“Itu kan masalah kalian. Kenapa bawa-bawa aku?” Brina masih tak mau kalah ternyata.

“Masalahku sama masalah Ajeng akan menjadi masalahmu juga. Kamu juga bagian dari kami. Sebelum kita menikah, kamu sudah kuberi peringatan dulu. Tapi, kamu yang ngeyel sampai mengarang cerita kita khilaf segala. Padahal, semua itu terjadi karena kita mau sama mau.”

“Kok kamu nyalahin aku lagi, Mas?”

Rendy sampai mengepalkan tangannya dengan suara geram.

“Aku nggak nyalahin kamu. Aku sedang ada masalah. Aku cuma minta pengertian kamu untuk mengerti saja.” Rendy sampai sedikit berteriak karena gemas.

“Memangnya, nggak bisa sekali saja gantian kamu yang mengerti aku? Masalahku sama Ajeng itu, juga akan berdampak sama kamu. Semua yang kamu miliki sekarang, Ajeng yang berjasa. Kamu yang minta berada di posisi ini. Kamu juga yang minta aku jadikan istri kedua. Aku nggak menyesal. Tapi paling enggak, tolong mengertilah aku sedikit saja.”

Sabrina masih bergeming dengan sinis.

“Atau kalau kamu memang nggak suka lagi hidup bareng-bareng sama aku dan Ajeng, kamu bisa pergi. Seharusnya, aku tidak berkewajiban bertanggung jawab karena aku menemukan kamu juga sudah nggak suci lagi. Aku juga sudah kasih kamu banyak hal dari hubungan terlarang kita di belakang Ajeng.”

“Kok malah ungkit itu sih, Mas?” Sabrina mulai terlihat panik.

“Ya mau gimana lagi? Tidak seharusnya aku selingkuh dari Ajeng kan? Kalau sudah seperti ini, aku menyesal karena sudah nyuekin dia.”

“Tapi aku lagi hamil.”

“Aku juga bisa menghamili Ajeng. Tapi, Ajeng masih menunda kehamilan demi agar bisa fokus sama usaha kamu dulu.”

Wanita itu mendadak gugup.

“Y—ya… ya sudah. Tapi jangan bentak-bentak juga. Sana kalau mau nyari Mbak Ajeng. Tapi, aku nggak ikut. Aku tunggu disini aja.”

Rendy membuang nafasnya berat sekali. “Ya sudah, tunggu disini dulu, dan jangan kemana-mana.”

Sabrina hanya mengangguk dengan kerlingan mata kesal.

Setelah merasa Sabrina bisa dijinakkan, Rendy keluar dari tempat mereka, bersama Doni. Tentu saja, tujuannya untuk mencari Ajeng.

“Sialan! Masih kurang juga ternyata perhatian gue selama ini. Kayaknya, gue harus pakai gaya lain, biar Mas Rendy klepek-klepek lagi sama gue. Biar dia benar-benar bisa melupakan Ajeng, lalu menendangnya jaih. Tapi, tentu saja setelah semua asetnya jatuh ke tanganku.” Gumam Sabrina melirik sinis ke arah pintu.

Sementara Rendy benar-benar uring-uringan karena kehilangan Ajeng. Tidak hanya urusan usaha. Tapi nyatanya, lelaki itu pun sebenarnya masih mencintai istrinya hingga takut kehilangan.

Ya, begitulah laki-laki. Dia selalu bisa meletakkan dua wanita di hatinya. Satu, wanita yang benar-benar dicinta, tapi tak harus selalu bergelut dengan nafsu. Sementara satu lagi, wanita yang bisa diajak bersenang-senang dan selalu bisa memanjakan hasratnya yang menggebu.

Sama-sama cinta, tapi dengan versi yang berbeda. Sama-sama dibutuhkan, tapi dengan fungsi yang berbeda. Dan sama-sama diinginkan, tapi dengan tujuan yang berbeda.

Sialnya, keduanya sama-sama penting untuk Rendy.

Meskipun dia sedang bosan dengan Ajeng, tapi nyatanya kalau ada masalah penting seperti ini, Rendy kalang kabut juga.

“Gimana kalau Ajeng tiba-tiba gugat cerai gue, Don? Apa yang harus gue lakukan?” Rendy bertanya saat mereka menunggu keputusan pihak restoran.

“Memangnya, Bos masih butuh Ajeng?”

Plak!

“Ah, sakit, Bos!” Keluh lelaki seumuran Rendy itu, sambil mengusap kepalanya.

“Pertanyaan lo nggak ada gunanya. Ya jelas lah, gue masih butuh Ajeng. Lo gimana sih?”

“Buat apa? Buat konten atau buat bisnis doang, Bos?” Doni menaikkan satu alisnya.

Rendy langsung menghunus tatapan tajam ke arah Doni.

“Kok lo ngomong gitu? Apa maksudnya?”

Doni tersenyum kecil. “Saya kira, bos udah nggak suka sama Ajeng lagi Bos terlalu sibuk sama Sabrina. Jujur aja ya, Bos. Saya sama anak-anak kasihan sama Ajeng. Tapi, mau ikut campur pun, kami nggak punya hak.”

Doni menjeda ucapannya sebentar untuk menarik nafas.

“Terserah kalau Bos Rendy mau marah. Tapi, menurut saya wajar kalau Ajeng pergi. Sudah diacuhkan, cuma dipanggil saat dibutuhkan, Bos selalu pilih kasih, dan yang terakhir Bos malah ngurung Ajeng seperti nggak menghargai dia sama sekali. Pasti Ajeng sakit lah, Bos.”

“Tapi dia mau gugat cerai gue, Doni. Dan gue nggak mau itu terjadi sama gue.”

“Maaf lagi ya, Bos, ya…. Tapi, Ajeng kayak gitu juga ada penyebabnya. Kalau saya jadi Ajeng, mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama.”

“Ck. Kenapa sih mereka nggak ada yang bisa mengertiin gue? Lo juga.” Rendy kembali nampak frustasi.

“Siapa, Bos?” Doni malah bertanya.

“Ya Ajeng sama Sabrina lah. Kenapa mereka nggak bisa ngerti, kalau gue itu serba salah karena mereka berdua. Kenapa nggak bisa saling ngerti padahal sudah dapat jatah masing-masing.”

“Kalau itu, tanyakan sama Sabrina, Bos. Dia yang selalu menyita waktu Bos Rendy sampai mengacuhkan Ajeng.” Doni menjeda perkataan lagi, karena merasa ragu. “Maaf sekali lagi ya, Bos. Tapi, saya rasa Ajeng seperti itu, karena sikap Bos sama yang selalu mengutamakan Sabrina.”

Rendy mengusap wajahnya frustasi.

“Terus, kalau udah begini, gue harus gimana, Don?” Lelaki itu benar-benar putus asa.

Doni mengedikkan bahunya, tapi masih menjawab. “Kalau itu sih saya cuma bisa kasih saran, berusahalah berbuat baik lagi sama Ajeng, Bos. Itupun kalau Ajeng masih mau kembali sama Bos Rendy.”

“Silahkan masuk, Pak!” Seseorang tiba-tiba datang, mempersilahkan Rendy dan Doni yang duduk di depan ruangan khusus cctv.

Secara otomatis, obrolan mereka terhenti, diganti dengan fokus yang lain. Mereka masuk ke ruangan cctv dan mulai memeriksa rekaman disana.

“Maaf, Pak Rendy. Kami hanya bisa memantau Bu Ajeng sampai di sini saja. Keluar ruang private, sampai akhirnya ke toilet, Bu Ajeng masih nampak.”

“Tapi, sampai di parkiran, Bu Ajeng tidak terlihat lagi. Kemungkinan besar dia pergi dengan mobil yang tidak terpantau cctv.” Seorang ahli, karyawan restoran itu menjelaskan dengan yakin.

Hanya saja, masih ada sesuatu hal yang membuat Rendy merasa janggal.

“Tadi, saya ketemu istri saya di sekitar toilet. Tapi, kenapa rekamannya nggak ada?” Tanya Rendy butuh kepastian .

“Di sebelah mana, Pak? Sepertinya, yang anda maksud itu adalah blind spot dari kamera kami.”

Rendy tak langsung berkomentar. Dia menatap satu persatu cctv di sana, masih berusaha mencari titik terang.

Namun setelah beberapa saat dia tak mendapatkan petunjuk, akhirnya Rendy menyerah.

“Ya sudah. Makasih atas bantuannya. Maaf sudah merepotkan kalian semua.”

Pada akhirnya, Rendy keluar dari ruangan pantau cctv restoran, dengan tangan kosong.

Tentu saja, dia tak tahu jika ada seseorang yang lebih pintar dari dia, karena sudah lebih dulu mengkoordinasi rencana yang dibuat.

Nyatanya, rencana Biantara lebih matang, daripada Rendy yang diserang tiba-tiba. Suapan Biantara pun, tentu saja lebih besar, dan pengaruhnya lebih berpower dibandingkan suami Ajeng.

1
Yunita aristya
ren2 nanti Ajeng sudah pergi baru tau rasa kamu. mau liat kamu nyesal dan jatuh miskin gara2 istri muda mu yg suka foya2😁😂
Nana Colen
luar biasa aku suka sekali karyamu 😍😍😍😍😍
Yunita aristya
lanjut kak
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
Nana Colen
benar benar ya rumput tetangga lebih hijau 🤣🤣🤣🤣
Nana Colen
dasar laki tak tau diri 😡😡😡😡
Yunita aristya
lanjut
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤
Fitri Handriayani: lanjut
total 1 replies
Nana Colen
iiiih kesel bacanya dongkol sama si ajeng.... cerai jeng cerai banyak laki yang kaya gitu mh 😡😡😡😡
Keisya Oxcel
penasaran
Yunita aristya
lnjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!