NovelToon NovelToon
Istri Simpananku, Canduku

Istri Simpananku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / Ibu Pengganti
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Revana Arnelita...tidak ada niatan menjadi istri simpanan dari Pimpinannya di Kantor. namun kondisi keluarganya yang mempunyai hutang banyak, dan Ayahnya yang sakit-sakitan, membuat Revana menerima tawaran menjadi istri simpanan dari Adrian Wijaksana, lelaki berusia hampir 40 tahun itu, sudah mempunyai istri dan dua anak. namun selama 17 tahun pernikahanya, Adrian tidak pernah mendapatkan perhatian dari istrinya.
melihat sikap Revana yang selalu detail memperhatikan dan melayaninya di kantor, membuat Adrian tertarik menjadikannya istri simpanan. konflik mulai bermunculan ketika Adrian benar-benar menaruh hatinya penuh pada Revana. akankah Revana bertahan menjadi istri simpanan Adrian, atau malah Revana menyerah di tengah jalan, dengan segala dampak kehidupan yang lumayan menguras tenaga dan airmatanya. ?

baca kisah Revana selanjutnya...semoga pembaca suka 🫶🫰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. Bab 21

Cahaya pagi menembus tirai tipis kamar villa, menyapu lembut ruangan dengan sinar hangat. Burung-burung berkicau samar di kejauhan, pertanda hari baru telah tiba. Namun bagi Revana, tubuhnya terasa berat.

Ia mencoba menggerakkan badannya, tapi nyeri menusuk membuatnya meringis. Terutama di bagian bawah paling intim, rasa perih itu membuat ia tak sanggup bangun. Tubuhnya lunglai, matanya memejam kuat menahan rasa sakit.

Adrian yang sejak tadi sudah terjaga segera sadar. Ia mendekat, memeluk tubuh Revana yang gemetar.

“Tenang sayang… jangan paksakan diri. Istirahat saja dulu, ya.” ucap Adrian lembut.

Revana menggigit bibir, air mata mengalir di sudut matanya.

“Kenapa rasanya begitu nyeri… saya bahkan nggak bisa bangun…” kata Revana lirih.

Adrian merengkuhnya lebih erat, mengusap rambutnya dengan hati-hati.

“Karena ini pertama kali buatmu. Aku minta maaf kalau aku terlalu keras tadi malam. Tapi percayalah, aku nggak pernah berniat menyakitimu.”

Revana hanya terdiam, air matanya terus turun. Ia tak tahu harus berkata apa. Antara menyesal dan pasrah, antara takut dan merasa hangat.

Adrian menempelkan keningnya ke kening Revana.

“Aku janji, aku akan selalu jagain kamu. Kamu nggak sendiri lagi, Rev. Mulai sekarang, kamu milikku… dan aku akan pastikan kamu nggak akan pernah merasa tersakiti.” ucap Adrian tegas namun penuh kasih

Revana menutup mata, hatinya bergetar. Ia masih merasakan sakit, tapi di sisi lain pelukan hangat Adrian menimbulkan rasa aman yang sulit ia tolak.

Pagi itu, tubuh Revana mungkin terasa lemah dan nyeri, tapi hatinya justru semakin kacau. Ia tahu dirinya sudah melangkah terlalu jauh, melewati batas yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun ada sesuatu dalam cara Adrian merengkuhnya, sesuatu yang membuatnya sulit untuk pergi.

Beberapa jam berlalu, sinar matahari sudah menembus lebih terang ke dalam villa. Revana akhirnya bisa memejamkan mata sebentar, tertidur dalam pelukan Adrian. Saat ia terbangun lagi, rasa nyeri di tubuhnya sudah sedikit berkurang meski masih terasa.

Ia menoleh, mendapati Adrian tak ada di sampingnya. Jantungnya sempat berdebar, tapi bau harum masakan dari arah dapur membuatnya sadar. Dengan perlahan, ia duduk di tempat tidur, menarik selimut menutupi tubuhnya yang masih lemah.

Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Adrian masuk sambil membawa nampan berisi sarapan sederhana, roti hangat, telur dadar, dan segelas jus jeruk.

Adrian tersenyum kecil.

“Akhirnya kamu bangun. Bagaimana? Masih sakit?”

Revana menunduk, wajahnya memerah. Ia hanya mengangguk pelan.

“Masih… tapi lebih baik dari tadi.” jawab Revana lirih.

Adrian meletakkan nampan di meja kecil dekat ranjang, lalu duduk di tepinya. Tangannya menyibak sedikit rambut yang menutupi wajah Revana.

“Aku sudah bilang, jangan dipaksa bangun. Untuk hari ini… biarkan aku yang urus kamu.”

Revana menoleh, matanya memandang Adrian dengan campuran rasa bingung dan tersentuh.

“Kenapa Bapak begitu perhatian sama saya? Bukankah… apa yang terjadi semalam itu… salah?”

Adrian menarik napas dalam, menahan gejolak di dadanya.

“Kalau itu salah, aku rela menanggung dosanya. Yang jelas, aku nggak menyesal, Rev. Sama sekali tidak. Aku serius denganmu. Aku ingin kita punya masa depan bersama.”

Revana tercekat. Kata-kata itu membuat hatinya bergetar hebat. Tangannya menggenggam selimut erat, seolah mencari pegangan.

“Jangan bicara masa depan… saya belum siap mendengarnya. Saya bahkan belum bisa berdiri tanpa rasa sakit.”

Adrian tersenyum tipis, lalu mengambilkan sepotong roti dari nampan. Ia menyodorkannya ke mulut Revana.

“Kalau begitu, makan dulu. Biar cepat pulih. Kamu butuh tenaga.” ucap Adrian lembut.

Revana sempat menatap ragu, tapi akhirnya membuka mulut dan menerima suapan itu. Hatinya semakin tak karuan. Antara rasa sakit, rasa takut, tapi juga rasa hangat yang menenangkan.

Siang itu, di dalam villa yang sunyi, keduanya larut dalam momen sederhana yang terasa begitu dalam. Bukan hanya tentang tubuh yang sudah Revana serahkan, tapi juga tentang perasaan yang perlahan tumbuh, meski dibayangi dilema besar.

⚘️

⚘️

Cahaya matahari sore menyorot lembut wajah Revana. Ia menunduk, menggenggam cangkir teh hangat dengan gugup. Adrian memperhatikannya dengan tatapan teduh, lalu menyandarkan tubuh ke sandaran kursi.

“Rev, aku minta satu hal… jangan terlalu formal sama aku kalau lagi di luar kantor. Anggap aja ini waktu kita. Jangan ada batasan panggilan resmi segala.” kata Adrian santai.

Revana menoleh sekilas, menatap Adrian ragu.

“Maksud Bapak… saya harus panggil apa, kalau bukan Bapak?”

Adrian tersenyum tipis, menikmati kebingungan di wajah Revana.

“Kalau di kantor ya wajar kamu panggil aku Bapak. Tapi kalau begini… aku lebih suka dipanggil sesuatu yang lebih personal.”

Revana semakin bingung.

“Personal? Aduh… saya nggak bisa bayangin. Kalau tiba-tiba panggil Mas, aneh. Kalau panggil nama, rasanya kurang ajar.”

Adrian tertawa kecil, nada suaranya hangat.

“Kenapa kamu harus ribet sih? Panggil aja seperti alesya sama andrew memanggilku. Papi.”

Revana langsung menoleh cepat, matanya membesar.

“Apa? Papi? Mana mungkin saya—”

Adrian menyela, nadanya penuh ketegasan namun lembut.

“Kenapa nggak mungkin? Justru kamu harus mulai biasain. Kamu akan jadi bagian dari keluargaku, Rev. Kalau nggak dari sekarang, kapan lagi?”

Revana terlihat gelisah, menggenggam cangkirnya lebih erat.

“Tapi… itu kan panggilan anak-anak, bukan saya…”

Adrian mendekat sedikit, menatap lurus ke matanya.

“Kamu calon istriku. Nggak ada bedanya. Aku mau kamu belajar dari sekarang… belajar untuk menganggapku bukan lagi atasanmu. Tapi suamimu.” ucap Adrian dengan suara rendah dan dalam.

Revana tercekat, pipinya memanas. Ia menunduk cepat, berusaha menutupi wajahnya yang memerah.

“Papi…?” gumam Revana pelan.

Adrian tersenyum puas, lalu mengulurkan tangan, mengusap punggung tangannya.

“Hmm… begitu lebih enak didengar. Aku suka Mom..” Adrian membalas panggilan itu dengan sebutan Mommy, membuat Revana bergidik dan semakin canggung.

Revana hanya bisa menunduk, menahan degup jantung yang tak karuan. Ia sendiri tak menyangka, satu panggilan sederhana mampu membuat pertahanannya runtuh perlahan. Senja itu, terasa lebih hangat dari biasanya.

Malam turun dengan hawa dingin yang menusuk. Udara pegunungan semakin menusuk tulang, membuat Adrian memutuskan menyalakan perapian di ruang tengah. Api berderak pelan, menghangatkan suasana.

Revana duduk di karpet tebal dekat perapian, membalut tubuhnya dengan selimut. Adrian berjalan mendekat, membawa dua cangkir cokelat panas, lalu duduk di sampingnya.

Adrian menyerahkan cangkir cokelat panas itu.

“Minum ini, biar hangat. dan kamu jangan banyak melamun gitu..”

Revana menoleh, ia menerima cangkir itu sambil tersenyum samar.

“Terima kasih, eh… Pa—” dia berhenti cepat, wajahnya merah padam.

Adrian menatap geli, menyandarkan lengannya ke sofa sambil menekuk senyum penuh kemenangan.

“Papi sayang...” katanya menggoda.

Revana mendengus, mengalihkan pandangan.

“Jangan ganggu aku, ah. Rasanya aneh.”

Adrian tertawa kecil, lalu bergeser lebih dekat, hingga bahunya menyentuh bahu Revana. Ia menatap api yang berkobar, lalu berkata dengan nada rendah.

“Rev… aku nggak pernah sehangat ini sebelumnya. Bahkan di rumahku sendiri, aku nggak pernah merasa seperti ini.”

Revana menoleh, menatap wajah Adrian yang diterangi cahaya api. Ada ketulusan di sana, juga kelelahan yang tersembunyi di balik tatapan tajamnya.

“Kenapa bilang begitu? Kamu punya istri… punya anak-anak yang menyayangimu.”

Adrian menarik napas panjang, matanya redup.

“Anak-anakku, iya. Mereka kasih aku cinta yang tulus. Tapi Nadya? Kamu tahu sendiri… dia sibuk dengan dunianya. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali dia peduli kalau aku sakit, atau sekadar menanyakan apakah aku lelah.”

Revana menggigit bibir, hatinya bergetar.

“Jangan bandingkan aku dengan istrimu. Aku hanya—”

Adrian tiba-tiba menyela, suaranya mantap.

“Kamu berbeda. Kamu bikin aku merasa hidup lagi.”

Revana tercekat, tak sanggup membalas kata-kata itu. Api perapian berderak, mengisi hening yang menggantung. Perlahan, Adrian meraih tangan Revana, menggenggam erat seakan tak ingin melepas.

“Biarkan aku terus pegang tanganmu malam ini. Aku butuh itu… lebih dari apa pun.” kata Adrian rendah.

Revana tak menjawab, hanya membiarkan genggaman itu bertahan. Dalam hatinya, ada gejolak yang tak mampu ia kendalikan lagi.

⚘️

⚘️

⚘️

1
Ma Em
Sudahlah Revana terima saja Adrian dan menikahlah dgn Adrian .
Ma Em
Revana sdh terima saja pemberian Adrian karena kamu emang membutuhkan nya , lbh baik cepatlah halalkan segera hubungan Revana dgn Adrian .
Ma Em
Adrian kalau benar serius dgn Revana segera resmikan hubunganmu dgn Revana jgn ditunda lagi , semoga Revana bahagia bersama Adrian .
Ma Em
Adrian segera resmikan hubunganmu dgn Revana jgn cuma janji 2 doang buat Revana hdp nya bahagia cintai dan sayangi Revana dgn tulus .
Ma Em
Semangat Revana tunjukan pesonamu pada sang calon mertua agar mereka bisa melihat ketulusan dan kebaikan hatimu Revana 💪💪💪
Ma Em
Ya terima saja Revana lamaran Adrian lagian Revana tdk salah2 amat karena emang Adrian sdh tdk bahagia hdp bersama istrinya karena istrinya Adrian tdk mau mengurusi suami juga anak2 nya .
Ma Em
Bagaimana Adrian tdk terpesona sama Revana jika Adrian selalu diperhatikan dan dilayani setiap keperluannya sangat berbeda jauh dgn sikap istrinya Adrian yaitu Nadya yg tdk pernah diperhatikan dan dilayani dgn baik sama istrinya
Ma Em
Pantas Adrian cari perempuan lain yg membuatnya nyaman , dirumah nya selalu dicuekin sama Nadya istrinya dan tdk pernah diurus semua keperluan suami dan anak2 nya .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!