"hana maaf, rupanya riko hatinya belum tetap, jadi kami disini akan membatalkan pertunangan kamu.. dan kami akan memilih Sinta adik kamu sebagai pengganti kamu" ucap heri dengan nada yang berat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Hana memacu kendaraannya dengan kecepatan penuh. Meski ayahnya sudah sering berbohong, ia tetap menyayangi lelaki tua itu dan tidak ingin sesuatu yang buruk menimpanya.
Setibanya di sebuah gudang tua, Hana menghentikan sepeda motornya dengan terburu-buru, bahkan tak sempat memarkirkannya dengan rapi. Udara malam berhembus menusuk, membuat ketegangan semakin mencekam.
Bodoh sekali aku... kenapa tidak langsung lapor polisi? gumamnya dalam hati.
Tiba-tiba, terdengar sebuah suara yang mengagetkan Hana
“Hai, manis,” ucap seseorang.
Hana tersentak. “Siapa kalian? Di mana ayahku?” tanyanya dengan nada penuh curiga.
Lelaki itu tertawa kecil. “Ayah? Ayahmu ada di rumahnya. Aku bahkan tidak kenal dengan ayahmu.”
Hana menatapnya dengan mata melebar. “Lalu, siapa yang mengirim pesan padaku tadi?”
“Aku,” jawab lelaki itu singkat, membuat bulu kuduk hana berdiri dia ketakutan dan menyesal kenapa datang sendirian.
“Kenapa kamu… kenapa kamu mau mencelakai aku?” ucap Hana tergagap, suaranya bergetar ketakutan.
“Karena kamu cantik, Sayang. Bos kami menginginkanmu,” jawab pria itu sambil senyum memperlihatkan giginya yang hitam
“Apakah Andri yang menyuruh kalian?” tanya Hana, pikirannya langsung pada andri karena dia masih mengingat perkataan nela
“Tidak usah tahu lebih banyak….Cepat ikut kami, dan jangan coba melawan!” ucap pria itu dengan nada dingin.
Rasa panik merayapi tubuh Hana. Ia mundur perlahan, berniat kabur. Namun, tiba-tiba dari balik kegelapan, seorang lelaki lain muncul dan langsung membekap hidung serta mulutnya dengan kain.
“Mmhh—!” Hana berusaha meronta, tetapi pandangannya segera mengabur. Dalam hitungan detik, tubuhnya terkulai tak sadarkan diri.
“Ok, Bos. Misi sudah selesai,” ucap pria itu tenang.
Ia kemudian mengeluarkan ponsel, menekan beberapa tombol, lalu menempelkan perangkat itu ke telinganya
“Bos Erik,” ucap pria itu melalui ponselnya. “Ini orangnya. Mau dibawa ke mana?”
“Bawa ke tempatku,” jawab Erik dengan nada dingin.
Hana yang tak sadarkan diri segera diangkat ke dalam sebuah mobil. Tak hanya satu, tiga mobil sekaligus melaju kencang menembus jalan malam.
Sementara itu, seseorang dengan tergesa-gesa melapor. “Bos, Hana diculik!”
Andri yang semula duduk santai langsung berdiri. Wajahnya berubah tegang.
“Cepat kejar! Jangan sampai mereka lolos!” ucapnya panik.
Ia bergegas keluar, melompat ke mobilnya, lalu memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi, menyusuri jalan malam yang lengang.
“Andai aku tahu lebih cepat…” gumamnya lirih di balik kemudi. “Hana, kenapa sikapmu berubah akhir-akhir ini? Dan sekarang, kenapa ada yang berusaha mencelakaimu? Apakah ini ulah Sinta? Kalau benar, dia tidak akan pernah aku maafkan…”
Mobil yang menculik Hana terus melaju kencang menembus jalanan gelap.
“Bos, ada yang ngikutin!” ucap pria di samping pengemudi sambil menoleh ke kaca spion.
Sementara itu, Hana masih tak sadarkan diri di kursi belakang. Nafasnya teratur, seolah hanya tertidur.
“Sial… siapa lagi yang ganggu?” geram pengemudi, menekan pedal gas lebih dalam.
Tiba-tiba—“Ciiitttt!” mobil direm mendadak.
“Kenapa, Bos?” tanya pria di sampingnya panik.
“Itu… ada orang bawa balok di depan!” jawab pengemudi dengan suara tegang.
Pria sampingnya menunduk, mencoba melihat lebih jelas.
“Anjir… sial! Kita dikurung, Bos. Ada dua motor di belakang juga!” katanya terburu-buru.
Pengemudi menggertakkan gigi. “Sialan! Ini jebakan.”
Lampu mobil menyinari sosok-sosok yang berdiri menghadang dengan wajah penuh amarah.
“Apa perintah, Bos?” tanya pria itu sambil meraih senjata tajam di bawah kursinya.
Pengemudi menelan ludah. “Kita harus cari celah. Jangan sampai anak itu lepas!”
“Cuma para begundal bos,,,lawan saja” ucap seorang pria
“Ok, kita hajar saja dia! Berani sekali menghalangi Bos Erik!” ucap pria botak sambil memutar besi panjang di tangannya.
Semua orang keluar dari mobil, wajah mereka garang, senjata sudah siap.
Andri maju selangkah, tatapannya penuh amarah. “Lepaskan perempuan yang kalian bawa!”
Pria kekar di barisan depan terkekeh. “Hahaha… pergi saja kau ke neraka!”
“Serang!” teriak Andri lantang.
Pertarungan sengit pecah.
Benturan senjata, pukulan, dan teriakan bergema di jalan sepi. Mereka semua jelas terlatih. Andri meninju satu orang hingga roboh, tapi lawan lain segera menyambar dari samping. Anak buah Erik juga membalas dengan ganas.
Jual beli pukulan terjadi, seimbang. Tidak ada yang mau mundur.
Tiba-tiba—
“Sreetttt!!!”Sorot lampu putih terang menyapu arena. Semua orang menoleh.
Beberapa pria berjaket hitam turun dari sebuah SUV. Tanpa banyak bicara, mereka langsung menyerbu, menghantam Andri dan juga anak buah Erik.
“Siapa mereka?!” teriak salah satu orang Erik kaget.
“Peduli setan, lawan saja!” balas yang lain.
Namun lima orang misterius itu bergerak cepat dan teratur. Tendangan, pukulan, dan kuncian mereka begitu mematikan.
Dalam hitungan menit, tubuh-tubuh terkapar di tanah. Andri berusaha bangkit, tapi sebuah hantaman keras membuatnya jatuh tersungkur.
“Aaarrghh!” Andri mengerang, tak mampu melawan.
Salah satu pria berjaket hitam masuk ke mobil penculik. Ia melihat Hana yang masih pingsan di kursi belakang.
“Target ada di sini,” ucapnya dingin.
Ia mengangkat tubuh Hana dengan hati-hati, lalu sebelum pergi, ia mengeluarkan ponsel dan memotret semua mobil di lokasi, termasuk mobil Andri.
“Bawa ke mobil,” perintahnya.
Hana dipindahkan ke SUV hitam. Dua mobil lain mengikuti, melaju kencang meninggalkan lokasi.
Andri merangkak perlahan, darah menetes dari bibirnya. Ia melihat Hana dibawa pergi.
“Sial… Hanaaaaaaaa!!!” teriaknya dengan suara parau penuh putus asa.
Tak lama kemudian, sirene lirih terdengar. Sebuah ambulans berhenti.
Dari dalam keluar beberapa tenaga medis berpakaian klinik Andri. “Bang, ini ambulans kita! Cepat angkat!”
Anak buah Andri yang masih sadar membantu menggotong tubuh Andri yang lemah.
Sementara itu, anak buah Erik sudah kabur lebih dulu, meninggalkan lokasi kacau itu.
Andri terbaring di dalam ambulans, menggenggam erat ujung tandu. Dengan napas tersengal, ia berbisik, “Hana… tunggu aku… aku pasti jemput kau kembali…”
Ambulans pun melaju kencang meninggalkan jalanan yang kini penuh tubuh tak berdaya
Di dalam ambulans, Andri masih berbaring lemah. Tangannya bergetar saat memegang ponsel, namun matanya tajam penuh amarah.
“Kerahkan semua anak buah untuk mencari Hana,” perintahnya singkat.
Suara di seberang menjawab cepat, “Siap, Bos! Kami akan sebarkan orang ke semua titik.”
Andri menutup telpon dengan napas berat, lalu menatap ke langit-langit ambulans. “Hana… aku tidak akan diam. Siapapun yang menculikmu, akan kuburu sampai dapat.”
Sementara itu, di rumah besar milik Bos Erik.
“Plakkk!!!”Sebuah tamparan keras mendarat di wajah salah satu anak buahnya.
“Bodoh sekali! Cuma menangkap perempuan lemah saja tidak bisa!” bentak Erik dengan wajah merah padam.
“Maaf, Bos!” anak buah itu merunduk.
Erik menoleh ke lainnya. “Kalian ini sampah semua!”
Salah satu anak buah berani buka suara. “Bos… sepertinya ada orang kuat di balik Hana.”
“Omong kosong!” Erik menggebrak meja. “Dia hanya perempuan lemah. Bahkan keluarganya sendiri tidak mau melindungi dia. Tidak mungkin ada yang membela!”
“Bukan, Bos. Kami sendiri melihat… orang-orang misterius itu muncul. Mereka jauh lebih tangguh dari anak buah orang yang mau menyelamatkan hana maupun orang kita. Semuanya terkapar dalam hitungan menit.”
Erik terdiam sejenak, lalu matanya menyipit. “Apakah kalian meninggalkan jejak?”
“Tidak, Bos. Mobil yang kami pakai semua berplat nomor palsu. Lagipula Hana sempat mengira kalau kami ini orang suruhan Andri.”
“...Andri.” Erik mengulang nama itu pelan, mencoba mengingat. Wajahnya tampak tegang. “Siapa sebenarnya dia?”
“Dia orang yang selalu muncul setiap Hana dalam bahaya, Bos,” jawab salah satu anak buah.
Erik mengetukkan jarinya di meja. Lalu ia berdiri, menyalakan rokok dengan gerakan kasar. “Oke. Cari kesempatan lagi. Lain kali harus lebih hati-hati. Kalau memang benar ada pendukung kuat di balik Hana, lebih baik kita hindari dulu. Aku tidak mau gegabah.”
“Siap, Bos,” ucap anak buahnya serempak.