Saga, sang CEO dengan aura sedingin es, tersembunyi di balik tembok kekuasaan dan ketidakpedulian. Wajahnya yang tegas dihiasi brewok lebat, sementara rambut panjangnya mencerminkan jiwa yang liar dan tak terkekang.
Di sisi lain, Nirmala, seorang yatim piatu yang berjuang dengan membuka toko bunga di tengah hiruk pikuk kota, memancarkan kehangatan dan kelembutan.
Namun, bukan pencarian cinta yang mempertemukan mereka, melainkan takdir yang penuh misteri.
Akankah takdir merajut jalinan asmara di antara dua dunia yang berbeda ini? Mampukah cinta bersemi dan menetap, atau hanya sekadar singgah dalam perjalanan hidup mereka?
Ikuti kisah mereka yang penuh liku dan kejutan di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beauty and The Beast 21
Dor....
"Kakak... akh..." teriak seorang wanita yang menjadikan tubuhnya sebagai pelindung Ace dari peluru pistol Saga. Darah segar membasahi tubuhnya, mewarnai halaman mansion dengan noda merah yang mengerikan.
Nirmala menjadikan tubuhnya sebagai perisai untuk melindungi Ace dari tembakan Saga. Jas cokelat muda yang dikenakannya langsung ternodai darah.
Ace panik melihat tubuh Nirmala yang dalam sepersekian detik melorot, sementara kedua tangannya terikat oleh anak buah Saga.
"Saga, Nirmala!" teriak Ace. Saga masih belum paham siapa wanita yang memeluk Ace dan memanggilnya dengan sebutan kakak.
Tubuh Nirmala tergeletak di tanah. Saat Saga melihat wajah Nirmala yang terpejam, barulah ia sadar. Saga segera membuang pistolnya ke sembarang arah, lalu menghampiri tubuh Nirmala yang terkulai lemas.
Digendongnya tubuh mungil yang sudah enam bulan ini dirindukannya. Saga masuk ke dalam mobil, yang dikemudikan oleh anak buahnya.
Di dalam mobil, air matanya mengalir deras. Ia menciumi wajah yang kian memucat.
"Bangunlah, Nirmala. Buka matamu untukku," gumam Saga, berharap bisa memperbaiki hubungannya dengan Nirmala, terlepas dari siapa pun sosok Nirmala saat ini.
Mobil tiba di halaman rumah sakit. Saga keluar sambil menggendong tubuh Nirmala dan meletakkannya di brankar, lalu ikut mendorong brankar berisi tubuh wanita kesayangannya itu.
Di ambang pintu ruang ICU, tubuh Saga didorong pelan oleh perawat laki-laki, yang mengatakan bahwa selain perawat, tidak ada yang boleh masuk. Saga mengalah dan mundur teratur.
Tubuhnya seakan lemas tak bertulang. Enam bulan dibuat gila oleh seorang Nirmala, kini ia kembali dibuat tidak berdaya karena keadaannya.
Permainan takdir sungguh hanya membuatnya merasakan sakit yang teramat dalam. Luka itu menganga, mengoyak hatinya tanpa ampun.
Anak buah Saga berdatangan, termasuk Ace. "Bagaimana keadaan Nirmala?" tanya Ace pada Saga.
Pria itu menatap sinis Ace. "Kamu berutang banyak penjelasan padaku," ucap Saga dengan suara tertahan, tangannya menggenggam erat hingga buku-buku jarinya memutih, seolah menahan amarah yang siap meledak.
Ace hanya diam, membisu di bawah tatapan tajam Saga. Cukup lama mereka menunggu dalam ketegangan yang mencekam. Waktu seakan berjalan lambat, menguji kesabaran mereka.
Pintu ruang operasi terbuka, seorang dokter keluar dan keluarga pasien, Saga, langsung mendekatinya.
"Saya," ucap Saga.
"Operasi pengangkatan peluru berjalan lancar, namun pasien masih belum sadar, kemungkinan karena efek anestesi. Mohon kerja samanya agar pasien dapat beristirahat dengan tenang," jelas dokter tersebut sebelum meninggalkan ruang operasi, diikuti oleh perawat lainnya.
Saga segera memasuki ruangan. Wajah Nirmala tampak pucat pasi. Ia mengenakan pakaian pasien, dengan infus terpasang di tangan kanannya. Luka operasi hanya berada di bahu atasnya, sehingga Nirmala tidak perlu berbaring tengkurap.
******
Perlahan, Nirmala membuka mata, menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk. Aroma obat-obatan langsung menusuk hidungnya. Nuansa krem ruangan itu menyadarkannya bahwa ia berada di sebuah kamar rumah sakit.
Nirmala merasakan beban berat di tangannya. Ia terkejut mendapati seorang pria berambut panjang yang tampak kurang terawat, tertidur di lengannya. "Apakah pria ini yang menjagaku semalaman?" batin Nirmala.
Tak lama, pria itu terbangun. Nirmala pura-pura belum sadar dan kembali memejamkan mata. Saga menatap wajah Nirmala, tersenyum, dan mengelus pipi tirus wanita itu. Kemudian, Saga bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.
Nirmala menyipitkan mata, mengintip sosok pria yang ternyata adalah Saga. Awalnya, ia terkejut karena mengenali aroma maskulin milik Saga, namun dengan cepat ia menetralkan detak jantungnya.
Suara pintu kamar mandi terbuka membuat Nirmala segera memejamkan mata. Saga kembali duduk di kursinya, menggenggam erat tangan Nirmala, seolah menyalurkan kekuatan agar Nirmala segera membuka mata. "Cepatlah bangun, aku merindukanmu," ucap Saga lirih.
Pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok Riko yang tersenyum simpul menatap Saga. Saga duduk di dekat ranjang pasien. Dengan cekatan, Riko memeriksa keadaan Nirmala. Ia mengerutkan kening, merasa ada yang aneh.
"Apakah Nirmala belum sadar?" tanya Riko sambil memeriksa tetesan infus.
Dengan enggan, Saga menjawab, "Apakah matamu bermasalah? Kau lihat sendiri Nirmala belum membuka mata." Ucap Saga sarkas.
Riko menarik napas pelan sambil mengangguk. "Baiklah, kita tunggu sampai jam makan siang," ucap Riko dengan senyum tipis. Ia bisa melihat Nirmala mengintip. Dokter itu paham jika Nirmala masih enggan menghadapi penghuni rimba di depannya ini. Riko pun berpamitan dan keluar dari ruangan Nirmala.
Pintu ruangan kembali terbuka, menampilkan sosok Ace. Perlahan, Ace masuk ke dalam ruangan yang kini terasa mencekam baginya.
"Mau apa kamu?" tanya Saga tanpa menatap wajah asistennya.
"Melihat keadaan Nirmala, apa itu salah?" ucap Ace. Saga tersenyum sinis.
"Karena dirimulah Nirmalaku sampai tertembak. Lalu, mau apa kamu kemari? Memastikan Nirmala sudah mati? Tidak semudah itu. Jika Nirmala tiada pun, aku akan memaksa dokter untuk menghidupkannya kembali," ucap Saga sambil mendekati Ace dan mencengkeram kerahnya.
"Bukan karena aku, justru karena dirimu," ucapan Ace membuat Saga melepaskan cengkeramannya. "Apa maksudmu?" ucap Saga sambil menjatuhkan diri di kursi.
"Aku tidak pernah memberitahunya kalau kamu sudah tahu di mana Nirmala berada. Aku juga terkejut saat dia tiba-tiba datang dan memelukku," jelas Ace.
Saga yang geram mendengar penjelasan Ace mengeluarkan pistol dari balik kausnya dan bersiap membidik kening Ace. "Stop! Berhenti! Apa yang kalian lakukan?" teriak Nirmala.
Mendengar teriakan itu, Saga menurunkan pistolnya dan menyimpannya kembali. Ace hendak mendekati ranjang Nirmala, namun sorot mata Saga dengan cepat memberikan ancaman padanya.
Dengan terpaksa dan demi keamanan Nirmala, Ace berdiam diri. Saga segera memeluk tubuh Nirmala erat, mengobati rasa rindunya.
"Apa yang sakit? Apa yang kamu butuhkan?" tanya Saga dengan raut wajah khawatir.
Nirmala menggeleng pelan, masih merasa lemah. "Bisakah kalian berdua keluar? Aku ingin tidur lagi," ucap Nirmala. Tanpa menunggu jawaban, ia segera menenggelamkan diri dalam selimut.
Dengan berat hati, Saga dan Ace keluar dari ruangan itu. Mereka saling menyikut saat bersamaan melangkah keluar.
Mohon maaf aku baru enakan, sempat beberapa hari sakit jadi mohon pengertiannya.
Terimakasih yang masih setia menunggu Nirmala dan Saga Up lagi see you.