Cerita tentang gadis desa bernama Juliet Harvey yang harus berjuang untuk mengatasi masalah keluarga sang nenek yang hampir bangkrut.
Namun siapa sangka, niatnya untuk meminta bantuan kepada sang ayah yang sudah lama tidak bertemu malah membuatnya ikut terseret masalah dengan CEO tampan penuh dengan masalah, Owen Walter.
Bagaimana kisah Juliet dan Owen? Apa Juliet bisa mengatasi masalah keluarga neneknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khintannia Viny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MPC BAB 21
Juliet masuk ke dalam ruangan Owen, perempuan itu membawa satu buah paper bag di salah satu tangannya.
Owen mematung melihat kecantikan Juliet, entah karena dia hanya melihat Juliet yang memakai gaun heboh saat pesta atau bagaimana, tapi saat ini melihat penampilan Juliet yang casual membuat wanita itu terlihat cantik.
Walaupun tetap saja bagi orang lain dia akan terlihat norak karena corak di bajunya dan model rambutnya.
Sedangkan Juliet hanya berdiri diam di hadapan Owen menunggu untuk di persilahkan duduk.
“T-tuan?” panggil Juliet yang langsung membuyarkan lamunan Owen.
“Ah iya, duduklah.” Ucap Owen yang di balas anggukan oleh Juliet.
Juliet segera duduk di kursi yang ada di hadapan Owen sambil menundukkan kepalanya dan memangku paper bag yang sejak tadi dia bawa.
“Katakan saja, bukankah ada yang ingin kau sampaikan hingga menungguku sejak tadi?” tanya Owen.
“P-pertama, saya ingin mengembalikan ini.”
“Apa itu?”
“Jas yang anda berikan pada saya semalam.”
“Kau yang mengembalikannya sendiri? Kau kan bisa menyuruh pelayan pribadimu untuk mengembalikannya, atau mengirim lewat paket.” Ucap Owen.
“Itu benar, tapi saya ingin mengembalikannya secara langsung dan berbicara pada anda.” Balas Juliet.
“Terima kasih sudah membantu saya hari itu, dan saya juga ingin meminta maaf.” Lanjut Juliet.
“Untuk apa?”
“Anda di tuduh karena saya, padahal saya yang sudah melukai tuan Hein.” Jawab Juliet.
“Ah, soal itu... Aku memang memukulinya kok.” Balas Owen yang membuat Juliet terkejut.
“A-anda memukulnya tuan? Kenapa?” tanya Juliet.
“Karena dia memang pantas di pukul.” Ucap Owen.
“Padahal dia telah menjadi korbannya, apa menurutnya laki-laki itu tidak pantas aku pukul?”batin Owen sambil menatap ke arah Juliet.
“Pokoknya di bandingkan luka yang nona Harvey sebabkan, luka yang ku sebabkan 10 kali lebih banyak, jadi itu bukan tuduhan.” Jelas Owen.
“Lalu anda tuan? Anda baik-baik saja? Apa anda terluka?” tanya Juliet dengan khawatir.
“Orang yang sudah menamparku kemarin, sekarang malah mengkhawatirkanku? Benar-benar.”Batin Owen sambil tersenyum paksa.
“Jadi,, bagaimana tuan?” tanya Juliet kembali.
“Aku tidak apa-apa, seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja dan itu bukan tuduhan palsu karena aku memang memukulnya. Jadi, lain kali kau tidak perlu meminta maaf padaku seperti sekarang.” Jelas Owen.
“Sepertinya masalah ini bisa di akhiri sampai di sini, apa ada lagi yang ingin kau katakan?” tanya Owen.
Juliet mengeluarkan sesuatu dari tas kecilnya dan memberikannya kepada Owen.
“Ini? Pin? Jangan bilang sekarang kau ingin menjual benda seperti ini?” tanya Owen.
“Itu benar! Tapi saya tidak menjual kepada anda tuan, saya ingin membuka toko acessories saya sendiri di dekat kantor anda, jadi bisakan tuan merekomendasikan toko saya kepada karyawan tuan?” tanya Juliet sambil tersenyum dengan polosnya.
“A-apa? Kau ingin aku mempromosikan tokomu?” tanya Owen tidak percaya.
“Iya! Anda bisa menyuruh karyawan anda untuk membeli dasi atau pin di toko saya, saya akan menyiapkan barang dengan kualitas terbaik untuk perusahaan anda tuan, saya juga akan memberi diskon besar untuk karyawan di perusahaan anda!” seru Juliet.
Mendengar penjelasan Juliet membuat Owen tidak habis pikir, bagaimana bisa wanita di hadapannya ingin dia, pemilik perusahaan itu mempromosikan toko acessories kecil yang baru di buka.
“Baiklah, lakukan saya sesuai keinginanmu nona.” Balas Owen yang ingin pembicaraan mereka cepat selesai.
“Terimakasih atas pengertian anda tuan..” ucap Juliet dengan tulus.
“Dia wanita yang selalu membuatku bingung..” batin Owen.
“Kalau begitu saya pamit dulu tuan, ini ada bunga mawar putih untuk anda tuan.” Ucap Juliet sambil tersenyum manis.
“Bunga ini.. untuk apa?”
“Untuk anda, anggap saja itu adalah tanda kerja sama kita hehehe.” Ucap Juliet sambil tersenyum cerah.
Lalu Juliet segera berpamitan untuk keluar dari ruangan Owen, sedangkan Owen bersiap untuk kembali ke mansion karena dia sudah memiliki janji dengan sang adik.
Owen pun tiba di mansionnya, bibi Laurent sudah mengatakan kalau Ethan sudah menunggunya sejak tadi di ruang kerjanya.
“Hai brother.” Sapa Owen yang baru saja masuk ke dalam ruangan.
“Kenapa terlambat begini? Kita sudah janjian bertemu setengah jam yang lalu kak.” Protes Ehtan.
“Yah, ada sesuatu yang terjadi di luar dugaanku.” Balas Owen sambil duduk di kursi yang ada di hadapan Ethan.
“Sesuatu seperti apa?” tanya Ethan penasaran.
“Itu urusan pribadiku, jangan kepo.” Balas Owen.
Ethan melihat Owen yang sedang memegang setangkai mawar putih membuatnya terkejut.
“Apa-apaan itu kak!?”
“Hah?” tanya Owen tidak mengerti maksud dari sang adik.
“Bunga itu.. Apa jangan-jangan kau bertemu dengan Rebecca?” tanya Ethan dengan curiga.
Mendengar ucapan Ethan membuat Owen langsung membuang bunga mawar putih di tangannya lalu berdiri dari tempat duduknya.
“Kak!” ucap Ethan meminta penjelasan.
“Mari kita pergi tuan Ethan bukankah ini jadwal kita bermain.” Ucap Owen sambil tersenyum miring.
“Karena aku terlambat, aku akan mengalah pada permainan ini.” Lanjut Owen.
Ethan hanya terdiam, dia mengingat ucapang sang ibu yang menyuruhnya untuk mengawasi gerak-gerik kakaknya.
“Dia agak mencurigakan, tapi sepertinya tidak terlihat ada masalah padanya.” Batin Ethan.
Namun Ethan tidak ingin memikirkan hal yang tidak-tidak lagi, dia tersenyum sambil berdiri dan merangkul pundak sang kakak.
“Sepertinya itu bukan kata-kata yang pantas di katakan seorang amatiran kepada pakarnya kak.” Ucap Ethan sambil tersenyum.
“Benar juga, lagi pula kau memang lebih jago bermain biliar di bandingkan aku.” Balas Owen.
***
Di sebuah toko kecil namun rapih, Juliet sedang duduk di sebuah ruangan kecil yang menjadi kantornya di toko itu sambil meminum teh hangat.
“Syukurlah, berkat Bobi aku bisa membuka toko acessories sendiri untuk mengumpulkan uang.” Gumam Juliet.
Juliet membuat toko acessories dan cafe dengan ada beberapa meja dan kursi untuk duduk para pengunjung yang mungkin kelelahan sambil memesan minuman yang dia jual juga, di toko itu juga memiliki satu ruangan yang bisa di gunakan oleh Juliet sebagai ruang kerjanya.
Beberapa hari sebelumnya, Juliet menghubungi Bobi dan memintanya untuk mencarikan tempat yang strategis dan bisa di buat menjadi toko acessories dan juga cafe kecil-kecilan.
Juliet melakukan itu sebagai aset pribadinya, dia takut jika sang ayah berubah pikiran tiba-tiba dan tidak jadi memberikan rumah nenek kepadanya, setidaknya Juliet harus mengumpulkan uang untuk tabungan pribadi.
“Aku juga senang karena tuan Owen mau menerima pin yang aku berikan, pasti akan cocok jika dia memakainya di kerah jasnya, aku jadi ingin melihatnya memakai pin itu.” Gumam Juliet sambil tersenyum tipis.
Lalu seketika Juliet mengingat peringatan Anna yang dengan tegas untuk menyuruhnya menjaga jarak dengan tuan muda keluarga Walter itu.
“Yah, aku juga berpikir begitu kok Anna, dia orang yang jahat, tapi... sikapnya lembut.” Gumam Juliet.
“Nona saya kembali, kenapa anda senyum-senyum seperti itu nona?” tanya Anna yang membuat Juliet terkejut.
“Anna! Duduklah di sini, bagaimana keadaan di toko?” tanya Juliet.
“Banyak nona! Ada banyak pelanggan yang datang ke toko, mungkin mereka tertarik dengan toko baru yang penuh dengan kelap-kelip ini.” Balas Anna dengan bersemangat.
Juliet pun bersyukur karena tokonya ramai di datangi pelanggan di hari pertamanya buka.