Hanya berjarak lima langkah dari rumah, Satya dan Sekar lebih sering jadi musuh bebuyutan daripada tetangga.
Satya—pemilik toko donat yang lebih akrab dipanggil Bang... Sat.
Dan Sekar—siswi SMA pecinta donat strawberry buatan Satya yang selalu berhasil merepotkan Satya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Siang Dan Es Kelapa
Di kantin sekolah yang ramai, Sekar duduk di meja pojok bersama empat temannya: Nala, Binar, Aidan, dan juga Niel. Mangkuk bakso yang sudah habis disusun bertumpuk di atas meja kantin. Sekar, tengah asyik menikmati keripik singkong balado yang dibelikan oleh Binar sebelumnya. Masih ada waktu sebelum bel masuk kembali berbunyi. Dan mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu istirahatnya di kantin.
Aidan menatap santai ke arah ketiga gadis di depannya. "Pulang sekolah nanti... kalian bertiga mau ikut gak?"
Sekar berhenti mengunyah. Melirik Aidan penuh tanya. "Mau ke mana emangnya?"
"Kita berdua mau main layangan." bukan Aidan yang menjawab. Tapi Niel yang menyahut. Ia ikut mengambil keripik singkong balado yang ditaruh di atas meja dan mengunyah dengan santai.
Nala diam sesaat sebelum berkomentar. "Hah? Lo berdua serius mau main layangan? Kaya gak ada kerjaan aja."
Binar mendesah kecewa. "Gua pikir... kalian mau ngajak kita ke tempat yang lagi hits di instagram." pupus sudah harapannya untuk menambah postingan baru di Instagram miliknya.
"Ya kita kan masih pengen main juga walaupun udah gede," kata Aidan dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin.
"Eh, tapi kayanya seru juga deh main layangan," komentar Binar yang mulai tertarik. Membuat postingan di tempat aesthetic sudah biasa, tak ada salahnya jika ia mencoba sesuatu yang baru untuk postingan Instagram-nya.
Sekar berpikir sejenak, lalu berkata dengan ragu. "Pengen ikut sih, tapi... gua kayanya bakal dijemput bang Satya lagi deh."
Binar, yang duduk di sampingnya menyenggol lengan Sekar. "Cieee... ada yang mulai di posesifin nih!"
Nala ikut berceloteh dengan wajah menggoda. "Iya nih Sekar, kalo udah jadian bilang aja sama kita."
"Apaan si kalian! Enggak ko," ujar Sekar jujur.
Niel memicingkan kedua matanya, menatap Sekar dengan penuh curiga. "Udah beberapa hari ini... kayanya lo selalu dianter—jemput sama bang Satya deh."
"Iya, padahal kan biasanya juga pake ojol," sahut Aidan.
"Ya habisnya gimana... daripada gua dimarahin lagi sama dia," gerutu Sekar malas.
Sekar masih harus menunggu waktu yang pas untuk pulang terlambat. Ia hanya tak suka jika Satya membentak-nya. Untuk sekarang, lebih baik ia mengikuti perintah Satya dan tidak melakukan hal-hal yang bisa membuat Satya kembali marah.
"Kenapa dimarahin?" tanya Nala penasaran.
Sekar menatap keempat temannya bergantian sebelum menjawab dengan suara kecil. "Gara-gara gua pulang malem gak izin dulu sama dia."
Aidan sedikit mencondongkan tubuhnya ke atas meja. "Oh, pantesan dia sampe nungguin lo di depan rumah waktu itu."
Sekar mengiyakan ucapan Aidan. "Iya, gua dimarahin pas lo udah balik."
"Ya wajar aja si, namanya juga khawatir," ujar Nala.
Binar menatap Sekar dengan raut kecewa. "Berarti lo gak ikut?"
Sekar menggeleng lemah. "Gak dulu deh, gua mau langsung pulang aja."
"Yahhh, kurang seru deh kalo lo gak ikut juga."
Motor Satya melaju pelan di sepanjang jalan raya menuju rumahnya. Satya melirik Sekar lewat kaca spion. Tak ada ocehan yang keluar dari mulut Sekar sejak ia menjemputnya di sekolah. Bahkan, ia tak menggerutu seperti yang biasa ia lakukan. Dan Satya, merasa ada sesuatu yang terjadi pada Sekar hari ini.
"Sekar! Kenapa diem aja woi. Gak kerasukan kan lo?" tanya Satya berusaha mencairkan suasana dengan bercanda.
Sekar menjawab dengan suara yang datar. "Enggak."
"Ada apa? Dari nada suara lo aja udah beda. Pasti ada yang lo tutupin kan, dari gua?"
Sekar semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Satya, membuang napas kasar. "Bang, lo mau gak main layangan?"
Satya menahan tawanya, tapi masih berusaha menjawab permintaan Sekar dengan santai. "Habis nganterin lo ke rumah, gua balik lagi ke toko," Satya menghembuskan napas lelah. "lagian di umur segini... gak mungkin juga gua main layangan."
Sekar melepaskan pelukannya dari pinggang Satya, membuat jarak diantara keduanya. "Tuh kan! Udahlah, gak mood gua!"
Satya, tak membalas. Tetap melajukan motornya dengan kecepatan yang stabil. Lalu berbelok ke kiri di persimpangan. Bukan jalan menuju rumahnya.
Sekar yang menyadari jika Satya berbelok ke arah yang salah, mengerutkan dahinya."Ini bukan jalan pulang, Bang. Lo mau bawa gua ke mana?"
"Gua banyak kerjaan hari ini," katanya sambil melirik Sekar dari kaca spion. "tapi kalo buat nemenin lo minum es kelapa sebentar, gua masih punya waktu."
"Sebagai ganti main layangan," lanjutnya sambil tersenyum lebar.
Motor Satya berhenti di pinggir jalan, tepat di depan sebuah warung kecil dengan papan nama yang bertuliskan "Es Kelapa Muda".
Satya mematikan mesin motornya. Melepaskan helm yang digunakan, lalu membantu Sekar melepas helm miliknya. "Biar mood lo balik lagi," ucap Satya berbisik di telinga Sekar.
Sekar menahan senyumnya. Masih berusaha bersikap biasa saja di depan Satya. Padahal, dalam hatinya ia bahagia. "Oke deh, kali ini gua maafin."
Keduanya berjalan bersama, menghampiri penjual es kelapa. "Bang, pesen dua. Gulanya kurangin sedikit ya!"
Keduanya duduk di bangku kayu panjang depan warung. Menunggu dengan sabar sampai pesanan keduanya selesai disajikan. "Makasi Bang," ucap Satya saat menerima dua gelas besar es kelapa. Ia memberikan gelas satunya untuk Sekar.
"Minumnya santai aja. Gua masih punya waktu buat nungguin lo."
"Makasi bang Satya!" Sekar mengaduk minumannya pelan. Suasana senyap sejenak, keduanya menikmati es kelapa sambil sesekali memperhatikan jalan yang lumayan lenggang siang ini.
"Gimana... enak kan?" tanya Satya mencolek pipi Sekar yang sedang menyeruput minumannya.
Sekar menoleh, menjawab pelan. "Enak, seger banget!"
"Mending ini, atau main layangan?" tanya Satya menggoda. Memang mudah sekali membujuk Sekar. Dalam sekejap, Satya berhasil membuatnya ceria kembali.
Sekar merubah ekspresi wajahnya menjadi sengit. "Jangan seneng dulu ya Bang, gua masih sebel sama lo!"
Satya menepuk kepala Sekar pelan, dan membalas. "Lagian lo aneh aja deh, masa ngajak gua main layangan."
"Temen gua pada main layangan tuh! Cuma gua yang gak ikut," jawab Sekar sedikit sewot. Ia menggerutu sebal.
Satya mendecak pelan. "Gak usah ikut-ikutan temen lo. Apalagi kalo pulang sampe malem." nada bicaranya berubah. Lebih dingin dan serius dari sebelumnya.
"Masih aja dibahas. Kan gua udah bilang, waktu itu lupa ngabarin."
"Apa pun alesan lo, sama aja. Lo itu tanggung jawab gua," kata Satya menatap lurus ke depan. Suaranya pelan, tapi terdengar hangat dan tulus. Tak ada nada bercanda saat ia mengucapkannya. Perkataannya barusan, murni dari hati.
Suasana hening seketika setelah Satya mengatakannya. Meski tak menjawab lagi, senyum kecil terbit di bibir Sekar. Ia suka dengan cara Satya memperlakukan dan menjaganya selama ini. Rasanya, Sekar tak benar-benar menjadi anak tunggal. Ia punya seorang Kakak laki-laki yang akan selalu bersamanya. Walaupun terkadang ia berpikir jika Satya akan meninggalkan-nya suatu saat nanti.
Setelah hening yang cukup lama, Sekar kembali bersuara. "Eh Bang, gua boleh nanya gak sama lo?"
Satya menaikkan satu alisnya. "Apa?"
"Kenapa lo selalu bilang kalo gua tanggung jawab lo?" kali ini, Sekar mengubah posisinya menghadap Satya. Memandang kedua matanya dengan serius.
Satya langsung menjawab tanpa berpikir. "Ya... karena emang faktanya begitu."
Sekar menepuk pelan paha Satya yang dibalut celana levis. "Kalo kata gua si, mending lo cari pacar deh biar gak ngurusin gua terus!"
"Kalo gua punya pacar... nanti lo sama siapa?" tanya Satya.
Membiarkan Sekar sendiri adalah satu hal yang tak mungkin bisa Satya lakukan. Setidaknya, untuk saat ini masih belum bisa. Ia masih akan terus menemani Sekar. Membantunya dalam setiap hal, dan menjadi pendukung Sekar dalam hal yang ia sukai.
"Menurut gua nih ya, lo udah waktunya ngebiarin gua hidup sendiri." Sekar berucap dengan percaya diri yang tinggi.
"Emang lo bisa hidup tanpa gua?" tanya Satya meragukan.
"Bisa. Lo kaya ngeremehin gua banget sih!" kesal Sekar.
"Enggak, bukan gitu. Gua masih gak bisa ngebiarin lo sendiri aja."
"Tapi... ada cewek yang lo suka gak?" pertanyaan Sekar membuat Satya diam.
"Ada..." ucapnya menggantung, membuat Sekar memelotot tak percaya.
Sekar mengguncang lengan Satya pelan. "Serius? Ko gua gak tau si!"
Satya mengangguk, lalu tersenyum jahil. "Iya, cewek yang gua suka itu... lo..."
Sekar mengerjapkan kedua matanya lucu tanpa berkata-kata. Otaknya masih mencerna apa yang dikatakan Satya barusan. Sesaat, ia tak bisa mengontrol ekspresi wajahnya.
Satya, yang melihat respon lucu dari Sekar melepaskan tawanya. Lalu merangkul pundak Sekar dari samping. "Hahahah... bercanda gua. Gak mungkin gua suka sama Adek sendiri."
Satya masih terus tertawa. Tapi Sekar, gadis itu masih terdiam tanpa suara. Ada yang mengganggu perasaannya saat ini. Tapi, ia sendiri pun tak tahu itu apa. Adik. Ya, julukan yang selalu diberikan Satya untuk dirinya. Kata itu membuat Sekar tak nyaman saat ini.
ditunggu next chapter ya kak😁
jangan lupa mampir dan ninggalin like dan komen sesuai apa yang di kasih ya biar kita sama-sama support✨🥺🙏
sekalian mampir juga.../Coffee//Coffee//Coffee/
Dikasih koma ya, Kak. Biar lebih enak bacanya. Semangat terus nulisnya!😉