Hulya Millicent harus terjebak dalam obsesi cinta seorang bos mafia. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya telah dinikahi oleh sang mafia semenjak usianya baru 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : Ungkapan Rasa
...•••Selamat Membaca•••...
Marchel membuka butik sesuai dengan impian Hulya selama ini, butik yang ada di Los Angeles juga dibuka kembali tapi dikelola oleh orang yang Hulya percaya dan terus dia pantau.
Sebulan ini Hulya bisa damai dengan kehidupannya, Marchel juga lebih bisa lagi mengontrol emosi dan lebih menghargai Hulya, dia tidak memaksakan kehendaknya lagi pada Hulya.
Marchel : [Aku akan pulang, apa mau aku jemput?]
Hulya : [Boleh, sekalian bawakan makanan ya, aku lapar.]
Marchel menyimpan ponselnya, lalu bergegas mencari makanan yang Hulya suka. Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Marchel langsung menuju mobil dan tidak sengaja ditabrak oleh seorang gadis sehingga makanan yang dia beli berceceran.
“Kau tidak punya mata, hah?” hardik Marchel pada gadis itu.
“Maaf, saya benar-benar tidak sengaja, saya sedang buru-buru tadi,” jawab gadis itu.
“Shit, kau membuang waktuku saja brengsek,” umpat Marchel, dia meninggalkan gadis itu lalu membeli kembali makanan yang baru.
Marchel mengendarai mobilnya menuju butik Hulya, butik itu ramai dengan pengunjung sehingga buka sampai malam, tapi Hulya di sana hanya sampai sore saja.
Marchel menuju ruangan Hulya, ternyata dia sedang tertidur di atas sofa, kelihatannya begitu lelah hingga suara dengkuran halus terdengar oleh Marchel.
Dengan perlahan, Marchel menaruh makanan yang dia beli di atas meja lalu merapikan semua barang Hulya. Dia tidak menganggu sama sekali, Marchel duduk di dekat wanita itu tidur sambil memainkan ponsel.
Cukup lama Hulya tidur, saat bangun, dia melihat Marchel tertidur dalam kondisi duduk, jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
Hulya tersenyum melihat Marchel, wajah tampan yang begitu mempesona namun menakutkan ketika sudah emosi.
“Marchel,” panggilnya sambil menggoyangkan tubuh Marchel, pria itu sedikit tersentak dan membuka mata, terlihat kalau Marchel sangat mengantuk karena matanya masih merah.
“Sudah bangun, mau pulang sekarang?”
“Aku makan dulu.” Marchel melirik makanan yang dia beli di ambil oleh Hulya.
“Jangan dimakan, sudah dari tadi makanan itu aku beli.”
“Tidak masalah, ini masih enak.” Hulya memakan pembelian Marchel dengan lahap hingga habis lalu mereka langsung pulang.
Di dalam mobil, Hulya asyik dengan ponselnya, selama ini dia sering bertukar pesan dengan Dexter yang menurutnya begitu enak diajak bicara.
Marchel yang merasa tidak diacuhkan, jadi penasaran karena dari tadi Hulya senyum-senyum sendiri menatap ponselnya.
“Ekhm, asyik sekali ya, sampai senyum-senyum begitu dengan ponselmu,” tegur Marchel yang sedang menatap jalanan, Hulya menoleh sebentar lalu menyimpan ponselnya.
Dia tidak menjawab, hanya menatap keluar jendela mobil yang kebetulan saat ini tengah turun hujan.
“Hulya,” panggil Marchel, wanita itu menoleh.
“Ayo kita rujuk, selama ini kita sudah menjalani kehidupan layaknya suami istri, kita hidup bersama dan sering melakukan hubungan badan juga, selama satu bulan ini aku sudah mulai mengontrol emosiku juga.” Hulya menghela nafasnya, pembahasan mengenai rujuk ini adalah hal paling dia benci karena memang perasaan Hulya pada Marchel sudah mulai pudar dan rasa takut masih menghantuinya.
“Aku sudah sering katakan padamu, aku tidak ingin rujuk lagi, kehidupan ini juga karena paksaan darimu. Andai aku bisa memilih, tentunya aku memilih untuk tidak tinggal bersamamu.” Jawaban Hulya begitu menohok, membuat Marchel menggenggam kuat setir mobil yang dia pegang.
“Apa kau sudah tidak mencintai aku lagi?” tanya Marchel dengan amarah yang terpendam.
“Jujur, aku masih mencintaimu, namun semuanya usai ketika kau menyakiti aku berulang kali, setiap kali kau memaksa aku melayani hasratmu, aku tersiksa dan terhina.” Hulya memberanikan diri untuk mengatakan semuanya, seakan siap menghadapi amarah Marchel yang bisa meledak kapan saja.
“Apa ada pria lain di hatimu?”
“Untuk saat ini belum ada.”
Marchel tak menjawab lagi, keduanya fokus pada pikiran masing-masing, jawaban Hulya membuat ketegangan di antara mereka.
Sesampainya di mansion, Hulya langsung menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Marchel juga menuju kamar dan berniat ke markas, ada seseorang yang akan dia temui saat ini.
...***...
“Brengsek kau sialan, kembalikan uangku yang telah kau bawa kabur itu beserta semua kerugian yang aku alami.” Marchel menodongkan pistol ke kepala pria di hadapannya, pria itu sudah babak belur karena dihajar oleh Marchel tadi.
“Aku tidak punya uang sebanyak itu lagi, semua telah habis Marchel, tolong beri aku tenggak waktu.”
Bugh! Satu pukulan kembali dilayangkan oleh Marchel yang membuat rahang pria tersebut bergeser.
“Aku tidak akan memberikan waktu apapun lagi padamu, dua anak perempuanmu akan aku jual pada mucikari, dengan begitu, sedikit uangku akan kembali.”
“Tolong jangan lakukan itu Marchel, jangan rusak masa depan anak-anakku.”
“Peduli setan dengan permohonanmu.”
Dor! Dor! Dor! Seketika itu juga, pria tersebut meregang nyawa.
Marchel memerintahkan anak buahnya menjual kedua putri pria itu ke mucikari untuk mengganti kerugian yang dia alami.
Marchel duduk di markasnya, hari ini sangat menguras emosi karena jawaban dari Hulya tadi. Dia seakan kehilangan harapan untuk memiliki Hulya kembali, tak bisa dia pungkiri kalau Hulya bisa saja pergi darinya.
“Kau kenapa bos? Apa mantan istrimu kembali membuat kau emosi?” sapa Louis sambil menaruh minuman alkohol di atas meja, disusul dengan Justin dan Alessandro yang bergabung di sana.
“Aku sangat mencintainya, aku sangat takut kehilangan dia.” Marchel meneguk minumannya.
“Aku bukan ingin menasehatimu, tapi kau sudah keterlaluan, Marchel. Kau berkali-kali hampir membunuhnya dan dia tidak pernah bahagia lagi bersama denganmu, kau sendiri yang membuat dia ilfeel padamu,” ungkap Justin, dia menilai apa yang dilakukan Marchel sangat keterlaluan.
“Ya, aku harus bagaimana? Aku tidak bisa berpikir jernih saat dia menantangku dan aku juga tidak bisa mengontrol emosi ketika dia mulai jauh dariku,” jelas Marchel pada ketiga pria yang menjadi orang kepercayaannya itu.
“Cobalah kembali merebut hatinya dengan kelembutan, kau pasti bisa. Berhenti melakukan kekerasan padanya,” saran Alessandro.
“Aku sedang mencoba, aku sangat berharap dia akan kembali menerimaku.”
Semalaman di markas membuat Marchel sedikit tenang, ketika kembali ke mansion, ternyata Hulya sudah di butik untuk bekerja.
“Apa dia pergi dari tadi?” tanya Marchel pada salah seorang pelayannya.
“Iya tuan, sekitar jam tujuh pagi tadi.” Marchel mengangguk lalu ke kamarnya bersiap menjalankan misi penting hari ini.
...***...
“Aku dengar kau keguguran lagi ya?” tanya Dexter yang saat ini tengah makan siang bersama Hulya di sebuah kafe.
“Ya begitulah, kau tahu dari mana? Apa kau menguntitku?” canda Hulya sembari meminum minumannya.
“Tidak sulit bagiku mengetahui apa yang terjadi padamu, Hulya.” Hulya tersenyum.
Beberapa saat tercipta keheningan di antara mereka, bagi Dexter, mengetahui apa yang terjadi pada Hulya bukanlah hal yang sulit. Dexter tiba-tiba menggenggam tangan Hulya, tatapan mereka bertemu.
“Aku mencintaimu, sudah lama aku memendam rasa ini padamu, tapi aku terlalu takut untuk mengungkapkannya,” ungkap Dexter tiba-tiba.
Hulya terdiam, mencerna apa yang barusan dikatakan oleh Dexter, sebelum dia menjawab, Dexter lebih dulu bersuara lagi, “Aku tidak perlu jawabanmu, aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku saja, aku juga tidak akan memaksa kau mencintaiku, cukup kau mengetahui apa yang aku rasakan.” Dexter mencium tangan Hulya dengan lembut, lalu melepaskannya.
Hulya benar-benar kikuk, dia tidak menyangka kalau pria dingin seperti Dexter akan mencintai dirinya.
“Hm... bagaimana kalau aku tidak bisa membalas cintamu?” tanya Hulya, Dexter tersenyum.
“Ya itu hak kamu, kan sudah aku katakan, aku hanya ingin mengutarakan perasaanku saja, bukan menuntut jawaban darimu.”
“Aku pikir, kau akan menculik dan menahan aku seperti apa yang Marchel lakukan saat ini,” kata Hulya dengan wajah tegang, Dexter tertawa karena tidak pernah terlintas dalam benaknya melakukan hal tersebut.
“Sayangnya, aku bukan mantan suamimu itu,” kekeh Dexter yang juga membuat Hulya terkekeh.
...•••BERSAMBUNG•••...