Ziudith Clementine, seorang pelajar di sekolah internasional Lavante Internasional High School yang baru berusia 17 tahun meregang nyawa secara mengenaskan.
Bukan dibunuh, melainkan bunuh diri. Dia ditemukan tak bernyawa di dalam kamar asramanya.
Namun kisah Ziudith tak selesai sampai di sini.
Sebuah buku usang yang tak sengaja ditemukan Megan Alexa, teman satu kamar Ziudith berubah menjadi teror yang mengerikan dan mengungkap kenapa Ziudith memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percuma saja
"Kau sudah menyesali perbuatan mu, Candy! Dan Ziudith juga pasti akan memaafkan mu! Kau harus melanjutkan masa depan, bukan menghentikan semuanya dengan tindakan konyol mu ini!"
Tidak memperdulikan lebatnya hujan, padahal kepalanya sudah terasa pusing karena hantaman air dari langit itu berkali-kali.. Megan masih berusaha membujuk Candy agar mau turun dari tempatnya duduk di pinggir bangunan tinggi yang mereka pijak.
"Aku harap apa yang kau katakan itu benar, Megan. Aku harap Ziudith benar-benar mau memaafkan ku. Memaafkan semua kesalahan ku.. Memaafkan ucapan kasar ku sebelum dia pergi untuk selama-lamanya." Candy kembali mendongakkan kepala.
"Turunlah Candy! Di situ berbahaya!" Teriak Megan sedikit maju dari tempatnya semula.
"Berhenti di sana atau aku akan melompat sekarang juga, Megan!" Candy tak ingin siapapun mengganggu dirinya menikmati derasnya hujan.
"Megan.. Aku bertemu dengannya semalam. Dia menggunakan baju putih, wajahnya terlihat menyedihkan dengan air mata darah dan tatapan kebencian terhadap ku. Katanya.. Aku harus menyusulnya pergi agar bisa mendengar kelanjutan ceritanya. Apa menurutmu itu ide yang bagus, Megan? Aku bisa mendengar ceritanya setiap hari setelah ini... Megan, apakah ada pesan terakhir yang mau kau sampaikan pada teman sekamarmu sebelum aku pergi? Aku pasti akan menyampaikan padanya. Aku janji." Candy tersenyum dengan wajah yang sudah pucat kedinginan.
"Jangan bicara sembarangan! Turun dari situ, bodoh!!" Teriak Megan mulai frustasi.
Candy berdiri. Dia menghadap ke arah Megan, senyum itu Candy berikan pada Megan. Gadis berparas cantik itu kemudian melambaikan tangan. Memberikan isyarat lambaian perpisahan.
"Selamat tinggal, Megan. Sampai jumpa lagi."
Candy menjatuhkan tubuhnya sambil tersenyum menghadap ke arah Megan.
"TIDAAAAAAAK!!!"
Sekencang apapun Megan berlari, tapi dia tidak bisa mengejar cepatnya gerakan Candy. Gadis yang beberapa detik yang lalu masih bisa Megan lihat duduk menatap langit, kini sudah berpindah ke lantai dasar dengan tubuh hancur penuh darah. Air hujan membuat darah Candy seperti cat merah yang ditumpahkan lalu mewarnai area sekitar.
Bunyi sirine ambulance bertalu-talu memecah kehilangan. Megan seperti mayat hidup yang terus diam dan menatap kosong ke depan tanpa ada gerakan apapun. Samuel ada di sana, tapi kehadirannya tidak berarti apa-apa bagi Megan. Sejak tadi dia diacuhkan oleh gadis itu.
Gerakan kecil Megan membuat Sam turut menatap ke arahnya. "Kau perlu sesuatu?" Tanya Sam terdengar peduli pada kekasihnya.
Megan masih diam. Dia memilih berdiri dari ranjang yang sejak tadi dia duduki. Ada banyak orang yang sejak tadi keluar masuk ke health center untuk meminta informasi terkait aksi bunuh diri yang Candy lakukan. Alih-alih menjawab membeberkan apa yang dia ketahui, Megan memilih diam.
"Kau mau kemana Megan?" Sam menarik tangan Megan yang dingin.
"Pergilah Sam." Megan menghempaskan tangan Sam kasar.
Sedikit terkejut, Sam tak patah arang. Dia menyamai langkah kaki Megan yang bergerak lamban. Megan ada di depannya, berjalan seperti zombie. Dan Sam sigap berada di belakang Megan.
Gadis itu menuju ruang principal. Dia mengetuk pintu tiga kali. Barulah suara tegas berwibawa dari kepala sekolah Lavente yang agung terdengar, mempersilahkan Megan untuk masuk ke dalam ruangannya.
"Untuk apa kau ke sini, Megan?" Sam ikut masuk ke dalam. Tapi pertanyaannya tidak digubris oleh kekasihnya itu.
"Selamat malam, pak." Sapa Megan kepada kepala sekolah.
"Iya, selamat malam. Ada apa, Megan?"
Kepala sekolah bisa mengetahui nama setiap siswanya dari tag name yang ada di seragam serta jaket setiap siswa.
"Pak, saya ingin berbicara sesuatu pada anda.." Megan terdiam, menunggu reaksi kepala sekolah.
"Silahkan."
Sang kepala sekolah menunjukkan wajah kusut, mendapat tekanan dari sana sini karena kejadian yang merenggut nyawa siswa kebanggaannya beberapa bulan belakangan membuatnya harus bolak-balik ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
The Book dengan sampul coklat usang Megan tinggal di dalam kamar sebelum dia pergi ke rooftop untuk mencegah aksi bunuh diri yang dilakukan Candy, dia perlu buku itu untuk menceritakan apa yang dia ketahui pada kepala sekolah. Namun dia tidak membawa persiapan tersebut, dia ke sana dengan tangan kosong.
"Pak, kejadian yang terjadi belakangan ini--"
"Ya aku tahu. Semua itu pasti begitu mengguncang mental kalian kan? Aku sudah memikirkan ini dari kemarin kemarin, aku rasa sekolah kita perlu melakukan refreshing agar kegiatan belajar mengajar bisa kembali berjalan sebagai mana mestinya. Apa kau ke sini juga untuk mengusulkan hal itu? Kau dan Samuel memang selalu punya gagasan yang bagus untuk kemajuan sekolah kita."
Belum juga menyelesaikan apa yang ingin dia katakan, sang kepala sekolah sudah memotong ucapannya.
"Refreshing? Apa maksud anda, pak?" Tanya Samuel maju berada di samping Megan sekarang.
"Minggu ini aku akan mengirimkan email kepada orang tua wali murid tentang kegiatan outing class yang akan Lavente lakukan. Waktu dan tempatnya masih belum diputuskan, siapa tahu dari pihak wali murid punya usulan untuk kedua hal tersebut."
Megan menggeleng kepala, dia tidak habis pikir dengan apa yang kepala sekolah ucapkan barusan. Refreshing di saat seperti ini? Apa tidak terlalu mengabaikan kesusahan dan kesedihan para wali murid yang kehilangan anak-anak mereka secara tragis di sekolah ini?
"Pak, banyak wali murid yang kehilangan anak-anak mereka dengan tragis di sekolah kita belakangan ini, bahkan yang barusan terjadi adalah siswi bernama Candy melakukan tindakan bunuh diri dengan cara melompat dari rooftop asrama. Apa anda tidak ingin mengkaji ulang tentang gagasan yang anda sebutkan tadi?" Megan berani menyuarakan ketidaksukaannya pada rencana yang terpikir secara tiba-tiba oleh sang kepala sekolah.
"Mungkin benar apa yang kepala sekolah katakan, Megan. Kita semua butuh refreshing. Banyaknya kejadian memprihatinkan di sekolah kita belakangan ini, sedikit banyak pasti mempengaruhi psikologis teman-teman kita yang ada di sini." Samuel menepuk pundak Megan pelan.
Tentu saja Megan menatap tak percaya pada apa yang barusan dia dengar dari mulut Samuel, bagaimana bisa Samuel menyetujui usulan gila kepala sekolah untuk melakukan outing class di saat seperti ini?
"Kau gila?" Bisik Megan dengan pandangan tajam ke arah Samuel.
"Baiklah, kalian boleh keluar jika memang tidak ada lagi yang mau dibicarakan."
Sedikit terdengar seperti pengusiran, tapi mau bagaimana lagi.. Megan hanya bisa memaki tindakan kepala sekolah yang minim simpati itu di dalam hati. Pantas saja sekolah ini dipenuhi orang-orang yang acuh dan tidak peduli pada orang lain, sang kepala sekolahnya saja begitu abai seperti itu!
Megan berjalan cepat menuju asramanya. Samuel masih setia membuntutinya, meski dipanggil beberapa kali, Megan tetap tak bergeming. Dia hanya ingin cepat sampai di kamarnya.
"Kenapa kau selalu mengabaikan ku begini, Megan? Apa kau memang ingin berpisah dari ku??"
Mendengar pertanyaan itu, kaki Megan berhenti melangkah. Dia berbalik untuk menatap wajah lelaki di belakangnya.
"Kau! Apa kau tidak berpikir jika keputusan kepala sekolah untuk melakukan outing class di saat seperti ini sangatlah tidak manusiawi?! Dengan entengnya kau malah mendukung apa yang kepala sekolah ucapkan! Sekali lagi aku katakan, kau gila Sam!" Megan menunjuk ke dada Samuel.
"Bukan itu! Terserah dengan kepala sekolah, terserah dengan orang-orang yang ada di sini! Mau apapun mereka aku tidak peduli! Yang aku pedulikan di sini itu kau, Megan! Kau berubah. Kau sangat berubah!" Samuel ikut bersuara lantang.
"Tidak peduli? Kau bilang tidak peduli pada orang-orang yang ada di sini? Bagaimana bisa seorang ketua OSIS seperti mu bicara seperti itu?!"
"Karena seharusnya memang seperti itu! Untuk apa mencampuri masalah yang bukan urusan kita! Kau sibuk ke sana ke mari seperti orang gila untuk mencegah kematian yang dituliskan di buku sialan itu! Apa kau berhasil?! Aku tanya sekali lagi, apa kau pernah berhasil menyelamatkan mereka?? Sekali saja? Tidak kan?! Ingin dianggap pahlawan, superhero, penyelamat? Kau sungguh naif, Megan!"
'Plaaaaaaaak!'
Suara keras tamparan itu terdengar memekakkan telinga. Megan dengan nafas memburu meninggalkan Samuel dengan wajah merah padam dan keterkejutan luar biasa karena selama menjalin hubungan dengan Megan, baru kali ini dia mendapatkan hadiah tamparan oleh wanita yang masih berstatus kekasihnya.
Kan Megan pemeran utamanya
tadinya kami menyanjung dan mengasihaninya Krn nasib tragis yg menimpanya
tapi sekarang kami membencinya karena dendam yg membabi-buta
dikira jadi saksi kejahatan itu mudah apa?
dipikir kalo kita mengadukan ke pihak berwajib juga akan bisa 'menolong' sang korban sebagaimana mestinya?
disangka kalo kita jadi saksi gak akan kena beban moral dari sonosini?
huhhhh dasar iblissss, emang udh tabiatnya berbuat sesaddddd lagi menyesadkannn😤😤😤
karna kmn pun kamu pergi, dia selalu mengikutimu
bae² kena royalti ntar🚴🏻♀️🚴🏻♀️🚴🏻♀️
Megan tidak pernah jahat kepada ziudith,tapi kenapa Megan selalu di buru oleh Ziudith???!
Apakah Megan bakal kecelakaan,smoga enggak ah.. Jangan sampe
mau diem, diteror terus.. mau nolong, ehh malah lebih horor lagi juga🤦🏻♀️