[Di sarankan membaca Transmigrasi Istri Pemburu Season 1 terlebih dahulu]
↓↓
Sesama Reinkarnasi yang mencari misteri kisah kehidupan masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
glow up
Pertama Serena menumbuk bunga hingga benar-benar halus dan mencair. Setelah bunga tumbuk jadi, dia menyimpannya terlebih dahulu.
Serena membeli susu sapi sedikit karena harganya mahal dan dia punya sedikit simpanan uang koin tembaga di lemari. Susu itu di tuang ke dalam wadah, lalu di panaskan sambil terus diaduk. Serena menambahkan tepung dan minyak sedikit, setelah itu menambahkan tumbukan bunga dan diaduk sampai teksturnya kental.
Setelah dirasa cukup kental, Serena memindahkannha ke dalam batok kelapa. Dirinya diamkan selama 20 menit, setelah itu Serena mencoba menggosoknya di telapak tangan. Teksturnya halus dan licin, meskipun tidak terlalu berbusa ini bagus karena bahannya dari susu dan bunga.
Serena mencoba mencuci wajah, merasa jauh lebih lembab dan bersih. Dia juga terus jaga pola makan, olahraga setiap pagi dan mencoba merawat badan. Olahraga workout dan clean eating, sangat bagus untuk membentuk tubuh dan perawatan kulit dari dalam.
Satu Minggu kemudian, wajah Serena sudah semakin halus. Meskipun belum sampai sangat halus, tapi sekarang sudah bersih dan mulus tidak gradakan lagi. Tubuhnya juga jauh lebih berisi karena dia jaga pola makan dan olahraga teratur.
Serena sudah bekerja keras selama satu minggu untuk glow up, hasilnya cukup memuaskan meskipun dengan bahan seadanya. Serena bahkan pernah maskeran menggunakan beras, dia sudah berusaha sampai satu minggu berlalu.
Dia juga sudah merapihkan rumah, menata kembali barang-barang agar terlihat lebih rapih dan luas, dia juga membersihkan setiap sudut rumah dari debu dan sarang laba-laba.
Selama ini Serena tidur sendirian di Kasur reyot, awal-awal dia merasa takut karena sepi apalagi lingkungan baru yang asing. Tapi Serena cukup bisa menenangkan diri, karena dia cukup dekat dengan rumah tetangga.
Malam ini Serena tertidur pulas, dia sudah memakai masker teh herbal sebelum tidur. Merasa wajahnya jadi segar dan membuat tidurnya semakin nyaman.
Tok..Tok..Tok...
Serena terkesiap, dia terbangun karena terkejut. Jantungnya berdebar kencang tidak karuan, merasakan firasat buruk. Apakah ada maling? orang jahat? orang cabul? pikirannya sudah kemana-mana.
Tok...Tok..Tok..
Lagi, dengan was-was Serena gurun dari ranjang, dia mengendap keluar dengan hati-hati dan senyap. Jantungnya berdebar tidak karuan setelah mendekat ke arah pintu, di berjongkok mengintip dengan hati-hati.
Deg.
Serena melotot saat melihat bayangan tinggi di depan rumahnya, dia berpikir itu hantu. Tapi setelah diperhatikan lebih detil, terlihat seperti manusia yang menggendong tas kain di punggungnya. Tiba-tiba dia teringat suaminya, apa mungkin tamu ini suaminya.
Setelah memantapkan hati, Serena membuka pintu dengan pelan dan hati-hati. Serena mengintip dengan takut-takut, saat melihat wajah pria di depannya Serena mematung.
Tampan? tentu saja, tapi wajahnya sangat datar. Matanya terlihat terkejut saat melihat Serena, tapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Serena jadi berdiam canggung, merasa bingung harus merespon bagaimana.
"Kok ngga ada ingatan tentang si suami ini ya? mereka beneran suami istri bukan sih? jangan-jangan bukan lagi." Batin Serena was-was.
"Bibi Lou seharusnya sudah memberi kabar." Pemuda itu bersuara.
Suaranya terdengar masih remaja, wajahnya juga masih muda hanya saja tingginya diatas rata-rata. Serena menelan ludah susah payah, jadi benar pria tampan di depannya ini suaminya?.
"Maaf, aku cukup waspada saat ada tamu pagi buta begini." Lirih Serena, membuka pintu lebar-lebar.
Pemuda itu masuk dan langsung ke belakang, Serena mendengus kesal. Kenapa wataknya menyebalkan? bukankah Yuwen itu hangat dan romantis. Jangan-jangan salah orang, Serena jadi bingung harus bagaimana.
Serena menutup pintu dan menguncinya kembali, dia ikut ke belakang melihat pria itu menaruh tas kain diatas dipan belakang lalu terduduk dengan lesu. Pasti cukup kecewa setelah pergi dengan niat mendapatkan pekerjaan, malah harus menelan pahit tidak diterima karena terlalu banyak orang.
"Apa kau sudah makan? aku masih punya bakpao dan sup." Serena dengan sigap mengambilkan makan seadanya.
Serena duduk di dekat pemuda itu, dia bingung dan canggung. Pemuda itu juga diam saja, tidak bergerak seperti patung membuat Serena semakin tidak nyaman.
"Kita bercerai saja." Ucap pemuda itu tiba-tiba.
Deg.
"Apa?." Serena terperangah.
"Jangan bilang gue masih jelek? saking jeleknya sampai dia ga sanggup lagi sama gue?." Batin Serena syok.
"Aku tidak punya pekerjaan, aku tidak bisa menghidupimu jika tidak punya uang." Ujarnya.
"Kita masih bisa makan, tidak apa-apa mungkin kau di selamatkan dari sesuatu yang tidak terduga di kota. Pasti akan mendapatkan gantinya yang lebih baik, makan dulu saja. Kita pikirkan ke depannya bersama-sama." Serena berusaha memberikan dukungan.
"Kau serius?." Pemuda itu menoleh.
"Tentu saja, makanan bisa dicari di hutan. Selagi masih bisa makan kita akan hidup, atau kita bisa berdagang untuk mendapatkan uang." Ucap Serena, berpikir positif.
"Berdagang?." Herannya.
"Aku cukup mahir memasak, mungkin aku bisa membuat ide masakan baru yang di minati banyak orang. Itu bisa di jual dan kita mendapatkan uang." Ujar Serena.
"Seharusnya laki-laki yang memberikan nafkah." Ucap Pemuda itu.
"Memang, kau yang akan berkerja paling keras dan aku yang akan mendukung. Kita lakukan bersama-sama, masih terlalu cepat untuk menyerah." Ucap Serena.
"Siapa namamu?." Ujarnya.
"Lah? gimana sih? katanya suami istri, gue juga nggatau ini orang namanya siapa. Aneh banget, hubungan kita ini sebenarnya apa?." Serena keheranan.
"Kau datang kerumah sebagai pengantinku saat aku sudah berangkat ke kota, bibi Lou mengirimkan surat tentangmu tapi aku tidak membaca siapa namamu." Ucapnya lagi.
"Hah? apa lagi ini maksudnya? gue Dateng ke sini jadi pengantin gitu? udah gitu doang langsung jadi suami istri?." Syok Serena.
"Ekhem... nama ku Shen Yue, mungkin kita harus mengurus pernikahan dengan benar setelah ini." Ujar Serena kikuk.
"Pencatatan pernikahan itu mahal, di desa ini hanya orang kaya yang memiliki itu." Ucapnya.
"Apa?." Serena semakin syok, artinya di desa ini perkawinan terjadi seperti Ayam.
"Tidak-tidak, gunakan saja maharku untuk membuat catatan pernikahan." Serena menolak keras.
"Terlalu gegabah." Ujar pemuda itu.
"Intinya keputusanku sudah bulat, aku ini manusia bukan Ayam. Harus menikah dengan benar agar anak kita lahir dengan garis keturunan yang sah." Seru Serena.
"Anak?." Pemuda itu menatap syok.
"Eh.. ekhem.. ya, tentu saja manusia akan berkembang biak kan?." Serena malu sendiri.
"Sebenarnya otakmu dimana?." Pemuda itu mengerutkan kening, sambil mengambil bakpao.
"Salahnya dimana?." Heran Serena.
"Sudahlah, kau tidur lagi saja." Ucapnya, mengusir.
"Kau membenciku?." Tanya Serena.
"Kenapa kau berpikir demikian." Pemuda itu menoleh, sambil mengunyah bakpao.
Entah kenapa hati Serena tiba-tiba berdenyut sakit, dia ini Introvert dan tidak pernah dekat dengan lawan jenis. Dia berusaha membuka hati pada sosok suami ini, tapi melihat gestur penolakan dari nya membuat harga diri Serena terluka dan dia sakit hati.
"Sepertinya aku membebani hidupmu, kalau begitu aku akan pergi." Putus Serena.
"Kau tau bukan itu maksudku? kau hanya akan menderita jika tetap disini." Ujar Pemuda itu berusaha menjelaskan.
"Lalu jika tidak disini aku tinggal dimana?." Lirih Serena, berjalan ke arah kamar sambil menahan air matanya.
Tentu saja dia pernah berpikir memiliki pasangan dan dicintai. Tapi jika ditolak terang-terangan begini tentu saja dia malu, dia hanya menumpang disini, artinya dia harus tau diri.
Serena mengambil semua barangnya yang tidak seberapa dari dalam lemari, dia membungkusnya ke dalam kain dan menggendongnya. Entah kemana dia akan pergi, tapi yang terpenting disini bukan tempatnya.
Serena berjalan membuka pintu dan pergi dari rumah, hawa dingin menusuk tulangnya tapi dia tidak bergeming. Terus berjalan tidak tentu arah, tidak tau harus kemana atau harus berbuat apa. Air mata mengalir dari pelupuk matanya, menoleh ke belakang tidak ada yang mengejarnya.
"Brengsek, di takdirkan hidup bahagia apanya." Batin Serena.
yang pasti aku suka dengan cerita dan cara menulismu 😁