Di dunia yang diatur oleh kekuatan enam Dewa elemen: air, angin, api, tanah, es, dan petir, manusia terpilih tertentu yang dikenal sebagai Host dipercaya berfungsi sebagai wadah bagi para Dewa untuk menjaga keseimbangan antara kekuatan ilahi dan kesejahteraan Bumi. Dengan ajaran baru dan lebih tercerahkan telah muncul: para Dewa sekarang meminjamkan kekuatan mereka melalui kristal, artefak suci yang jatuh dari langit.
Caela, seorang perempuan muda yang tak pernah ingat akan asal-usulnya, memilih untuk menjadi Host setelah merasakan adanya panggilan ilahi. Namun semakin dalam ia menyelami peran sebagai Host, ia mulai mempertanyakan ajaran ‘tercerahkan’ ini. Terjebak antara keyakinan dan keraguan, Caela harus menghadapi kebenaran identitasnya dan beban kekuatan yang tidak pernah ia minta.
Ini cerita tentang petualangan, kekuatan ilahi, sihir, pengetahuan, kepercayaan, juga cinta.
**
Halo, ini karya pertamaku, mohon dukungannya ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kirlsahoshii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanggung Jawab
Langit sudah mulai menggelap, namun Caela bersikukuh untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Riverbend tanpa pengawasan dari pasukan penjaganya. Di perjalanannya menuju Riverbend dia kembali diserang oleh kelompok mayat hidup terkutuk persis seperti yang dia lihat sebelumnya di Forgotten Ruins.
“Minggir, lah!” Caela geram, dia langsung menghajar kelompok mayat hidup dengan sihir dan juga pedangnya. Namun jumlahnya cukup banyak, hingga Caela hanya bisa menyerang sekadarnya lalu dia berusaha untuk kabur hingga dia sampai di gerbang menuju Riverbend.
“Lady Caela,” salah seorang penjaga kastil menyambutnya dan terkejut melihatnya, “cepat masuk, kami akan segera menyegel kastil,” katanya.
Caela pun berlari masuk ke dalam gerbang Riverbend, dia cukup terkejut dengan serangan kelompok mayat hidup terkutuk itu dengan jumlah yang cukup banyak. Napasnya terengah-engah, tak ambil pikir panjang dia pun langsung berlari lari beranjak ke dalam kastil dan menemui Sang Raja.
**
Caela kini sudah berada di ruangan Sang Raja dan melihat dirinya sudah tergeletak memejamkan matanya di atas ranjang dengan wajah yang sangat damai. Seorang Elder dan juga tabib juga ada berada di ruangannya, mereka dengan rutin mengecek keadaan Sang Raja hingga detik ini, namun ternyata Caela sudah terlambat.
“Raja diserang oleh kelompok terkutuk ketika hendak berjalan-jalan dan berburu bersama penjaga di dekat sini..” kata Elder.
Wajah Caela datar mendengar hal itu, dia tidak tahu apa yang dia rasakan. Inginnya dia mengejek kalau Sang Raja itu bodoh ingin berjalan-jalan dengan keadaan sulit berjalan dan tak bisa melihat. Pikiran lainnya, dia sangat ingin memarahi seluruh pasukan dan penjaga di kastil yang membiarkan Raja bisa tewas. Tapi ada rasa kosong di hati Caela, dia sangat berharap Raja jangan segera mati hanya karena hal ini.
“... Aku bahkan belum sempat cerita perjalananku ke Moriad dan mengucapkan selamat tinggal padamu,” ucap Caela dengan lembut lalu dia memberi gestur penghormatan pada Dewa dengan khusyuk.
Elder dan tabib mengikuti gestur Caela, setelah beberapa saat Elder itu berkata kepada Caela, “Lady Caela, ini ada surat wasiat dari Raja,” katanya memberikan secarik kertas kepada Caela.
Caela mengambilnya dengan perlahan, wajahnya masih datar, namun kini perasaan dan pikirannya berkecamuk. Dia pun membaca isi surat tersebut dalam hatinya:
Untuk Caela anakku,
(Walau kau bukan anak kandungku, kau tetap ku anggap demikian, bukan kah itu manis?)
Aku tahu, hari ini akan tiba jadi aku selalu siapkan surat ini untukmu. Karena itu, saat aku sudah tiada, gantikan lah aku menduduki takhta sebagai pemimpin Riverbend.
Walau kita semua sedang hidup damai di bawah berkah para Dewa, aku butuh kau untuk menjadi pilar kekuatan kota ini.
Kota ini butuh sosok yang kuat seperti dirimu, dan aku rasa tidak ada orang lain lagi yang bisa aku percayai untuk menggantikanku.
Jaga lah kota ini dari ancaman apa pun, dan semoga para Dewa selalu memberkatimu.
Begitulah isi surat terakhir dari Sang Raja, hati Caela tergerak sangat membacanya. Dia menutup suratnya perlahan dan memejamkan matanya sejenak. Wajahnya sedikit membuat air muka sedih, terharu, namun juga ada rasa penghormatan. Caela pun memberikan gestur penghormatan lagi di depan Raja yang kini sudah tertidur selamanya. Sejak malam itu, dia punya tanggung jawab baru yang harus menjadi prioritas utama, dan dia tahu, dia harus bisa mengenyampingkan tujuan pribadinya sejenak.
***