Aleena terpaksa harus menolak perjodohan karena dirinya sama sekali tidak menyukai laki-laki pilihan orang tuanya, justru malah tertarik dengan sekretaris Ayahnya.
Berbagai konflik harus dijalaninya karena sama sekali tidak mendapatkan restu dari orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21#Ada yang gelisah
Dikediaman keluarga Hamuangka, Aleena yang sudah pulang ke rumah, rasanya jauh lebih baik. Ditambah lagi sudah bisa mengingat semuanya, tentu saja tidak lagi seperti sebelumnya yang belum bisa mengenali siapa-siapa orangnya.
Aleena yang baru saja masuk ke kamar, ia teringat dengan sesuatu yang pernah ia sembunyikan sebagai rahasia di masa lalunya. Kemudian, Aleena mengambilnya.
Saat kotak rahasia dikeluarkan dalam tempat rahasianya, Aleena membukanya hanya dengan sebuah kode yang ia ingat.
Terbuka dengan amat jelas. Kemudian, Aleena mengambil isi didalamnya. Saat diambil satu persatu yang ada didalam kotak tersebut, Aleena menemukan sesuatu seperti gelang, dan beberapa lembar foto juga ada lembaran kertas seperti surat cinta.
"Selama ini, selama beberapa tahun ini kamu telah membohongiku. Bahkan, kamu membiarkan aku menikah sama laki-laki lain. Apakah aku tidak ada ruang dihatimu sedikitpun? apakah bagimu hubungan kita dulu hanyalah sebagai lelucon anak SMA?" gumamnya sambil mengingat masa lalu saat masih pacaran. Tidak kerasa ia menitikkan airmatanya.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya, dan segera menyeka air matanya agar tidak kelihatan kalau dirinya menangis lantaran terbawa suasana dengan masa lalunya.
"Kamu lagi ngapain, Nak? apa itu?"
"Mama, bukan apa-apa. Ada apa Mama kemari?"
Aleena buru-buru memasukkan kembali foto-fotonya, juga gelang pemberian dari Devan.
"Itu Zeno, kamu gak mau nemenin ngobrol kah? kasihan loh, udah datang jauh-jauh malah kamu cuekin. Bukannya dulu kamu sama Zeno sangat dekat? eee sekarang malah kamunya jadi cuek. Pikir Mama sama Kakak kamu, Zeno bisa mengembalikan ingatan mu, secara Mama dan Kakak kamu tidak tega kalau kamu tidak bisa ingat lagi. Jadi, hanya dengan cara mempertemukan kamu dengan Zeno lebih lama, maka perlahan kamu akan ingat semuanya. Jugaan Zeno sangat dekat dengan mu. Oh iya, gimana dengan sekretaris Devan? apa kamu masih mempunyai perasaan dengannya?"
"Aleena tidak ingin kecewa yang kedua kalinya, Ma. Aleena putuskan untuk tidak mengulangi rasa sakit yang sama. Sekretaris Devan hanya masa lalu, jugaan dia memang tidak mau mengakui meski aku tidak mengingatnya lagi. Sudah lah Ma, Aleena mau mandi, habis itu Aleena nemui Kak Zeno."
"Kamu sudah besar, dan juga bukan anak kecil lagi, jadi Mama tidak akan memaksa kamu untuk menyukai siapa-siapa orangnya. Ya sudah, nanti Mama bilangi sama Zeno, kalau kamu mau mandi dulu. Ya udah ya, Mama juga mau mandi, badan Mama juga udah gak nyaman, risih, kek bau obat dari rumah sakit."
Aleena pun mengangguk. Kemudian, ia segera mandi. Sedangkan di ruang tengah, Zeno tengah duduk sendirian sambil menyibukkan diri dengan ponselnya.
"Nak Zeno, maafin Tante ya, gak nemenin kamu ngobrol. Aleenanya lagi mandi, tungguin sebentar."
"Iya, Tante, tidak apa-apa."
"Ya udah ya, Tante tinggal dulu. Maafin Tante yang sudah merepotkan kamu, datang jauh jauh cuma buat memenuhi permintaan untuk Aleena."
"Tidak apa-apa, Tante. Jugaan saya datang ke kota ini mau survei, ada proyek baru, jadinya masih lama, dan tidak mengganggu pekerjaan. Sekalian mau cari tempat tinggal untuk menjadi tempat tinggal saya nantinya."
"Tante salut sama kamu, benar-benar pekerja keras. Yang akan menjadi istrimu pasti sangat beruntung nantinya."
Zeno pun tersenyum mendapat pujian dari Nyonya Meli.
"Tante terlalu memuji,"
"Emang benar kenyataannya. Ya sudah, Tante mau ke kamar, mau mandi juga, risih soalnya."
"Iya, Tante, silakan."
______
Setelah Aleena selesai mandi, dia segera keluar dari kamar dan menuju ke ruang tamu untuk menyambut Zeno. Dia merasa sedikit tidak enak karena telah mengabaikan kedatangan Zeno ke rumahnya.
Aleena ingat saat-saat terakhir sebelum keluarganya Zeno pindah, mereka masih sangat dekat dan sering bermain bersama. Namun, setelah keluarganya Zeno pindah karena pekerjaan orang tuanya, mereka jarang bertemu dan hanya saling memberi kabar melalui telepon.
"Kak Zeno, maaf sudah membuat Kakak menunggu lama,"
"Tidak apa-apa, gimana sekarang, udah mendingan?"
"Sudah lebih baik. Makasih ya Kak, udah mau bela-belain datang kesini. Oh iya, gimana kabarnya Om sama Tante?"
"Kabarnya semua baik, nanti kalau urusannya sudah selesai, Mama sama Papa mau datang kesini. Oh iya, denger-denger kamu mulai aktif di kantor ya, bareng Bernio, di bagian apa? Kemarin sempat cerita dengan dia, katanya kamu ingin aktif di kantor, bagus itu, bisa jadi penerus keluarga."
"Kak Zeno bisa aja, waktu itu aku cuma bingung mau ngapain setelah pulang dari luar negri, juga pernikahan ku yang gagal. Jadi, aku menyempatkan waktuku untuk mencari kesibukan."
"Iya juga, maafin Kakak ya yang gak bisa datang dihari pernikahan kamu. Kalau tau kamu tidak mau menerima pernikahan itu, jelas Kakak bersedia menggantikan posisi mantan suami kamu."
Aleena langsung menoleh.
"Kakak bercanda, jangan dimasukkan ke hati. Kakak juga tau, Kakak bukan type laki-laki pilihan mu."
Aleena tersenyum pada Zeno.
"Memangnya Kak Zeno belum punya pacar kah? Mustahil keknya. Apalagi Kakak bisa dibilang sukses, pasti banyak cewek-cewek yang pada ngantri buat dapetin Kakak."
"Kakak yang gak mau, maunya Kakak yang pingin ngantri dapetin cewek yang seperti mu."
"Kak Zeno ngada ngada deh."
Zeno pun tersenyum pada Aleena.
"Gimana kalau Kakak ngajak kamu jalan-jalan, mau gak? Gak usah jauh-jauh, dekat-dekat sini aja, gimana, mau 'kan?"
"Boleh, tapi izin dulu sama Mama,"
Zeno pun mengangguk.
'Andai saja dulu aku yang menikahi Aleena, kebahagiaan ku sudah berlipat ganda sekarang.' Batin Zeno tengah membayangkan Aleena yang ia harapkan berjodoh dengan dirinya.
Zeno tidak bisa menyangkal perasaannya yang semakin kuat terhadap Aleena. Dia berharap bisa menjadi pasangan yang tepat untuk Aleena dan membawa kebahagiaan bagi dirinya. Dalam hati, Zeno membayangkan masa depan yang indah bersama Aleena, dan dia berharap bahwa suatu hari nanti, Aleena akan menerima perasaannya.
Dilain sisi, Devan yang tengah sibuk dengan pekerjaannya, ia terus memikirkan Aleena. Lebih lagi si Bernio mengatakan kalau Zeno sudah kembali, rasanya berat jika harus bersaing dengan status sosial yang berbanding terbalik dengannya.