"Jika kamu hamil, bawa benih itu dan anggap aku tidak pernah memberikannya!"
Aruna meninggalkan pernikahannya dengan Tuan Muda Pertama dari Keluarga McLane, menjalani kehidupan sendirian, Aruna menemukan takdir baru bersama anak di kandungannya, tapi kenapa sang Tuan Muda malah seperti kehilangan pijakan hidupnya.
-
Aruna sudah melupakan laki-laki ini, tapi kenapa dia malah dihadapkan dengan dia sekali lagi.
"Aruna, anak yang bersamamu, siapakah dia?" —Rowan
"Aku kira kau tidak punya waktu untuk lebih peduli kepada orang lain, Tuan Muda!" —Nuna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ridz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 21 | Pion Pertama — Test DNA
...Sebelum kakak2 baca aku mau buat kesepakatan, kalau ada adegan semisal ciuman, atau lain-lain padahal mereka ini belum nikah, maklumi yah, ambil alokasi hiburannya aja, jangan hujat aku, aku agak ringkih soalnya haha :) Deal yaa! Selamat Membaca, kakak2nya akuuu <3...
...----------------...
-
Rowan berjalan mengekor di belakang Aruna, mengikuti Aruna menuju ke kamarnya, sesampainya di kamar, Aruna meminta Rowan untuk duduk di sofa sementara dia berjalan ke arah ranjang.
"Aiden, kamu main disini dulu yah, Mommy mau ngomong sama uncle Rowan." Aruna menurunkan Aiden di atas ranjang yang membuat Aiden fokus kepada mainannya.
"Bwa? Daddy?" jawab Aiden sesekali menatap mata Aruna yang membuat Aruna menghela napas panjang. "That guy, not your daddy, okay?" jawab Aruna menunjuk Rowan.
"Wow! Jangan mengintimidasi anak sekecil itu dong, memangnya kenapa kalau dia menganggapku ayahnya?" tanya Rowan berjalan ke hadapan Aruna.
Aruna menghela napas, dia menarik tangan Rowan dan mengajaknya duduk di sofa. "Berhenti mendoktrin Aiden seperti itu hanya karena dia memanggilmu Daddy sebagai kata pertama yang dia ucapkan."
Aruna mengangkat jarinya dan menempelkan ujung jarinya ke hidung Rowan. "Dan aku ... tidak ingin Aiden menganggapmu sebagai ayah, kau tahu itu kan?"
"Kalau gitu ayo menikah saja, denganku, dan aku bisa menjadi Ayah Aiden seutuhnya," jelas Rowan merasa bangga pada dirinya.
Aruna menarik napas panjang, dia mengusap puncak kepalanya dan membisik dalam hatinya. "Aiden memang anakmu, dasar kau laki-laki bodoh, untungnya kau tidak peka dengan kemiripan kalian." batin Aruna melebarkan senyum psikopat kepada Rowan.
"Berhenti membahas hal personal diantara kita berdua, kau tahu kan kalau aku dan kau hanya sebatas kerjasama dan kau harus membedakan hal itu, dan berhenti mencium atau menyentuhku lagi, aku tidak menyukai hal seperti itu," jelas Aruna yang membuat Rowan memasang wajah memelas sekarang.
"Kenapa harus begitu, aku menyukai bibirmu sangat manis," jawab Rowan. "Aku kira kita benar-benar berkencan sekarang."
"Aku sudah mengatakan kepadamu tentang hal ini, bahwa jangan melibatkan hati didalam hubungan ini, karena dari awal kita tidak akan pernah sampai ke mana-mana." Deg! Seketika Roean terdiam, Aruna menundukkan kepala mengambil napas sebelum kembali mengangkat kepala. "Aku rasa kita harus memberikan jarak diantara kedua hal itu, kau mengerti kan?"
Rowan tidak menjawab, dia memainkan ujung kemeja bajunya yang membuat Aruna merasa tidak tega karena melakukan itu, yah dia tahu Rowan bersikeras mengejar cintanya lagi, dan sebenarnya ada baiknya untuk Aruna karena ketika cinta Rowan sudah dalam, dia bisa meninggalkan Rowan menderita nanti.
Tapi masalahnya, Aruna takut kalau dia akan ikut terseret jika Rowan terlalu banyak memainkan perasaan didalam hal ini, Aruna tidak ingin menjadi orang yang plin plan karena terbawa oleh nafsu dunia dan perasaan sesaat, karena bagian dari hidup Aruna kini tidak untuk berdua dengan Rowan.
"Rowan—" Aruna meraih tangan Rowan dan mengusapnya. "Percaya deh sama aku, ini gak akan berujung lama, kisah kita gak akan pernah bisa ke mana-mana, agar kau gak sakit hati terlalu dalam, aku mengatakan ini sebagai antisipasi."
Rowan mengangkat kepala dan menatap Aruna, ia meletakkan telapak tangan Aruna di pipinya kemudian tersenyum. "Aku tidak akan menyerah untuk hal ini. Ah iya, bukannya Aiden akan punya terapi speech delay hari ini?"
"Kau mengalihkan topik pembicaraan lagi, aku sudah membuat reservasi dengan Dokter Lee, sore ini, jadi mari kita urusan rencana kita dulu," ujar Aruna mengambil sebuah kotak dari lantai. "Kau bisa main catur?"
Rowan mengangkat alisnya. "Sedikit," jawab Rowan menyatukan jari telunjuk dan jempolnya. "Memangnya kenapa?"
Aruna tidak langsung menjawab. Ia menata beberapa pion catur tapi tidak seperti akan bermain catur, melainkan seperti menata strategi.
"Uang modal yang diberikan Leon, aku akan mendanai salah satu perusahaan naungan Gantara, dengan nama palsu, nama orang yang tidak pernah ada di dunia ini."
Rowan mendelik atas rencana itu. "Kenapa kau melakukan itu? Bukannya mendanai mereka sama saja seperti kau ingin memberi Gantara peluang?"
Aruna tersenyum smirk. Ia menggerakkan satu pion putih dan menendang keluar salah satu pion hitam disana. "Terkadang ada istilah memeluk untuk menikam lebih dalam."
"Apa yang kau bicarakan sekarang?"
"GantaraTrouth, bergerak dibidang pemasaran, tentunya ini bisnis putih karena bisnis hitamnya adalah prostitusi dan penjualan wanita, jika kita bisa menyentuh bisnis utama ini, maka aku akan dengan mudah memonopoli keuangan di bisnis ini, dan coba tebak, apa yang akan terjadi selanjutnya?"
Rowan menatap jari Aruna yang menggerakkan pion semakin dekat dengan pion raja utama. "Memonopoli keuangan bersih perusahan Gantara adalah cara untuk menerobos masuk ke bisnis gelap itu dan saat itu terjadi, aku akan dengan mudah menempatkan bom waktu yang selama ini tertanam di bisnis putih itu ke dalam bisnis kotornya."
"Dan—" Aruna menendang pion raja utama. "Dor! Bom waktu akan meledak."
Rowan meneguk ludah, Aruna berdiri dia mengambil tas kemudian menatap Rowan serius. "Dan kau, bisakah kau membantuku untuk satu hal lagi, Rowan?"
"Apa?"
"Ayahku mungkin akan menjalin kerjasama dengan kakekmu untuk beberapa hal, bisakah kau memonopoli bisnis keluargamu sendiri?"
Rowan membulatkan mata sempurna. Aruna tersenyum. "Permainan ini akan berjalan dua arah, dan aku tidak datang untuk main-main, Rowan, jika kau berniat membantuku, lakukanlah dengan benar."
Rowan bangkit dari duduknya. "Okey, tapi kau mau kemana sekarang?"
Aruna tidak langsung menjawab, dia mengecek ponselnya sekarang sudan saatnya bertemu dengan psikiaternya. "Ada urusan, aku akan menitipkan Aiden ke Zeya, di toko bunga."
Rowan berjalan ke arah Aruna. "Apa aku boleh tahu apa itu?"
Aruna menaruh ponsel di tasnya. "Aku yakin kita berdua sudah membahas semua hal tentang masalah privasi, Tuan Muda."
Rowan melipat kedua tangannya. "Kau tidak akan bertemu laki-laki lain kan dibelakangku?"
"Pfft!?" Aruna sontak tertawa lepas. "Kenapa aku melakukan itu? Kalaupun iya kau tidak punya alasan untuk cemburu dan melarang ku kan?"
"Aku tidak cemburu, dan biar aku saja yang menjaga Aiden!" jawab Rowan. Aruna mengangguk dia mengambil Aiden dan memberikannya ke dalam gendongan Rowan. "Aku merasa ada dibawah kakimu, kau merasa hebat karena aku adalah pihak yang tidak berhak mengajukan syarat?"
"Jangan bertingkah seolah-olah aku sangat kejam, percayalah Rowan—" Aruna memegang pipi Rowan dan tersenyum. "Mungkin aku tidak akan ada disini, jika kau tidak muncul sebagai orang gila dihadapanku lagi."
"Karena kau tahu apa? Aku tidak akan pernah punya satupun kesempatan untuk membencimu meski kau sudah melakukan semua hal-hal buruk itu," lanjut Aruna. "Aku pergi sekarang, kalian baik-baik disana."
Rowan hanya diam melihat Aruna melangkah pergi, dia menatap Aiden dan mengangkat bocah itu menatapnya.
"Aiden?"
"Bwa!? Daddy?"
"Haruskah aku membeli alat pelacak super kecil dan meletakkannya di anting-anting untuk aku hadiahkan kepada Mommy mu itu, agar aku bisa tahu kemana saja dia pergi?" tanya Rowan terdengar obsesif, tapi itu memang Rowan. "Sudahlah, bukannya kita berdua harus pergi ke suatu tempat."
"Bwa!"
Rowan mengambil ponsel dan menelepon Ho.
"Ada apa Tuan Muda?" ujar Ho saat sambungan telepon terhubung. "Apakah ada sesuatu yang serius."
"Janji temu untuk melakukan test dna, apakah kau sudah menyiapkan hal itu?" tanya Rowan duduk di tepi ranjang memangku Aiden.
"Yah, anda bisa datang kapan saja, Tuan Muda."
"Bagus! Lebih cepat lebih bagus, kita buktikan siapa sebenarnya ayah kandungmu Aiden."
...----------------...
Ditunggu crazy up'nya thor
up yg banyak dong thorr,
apa itu??????
orang pertama yang mendengar kan Aiden bicara adalah Daddy nya...
mempermainkan pernikahan...padahal dia sudah meniduri Aruna...
semoga hasilnya memuaskan...💗