Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 21
Aisyah menarik nafas dalam, sungguh wanita didepanya itu bak ratu drama yang sedang menarik perhatian suaminya.
"Berterimakasih? Haruskah aku berterimakasih kepada wanita yang telah tega, menghancurkan rumah tanggaku!! Aku sama sekali tidak menyangka dengan sikap polosmu dulu, Melati!! Kamu dengan tega membunuh ceritaku, demi menghidupkan cerita barumu!!" bentak Aisyah yang amarahnya sudah memuncak.
"Sudah cukup mbak!! Jangan memojokkanku! Aku dan mas Bagas saling mencintai. Jadi, jangan salahkan aku dalam masalah rumah tanggamu! Yang seharusnya kamu salahkan itu dirimu sendiri, bukan orang lain! Kamu yang sudah memutuskan pergi dari hidup mas Bagas! Jadi, jangan pernah mencoba melibatkan rumah tanggaku, dalam masalah rumah tanggamu!!" balas Melati menahan tangisnya.
Dada Aisyah benar-benar terasa sesak, bagai dihimpit bongkahan batu besar. Kedua matanya seketika memanas, bersamaan gemuruh hebat dihatinya.
"Kalian berdua benar-benar manusia kejam, tidak tahu malu!" teriak Aisyah, airmatanya menggumpal dibalik pelupuk matanya. Dan seketika pandanganya memburam, hingga sekali kedipan saja, airmata itu akan tumpah. Kedua netranya menatap bergantian dua orang didepanya saat ini, "Tidak ada wanita baik-baik didunia ini, yang mau dengan pria yang sudah menjadi milik orang, TERMASUK KAMU MELATI!!" suara Aisyah menggelegar, memenuhi setiap sudut bangunan megah tersebut.
"Buat kamu mas! Sekarang kamu pilih, jika kamu masih ingin aku bertahan sebagai istrimu, maka CERAIKAN DIA!!" tandas Aisyah kembali, sambil telunjuknya menunjuk kearah wajah Melati, Air matanya seketika berjatuhan melewati rahang pipinya, "Atau aku yang akan MUNDUR SEBAGAI ISTRIMU!!" lanjutnya. Suara Aisyah melemah, namun penuh penekanan.
Bagas tampak shock, bingung harus berbuat apa. Dia juga melakukan hal yang sama seperti Aisyah. Menatap kedua istrinya secara bergantian, dengan raut wajah terlihat memohon.
Sementara Melati, air matanya juga sudah tumpah, menatap kearah Bagas dengan permohonan, seolah berkata 'Aku mohon pertahankan aku, mas!'
"Mas katakan, kamu akan tetap mempertahankan aku kan! Aku sudah mengorbankan banyak waktuku, untuk mengabdi kepada keluargamu! Disaat ibu sakit, Narendra, siapa yang mengurus jika bukan dari tanganku, dan......"
"SUDAH DIAM!!" bentak Bagas, karena sudah merasa pusing, "Aku tidak akan menceraikan kalian berdua! Sampai kapanku, kalian berdua tetap istriku!!" lanjutnya.
Melati seketika langsung kincep, disaat suaminya berhasil menyela ucapanya terlebih dulu. Dihatinya sangat tersenyum puas, bahwa Bagas juga tidak ingin pisah darinya. Itu bertanda bahwa suaminya sangat menaruh harapan pada hidupnya.
Aisyah tersenyum kecut, mendegar keputusan suaminya barusan. Dadanya kembali berdesir nyeri, bahwa ternyata Bagas juga tidak mau kehilangan istri keduanya. Mungkin inilah jawaban dari pernikahan yang sudah dia jalani 8 tahun lamanya.
"Baik! Jika kamu tidak bisa memutuskan...maka biarkan aku sendiri yang memutuskan untuk TIDAK LAGI MELANJUTKAN SEBAGAI ISTRIMU!!" putus Aisyah, karena memang saat inilah, dia harus berdamai dengan dirinya, "Aku ingin kita cerai!!" kata Aisyah kembali.
Bagas seketika meraih tangan istri pertamanya itu, dengan menggelengkan kepala lemah. Dia juga masih sangat mencintai Aisyah. Namun disisi lain, dia juga tidak bisa meninggalkan Melati begitu saja.
"Tidak Ara! Kita sudah melewati banyak hal dalam hidup ini. Sampai kapanpun kita tidak akan pernah berpisah!! Tolong pikirkan semua ini dengan kepala dingin. Jika kamu tidak bisa menerima Melati sebagai madumu, maka terimalah dia sebagai adikmu!!" suara Bagas bergetar, air matanya pun sudah menggenang dibalik pelupuk. Tidak dapat dia bayangkan, jika dia harus kehilangan Aisyah.
Tatapan Aisyah menajam, "Katakan, siapa yang paling jahat!! Bahkan, jika aku menuliskan cerita pada rumah tanggaku ini, semua wanita seantero juga akan menyalahkan KALIAN BERDUA!! Kalian kejam! Kamu memaduku secara diam-diam, dan sekarang memintaku untuk menerima dia sebagai seorang adik?!" jeda Aisyah, menunjuk kembali wajah Melati, "Hal yang sangat mustahil, untuk kamu dapatkan!! Banyak sekali pintu surga, namun bukan dengan ini kamu memberikan SURGAMU UNTUKU!!" teriak Aisyah, "Mana mungkin aku dapat bertahan, jika 1 ATAP TERBAGI 2 SURGA! Tidak akan, aku tidak sanggup, " lanjutnya sambil menggelengkan kepala kuat.
"Kamu jangan seolah-olah menjadi korban mbak! Akulah disini yang sakit! Aku sudah sah menjadi istri mas Bagas, dan aku bukan simpanannya. Jadi stop menganggap aku yang paling jahat!!" sahut Melati menatap dingin istri pertama suaminya.
Pyarr....
"Diamm!!" Aisyah melempar gelas tepat di hadapan Melati dan Bagas. Amarahnya kali ini benar-benar tidak terkontrol, "Tidak ada yang memintamu berpendapat!! Kamu lebih hina dari jalang diluaran sana, Melati!"
Melati sontak memundurkan tubuhnya kebelakang. Dia begitu shock dengan sikap Aisyah yang sudah lepas kendali seperti saat ini.
"Sudah Ara. Tenangkan dirimu!" Bagas mencoba merengkuh pundak istrinya, namun langsung dihempas kasar oleh Aisyah.
Matanya berkobar, seolah api yang baru saja disulutkan. Tatapan Aisyah beralih kevas bunga yang terletak diatas nakas. Dia dengan cepat mengambilnya.
Pyarrr.....
Melati benar-benar ketakutan dan terkejut, saat lagi-lagi Aisyah melempar vas bunga, namun kini berada diselelah suaminya.
"Hewan saja masih memiliki empati terhadap pasanganya. Tidak seperti sikap kalian berdua. Dimataku, apa yang kalian berdua lakukan, begitu menjijikan!!" tandas Aisyah.
Bagas hanya bisa memejamkan mata sejenak, rumah tangganya dengan Aisyah bagai diujung tanduk. Ingin memepertahankan, namun sulit diterima oleh istri pertamanya itu.
Aisyah menarik nafas dalam, mencoba menetralkan perasaanya kembali. Puas dengan menumpahkan semua emosinya, dia lantas bergegas keluar dari sana, untuk mencari putranya.
Melihat Aisyah sudah hilang dibalik pintu, sontak Melati langsung menghambur kedalam tubuh suaminya. Wanita itu menangis tersedu, seolah dialah yang tersakiti atas sikap Aisyah.
"Hahh..!!" Bagas mendesah dalam, tanganya perlahan mengusap kepala istri keduanya, "Sudah, tidak ada yang perlu kamu cemaskan!! Aku yakin, Aisyah hanya menumpahkan kekecewaannya saja pada kita. Kelak, dia pasti akan menerimamu sebagai keluarganya!"
Melati hanya mengangguk dengan sesekali terdengar suara isakan, dari mulut kejinya.
** **
"Mbak, bunda kasian. Aku pelnah melihat bunda menangis sendiri disaat malam-malam!" kata Narendra, yang sedang duduk dipangku oleh Inem, sambil menikmati segelas puding buatan bundanya tadi.
Keduanya duduk ditaman depan, dengan tenang. Inem berusaha menenangkan bocah kecil itu. Dengan mengusap kepala Narendra.
"Aden tahu, siapa wanita yang baru datang tadi?" balas Inem yang ingin tahu lebih.
Narendra masih asik menyendoki puding kedalam mulutnya, "Dia mamah Melati bik! Kata mbok Yem, dia hanya mamah sambung. Dan bunda Ara itu ibu kandung Nalendra!"
Inem mengernyit, 'Jadi, tuan memiliki dua istri? Ya ALLAH, aku tidak bisa membayangkan, bagaimana menajadi nyonya Aisyah!' gumam batin Inem sembari mengusap dadanya.
Bastian yang baru saja tiba di losmen parkir, sontak netranya memicing saat melihat bocah kecil sedang duduk dipangku oleh seseorang, tepatnya ditaman depan samping losmen parkir.
Banyak orang-orang yang menghabiskan waktunya dengan bermain ataupun sekedar duduk sambil menikmati segelas coffe. Indahnya suasana saat malam, ditambah lampu berkelap kelip disekeliling air mancur yang berada diufuk taman, semakin menambah kehangatan bagi orang-orang yang sibuk bercengkrama menghabiskan malam panjangnya.
"Narendra.....!! Kok ada disini?" sapa Bastian setelah berhasil berdiri dihadapan bocah kecil itu.
Narendra dan juga sang pelayan sontak mendongak terkejut, Inem pikir tuan mudanya ini sudah mengenal pria dewasa itu sebelumnya. Inem terperanjat, disaat Narendra turun dari duduknya dengan cepat.
"Hai om pesepak bola! Iya, Lendra lagi diajak mbak Inem ketaman, karena disuruh bunda."
Bastian yang merasa canggung terhadap sang pelayan, sontak meminta ijin Inem, untuk membawa Narendra duduk dibangku sebrang dari posisi Inem berada.
"Narendra mau ikut om, duduk disana? Kebetulan om tadi habis beli cemilan, ini buat Narendra semua!" tunjuk Bastian kearah bangku kosong didepan bangku sang pelayan duduk. Dan kebetulan, pria dewasa itu tengah menenteng beberapa snack makanan, yang seharusnya menjadi pesanan sang asisten.
Narendra duduk dengan mata berbinar, karena melihat banyaknya snack dan juga ice cream didalam kantung tersebut.
"Apa Lendra boleh membawanya nanti, om? Nanti akan Lendra bagi dengan bunda dan mbak Inem!" seru bocah kecil itu dengan wajah berbinar, seolah baru saja mendapat sebongkah permata.
Bastian hanya mengangguk, sambil mengusap kepala Rendra dengan lembut. Dia tidak menyangka, akan dipertemukan dengan bocah selucu ini. Mungkin ini gambaran, jika pria berusia 32 tahun itu memiliki seorang putra.
"Oh ya, memangnya bunda kemana? Kok Narendra hanya dengan bibi?"
Rendra mendongak, wajah yang semuka ceria seketika berubah sendu. Tanganya sudah terlepas dari snack-snack besar tersebut. Dia menatap lamat Bastian dengan berkata.
"Bunda ada dirumah dengan ayah, dan juga mamah Melati, om!"
Bastian mengernyit. Bunda, ayah, dan mamah? Apa maksud ucapan bocah kecil itu. Siapa yang dimaksud mamah oleh Narendra.
"Narendra, apa om boleh tahu, siapa mamah Melati?" tanya Bastian kembali. Jiwanya sudah menggebu-gebu, ingin sekali tahu kehidupan Aisyah seperti apa.
"Mamah melati ya istlinya ayah, om! Bunda juga istlinya ayah,!" Narendra mengangkat dua jarinya dihadapan Bastian, "Lendra punya dua ibu! Tapi kata mbok Yem, ibu kandung Ledra hanya bunda!" katanya, seolah apa yang dia ucapkan hanya sebuah cerita fiktif belaka.
Bastian semakin melebarkan netranya, 'Apa Aisyah memiliki madu? Apa yang terjadi sebenarnya?' gumam batinya, saat beberapa pertanyaan memenuhi ruang kepalanya.