Novel ini sakuel dari novel "Cinta yang pernah tersakiti."
Tuan, Dia Istriku.
Novel ini menceritakan kehidupan baru Jay dan Luna di Jakarta, namun kedatangannya di Ibu Kota membuka kisah tentang sosok Bu Liana yang merupakan Ibu dari Luna.
Kecelakaan yang menimpa Liana bersama dengan suami dan anaknya, membuatnya lupa ingatan. Dan berakhir bertemu dengan Usman, Ayah dari Luna. Usman pun mempersunting Liana meski dia sudah memiliki seorang istri dan akhirnya melahirkan Luna sebelum akhirnya meninggal akibat pendarahan.
Juga akan mengungkap identitas Indah yang sesungguhnya saat Rendi membawanya menghadiri pesta yang di adakan oleh Jay.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpaksa
...Indah menggeleng, namun wajahnya nampak menahan sakit, Nathan yang mengerti segera memegang kaki Indah....
...Rendi dengan cepat bangkit dan menipis tangan Nathan dari kaki Indah, "Sayang, Maafkan aku, aku tidak sengaja." Ucapnya merasa bersalah seraya memegangi kaki Indah....
...***...
Indah yang merasa kesal pada Rendi seger menepis tangan Rendi dari kakinya, "Sebaiknya kamu pulang Mas, aku ingin sendiri." Ucapnya.
"Tapi Sa.."
"Aku bilang aku mau sendiri." Sela Indah.
"Tapi Ndah, kaki kamu..."
"Pulang Mas." Pekik Indah seraya menunjuk ke arah gerbang pemakaman.
"Ndah, tolong jangan begini, aku minta maaf." Ucap Rendi memohon.
"Aku butuh waktu Mas." Sahut Indah.
"Tapi Ndah..."
Indah membuang muka dan kembali meraih tongkatnya, Rendi ingin membantu Indah berdiri, namun lagi-lagi Indah menepis tangannya.
"Aku ngga suka kamu seperti ini Mas, sebaiknya kamu pergi, dan jangan pernah temui aku lagi." Ucap Indah yang kini sudah berdiri meski harus menahan sakit di kedua kakinya.
"Apa maksud kamu Ndah? Kita akan menikah, bagaimana mungkin aku tidak menemui kamu lagi." Protes Rendi.
"Aku tidak suka laki-laki kasar." Ucap Indah seraya melangkahkan kakinya dengan susah payah.
"Maafkan aku Indah, aku menyesal, tolong Maafkan aku." Ucap Rendi seraya ingin membantu Indah berjalan, namun Indah lagi-lagi menolak.
"Biar saya Bantu Mbak." Tawar Nathan hendak memegang lengan Indah, namun dengan cepat Rendi menepis tangan Nathan.
"Jangan berani sentuh calon istriku." Sentak Rendi.
Indah tak menghiraukan keduanya yang saling melempar tatapan tajam. Indah tetap berjalan meninggalkan keduanya.
"Sebaiknya kamu pergi, dan jangan pernah muncul di hadapan aku ataupun Indah lagi." Pinta Rendi tegas seraya menunjuk wajah laki-laki di hadapannya.
"Oke, aku juga tidak punya banyak waktu untuk kalian." Ucap Nathan yang akhirnya memilih untuk pergi.
Meski hatinya terasa berat saat melihat Indah yang berjalan dengan menahan sakit. Tapi dia merasa tak punya urusan dengan pasangan itu.
Nathan pun melirik ke pemakaman yang di kunjungi Pak Usman, dan ternyata orang yang Ia cari sudah tak ada disana.
"Sebaiknya aku kembali saja." Ucap Nathan lalu pergi dari pemakaman umum itu.
Sementara Rendi yang kasihan melihat Indah yang berjalan terseok-seok memilih untuk segera membopong tubuh calon istrinya itu.
"Mas." Teriak Indah, "Lepasin, aku ngga mau pulang sama kamu." Indah berontak namun Rendi tak ingin melepasnya.
"Aku tidak akan membiarkan kamu sendirian sayang." Ucap Rendi.
"Mas, turunin aku, aku mau pulang sendiri." Kekeh Indahnya terus berontak.
"Kita tidak akan pulang sebelum kamu di periksa dokter, aku ngga mau kamu kenapa kenapa." Ucap Rendi segera membawa tubuh sang calon istri masuk ke dalam mobilnya.
"Ihhh lepasin Mas, aku ngga mau." Tolak Indah terus berontak.
"Aku tidak sedang memberimu pilihan Indah." Ucap Rendi tegas, wajahnya begitu dingin membuat Indah akhirnya bungkam.
Rendi menatap Indah dalam, hingga Indah tak berusaha berontak lagi, "Maaf, aku sudah membuat mu takut dan kesakitan, sungguh aku sangat menyesal Indah, aku janji ini semua tidak akan pernah terjadi lagi." Ucap Rendi lalu mencium Pipi Indah.
"Duduklah dengan tenang, Mas akan bawa kamu ke dokter, Maafkan Mas ya? Jangan marah lagi dan jangan pernah menyuruh Mas untuk menjauh, karena sampai kapanpun Mas akan selalu ada di samping kamu." Ucap Rendi setelah mendudukan Indah di kursi samping kemudi, tak lupa Rendi memberikan kecupan di kening Indah.
Indah tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya, membuat Rendi sedikit lega karena Indah sudah mau memaafkannya.
Rendi menutup pintu mobil, lalu berlari kecil mengitari depan mobil dan segera duduk di balik kemudi.
Rendi menjalankan mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Hari ini, Rendi sedikit kecewa karena dia tak jadi membawa calon istrinya mengunjungi makam sang Mamah. Tapi tak apa, kesehatan Indah jauh lebih penting bagi nya.
***
"Apa sebaiknya aku tanya pada Bu Rini saja." Ucap Nathan saat dirinya kembali untuk mengambil mobilnya yang Ia tinggal di dekat rumah Pak Usman.
"Sepertinya itu Bu Rini, dia ada di rumah." Sambungnya saat melihat seseorang yang baru saja keluar dari rumah Pak Usman dengan membawa sebuah sapu.
Nathan melangkah ingin mendekati Bu Rini, namun langkahnya terhenti saat mendengar ponselnya berdering.
Drttt Drttt Drttt
Nathan merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya dan segera menerima panggilan yang berasal dari Marvin.
"Iya Vin, kenapa?" Ucap Nathan.
"Tuan, anda dimana?" Tanya Marvin terdengar panik.
"Sudah aku katakan aku sedang ada keperluan di luar kota, kenapa kamu masih saja bertanya." Jawab Nathan kesal.
"Tapi Tuan, sebaiknya anda segera kembali." Pinta Marvin.
"Ada apa? Apa ada masalah yang tidak bisa kamu selesaikan di kantor hah? Apa kamu sudah bosan bekerja dengan ku? Kalau Iya, katakan, aku akan mencari pengganti kamu" Ucap Nathan sedikit berteriak.
"Bu...bukan begitu Tuan, tapi..."
"Tapi apa hah?" bentaknya lagi.
"Saya hanya ingin mengabarkan tentang Tuan Pram, Tuan." Jawab Marvin.
Nathan mengerikan kening nya, "Kakek? kenapa kakek?" Tanyanya.
"Tuan Pram anfal Tuan, saat ini Tuan Pram sudah di bawa ke rumah sakit dan sedang di tangani oleh dokter." Jawab Marvin.
"Apa?" Kaget Nathan, "Kamu tidak sedang bersekongkol dengan kakek untuk membohongi saya lagi kan, Vin?" Tanya nya yang ingat dengan kejadian dimana sang kakek bersekongkol dengan suster Via untuk membohongi nya.
"Tidak Tuan, saya mana berani membohongi anda Tuan." Sahut Marvin.
"Jadi kakek beneran sakit?" Tanya Nathan yang kini matanya menyiratkan kekhawatiran.
"Iya Tuan, saya saat ini sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit." Jawab Marvin yang memang sedang mengendarai mobil nya menuju rumah sakit.
"Oke, saya pulang sekarang. Kamu tolong jaga kakek, kalau ada apa-apa segera kabari saya, Kemungkinan saya akan sampai sore hari." Ucap Nathan gegas membuka pintu mobilnya.
"Baik Tuan." Sahut Marvin lalu panggilan pun berakhir.
Nathan pun masuk ke dalam mobil dan gegas melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, karena dia begitu mengkhawatirkan kakeknya.
***
"Dimana kakek?" Tanya Nathan saat tiba di rumah sakit dan melihat Marvin sedang menunggu di depan ruang rawat kakeknya.
"Ada di dalam Tuan." Jawab Marvin seraya menunjuk ruangan tempat Pak Pram di rawat.
"Apa kata dokter? Kakek baik-baik saja kan?" Tanya Nathan khawatir.
"Tuan Pram baru saja sadarkan diri Tuan, dia terus mencari Tuan." Jawab Marvin.
"Oke." Sahut Nathan gegas masuk ke dalam ruangan.
"Kakek." Lirih Nathan saat melihat sang kakek yang berbaring di ranjang rumah sakit.
"Nathan." Lirih Pak Pram seraya mengulurkan tangannya.
"Kenapa kakek seperti ini?" Tanya Nathan meraih tangan kakeknya lalu duduk di kursi yang ada di samping ranjang.
"Kamu kemana saja Nat?" Tanya Pak Pram lirih hampir tak terdengar.
"Maaf kek, Nathan baru saja dari luar kota, karena ada urusan pekerjaan." Jawab Nathan beralasan, karena dia tak mungkin Menceritakan yang sebenarnya.
"Nat, Kakek tidak tau sampai kapan kakek bisa bertahan, jadi tolong Nat, kali ini saja, kabulkan permintaan Kakek." Ucap Pak Pram.
"Menikahlah, Kakek sangat ingin melihat kamu menikah Nat." Pinta sang kakek yang kembali memohon pada cucu nya untuk segera menikah.
"Kek, kenapa bahas ini lagi sih." Kesal Nathan namun dia tak bisa marah.
"Nat, kakek ingin melihat kamu bahagia, supaya kakek bisa pergi dengan tenang saat waktu nya tiba." Ucap Pak Pram.
"Kek plisss, jangan katakan itu lagi, kakek akan memiliki umur yang panjang, kakek akan melihat Nathan menikah, bahkan kakek akan bisa melihat cicit-cicit kakek lahir nanti." Ucap Nathan penuh harap.
Hanya Pak Pram satu-satunya keluarga yang Nathan punya, tentu dia menginginkan sang kakek akan selalu ada untuk nya sampai kapanpun.
"Kalau begitu, kamu harus segera menikah Nathan." Ucap Pak Pram.
"Kek..." Nathan hendak menolak namun kakeknya langsung menyelanya.
"Kakek sudah memiliki calon istri untuk kamu, Nat. Dia anaknya sangat cantik dan baik. Kakek yakin, Kamu akan menyukainya." Ucap Pak Pram.
"Tapi kek..."
"Kamu temui saja dulu Nat, kalau kamu memang tidak menyukainya, Kakek tidak akan memaksa kamu untuk menikah." Ucap Pak Pram kembali menyela ucapan Nathan.
Nathan terdiam, "Aku tidak mungkin menyukai wanita itu kek, Karena aku sudah mencintai wanita lain, tapi kalau aku menolak, Kakek bisa anfal lagi." Batin Nathan menjadi bimbang.
Pak Pram kembali meringis seraya memegang dada nya, Nathan pun kembali panik, dia takut kalau kakeknya anfal lagi, "Baiklah Kek, Nathan mau menemui wanita itu, tapi semua keputusan tetap ada di tangan Nathan, kakek tidak boleh memaksa Nathan lagi, Oke?" Ucap Nathan akhirnya.
Pak Pram tersenyum seraya menganggukan kepalanya, "Temui dia besok malam di arenta Resto, Nat." Ucap nya.
"Iya kek." Sahut Nathan pasrah.