CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
“Katanya udah nggak mood, tapi habis juga makanannya.” Ucap Dimas saat dirinya melihat makanan milik Velove sudah habis.
“Tadi katanya suruh dimakan, jadi ya udah saya makan. Giliran udah dimakan malah nyindir-nyindir.” Balas perempuan itu dengan bibir yang mencebik.
Dimas yang melihat hal itu terkekeh pelan, melihat sang sekretaris yang bertingkah seperti ini malah menjadi hiburan sendiri baginya. Setiap kata-kata yang diucapkan oleh Velove, terdengar sangat lucu di telinganya.
“Udah Pak Dimas mandi sana, bau tahu.” Titah Velove seraya membereskan meja makan bekas keduanya makan malam.
“Enak aja, mana pernah saya bau.”
Memang benar sih apa yang dikatakan oleh Dimas barusan, Velove sendiri tidak pernah mencium bau tidak sedap dari tubuh lelaki itu walaupun sudah bekerja seharian. Perempuan itu mengatakan kalau Dimas bau hanya agar lelaki itu segera beranjak dari sana dan masuk ke dalam kamar mandi.
“Ya ya terserah Pak Dimas, tapi kalo nggak mandi sekarang juga, nanti malem Bapak tidur di sofa.” Velove mengucapkan ancaman itu seraya beranjak dari sana dengan membawa peralatan makan kotor bekas keduanya.
“Apartemen ini punya saya kalo kamu lupa.”
Ah ya, Velove melupakan soal hal itu. Lantas perempuan itu memilih untuk tidak menanggapi lagi ucapan Dimas, Velove memilih untuk segera menyelesaikan cucian piringnya agar dia bisa berbaring di atas ranjang, karena jujur saja dia merasa jika badannya saat ini juga sudah remuk.
Sedangkan Dimas mulai beranjak dari tempat duduknya dan masuk ke dalam kamar, lelaki itu memang berniat untuk mandi setelah makan karena merasa badannya sangat lengket, hanya saja dia dengan sengaja ingin menggoda sekretarisnya itu.
***
Tidak seperti biasanya, pagi ini Dimas yang bangun terlebih dulu dari tidurnya. Lelaki itu melirik ke sebelahnya dan mendapati Velove yang masih terbaring disana dengan bagian atas tubuhnya hanya ditutupi oleh bra dan di sekitar dadanya terdapat beberapa bercak merah.
Tentu saja itu ulah Dimas semalam, yang berujung mendapat kekesalan dari Velove karena lelaki itu telah meninggalkan jejak di kulitnya padahal sebelumnya perempuan itu sudah mengingatkan sang atasan untuk tidak meninggalkan bercak merah di sana.
Dimas tidak memiliki niatan untuk langsung beranjak dari sana, lelaki itu malah lebih memilih untuk memandangi wajah Velove di sampingnya yang terlihat damai, sepertinya perempuan itu begitu kelelahan sampai-sampai belum bangun juga.
Puas memandangi wajah sang sekretaris, akhirnya Dimas memilih untuk beranjak dari sana dan masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Velove yang masih berbaring di atas sana.
Tidak lama dari itu, Velove mulai menggeliat dari tidurnya dan membuka matanya dengan perlahan, terdengar suara air dari dalam kamar mandi, perempuan itu menoleh ke adah samping untuk memastikannya, ternyata Dimas sudah tidak ada di sana dan pasti lelaki itu sedang mandi.
“Tumben bangun duluan.” Perempuan itu bergumam setelah kesadarannya terkumpul sepenuhnya.
Merasakan hawa dingin dari AC yang menerpa kulitnya, Velove mengedarkan pandangannya untuk mencari bajunya yang dia pakai semalam namun dilepaskan oleh Dimas. Setelah menemukan itu, dia langsung memakainya.
Perempuan itu sedikit meringis ketika melihat bercak merah yang ada di sekitar kulit dadanya, itu semua karena ulah Dimas semalam. Untung saja lelaki itu tidak sampai membuatnya di area leher, kalau saja itu terjadi, dia akan kesulitan untuk menutupi bercak itu.
Velove memilih untuk beranjak dari sana dan membuka gorden yang ada di sana agar cahaya dari luar bisa masuk ke dalamnya, lalu perempuan itu berjalan ke arah koper miliknya untuk mengeluarkan baju yang akan dia pakai untuk berangkat ke kantor hari ini.
Seraya menunggu Dimas selesai di dalam kamar mandi, perempuan itu meraih alat pemompa ASl miliknya, dia akan memompa ASl-nya sekarang karena kalau hal itu dia tunda, maka kemungkinan mereka berdua akan telat datang ke kantor pagi ini.
Ditengah aktivitasnya yang sedang memompa ASl, terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka, terlihat Dimas yang keluar dari dalam sana dengan keadaan teIanjang bagian atas dan bagian bawahnya yang hanya ditutupi dengan handuk, itu sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi Velove walaupun pada awalnya dia merasa malu-malu.
“Kamu udah bangun?”
Pertanyaan yang tidak seharusnya ditanyakan itu keluar dari mulut Dimas, lelaki itu kini membuka lemari pakaian miliknya dan mengambil pakaiannya dari dalam sana, Velove yang melihat hal itu memilih untuk mengalihkan pandangannya dan kembali fokus dengan kegiatannya yang sedang memompa ASl.
Beberapa menit kemudian Velove sudah selesai dengan kegiatan memompa ASl-nya, begitu juga dengan Dimas yang sudah memakai setelan kerjanya dan sekarang lelaki itu sedang memakai dasi.
“Pak Dimas kalo mau sarapan bikin sendiri dulu aja, takut kesiangan.” Ucap Velove yang kini sedang membawa langkah kakinya untuk masuk ke dalam kamar mandi.
“Iya.” Balas Dimas disertai dengan anggukan singkat.
Melihat sekretarisnya itu sudah masuk ke dalam kamar mandi, Dimas memilih untuk keluar dari dalam kamar dan menuju dapur yang ada di dalam apartemennya itu.
Seperti apa yang diperintahkan oleh sang sekretaris untuk membuat sarapannya sendiri, Dimas meraih roti dan mengolesinya dengan mentega sebelum kemudian dia masukan ke dalam alat pemanggang.
Dimas sudah terbiasa melakukan hal ini sebenarnya, hanya saja semenjak Velove ikut tinggal di apartemennya, perempuan itu yang selalu menyiapkan sarapan untuk mereka berdua setiap paginya.
Tidak butuh waktu yang lama untuk Dimas menyiapkan roti panggang untuk sarapan dia dan Velove, setelah selesai, lelaki itu membawanya ke meja makan dan mengambil susu dari dalam kulkasnya. Dimas kemudian duduk di salah satu kursi yang ada di sana untuk memakan sarapan miliknya.
Tidak lama dari itu pintu kamar terbuka, memperlihatkan sosok Velove yang keluar dari dalam sana dengan penampilan yang sudah rapi, hanya saja perempuan itu belum memoleskan riasan di wajahnya karena Velove akan melakukan hal itu seraya berangkat ke kantor nanti di dalam mobil.
“Ini buat saya, Pak?” Tanya Velove saat dirinya mendapati roti panggang di atas piring di tempat biasanya dia duduk.
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh sang sekretaris membuat lelaki itu menganggukan kepalanya. “Iya, buat kamu.”
Velove tidak mengira kalau Dimas ternyata membuatkan untuk dirinya juga, padahal maksud dia ketika menyuruh membuat sarapan tadi itu hanya untuk dirinya sendiri, tapi ternyata lelaki itu membuatkan untuk dia juga.
“Makasih Pak Dimas.” Ucap perempuan itu seraya duduk di kursi yang ada di sana.
“Saya ada berapa kali jadwal meeting hari ini?” Tanya Dimas saat lelaki itu selesai menghabiskan roti panggangnya.
“Ada dua, Pak. Jam sepuluh sama jam dua siang nanti.”
“Yang jam dua siang tolong kamu pelajari kembali materinya, karena saya mau kamu yang nanti mempresentasikannya.”
“Baik, Pak.”
Velove segera menyelesaikan kegiatan sarapannya karena melihat sang atasan yang sudah selesai, perempuan itu tidak ingin membuat Dimas menunggu dirinya lama.
“Pelan-pelan aja makannya, nggak bakalan saya tinggalin.” Ucap Dimas yang kemudian meneguk habis susu di dalam gelasnya.
Mendengar ucapan dari lelaki itu barusan membuat Velove mengurangi kecepatan mengunyahnya menjadi normal, sesuai dengan permintaan Dimas. Memang benar sih, mana mungkin lelaki itu tega meninggalkannya untuk pergi ke kantor.
***
Kini mobil hitam Dimas sudah terparkir di basemen kantor, sebelum keluar dari dalam mobil itu, Velove menjulurkan tangannya ke kursi belakang untuk mengambil paperbag yang berisi oleh-oleh yang dia beli untuk teman-teman kantornya kemarin di Bandung.
Dengan paperbag dan juga tas yang ada di tangannya, perempuan itu berjalan mengikuti langkah Dimas yang ada di depannya dan mereka berdua masuk ke dalam lift untuk naik ke lantai tempat ruangan keduanya berada.
Begitu sampai di lantai yang mereka tuju, dua orang itu segera keluar dari dalam sana dan berjalan pada lorong. Velove sampai terlebih dulu di kubikelnya, sedangkan Dimas harus kembali berjalan menuju ruangannya.
“Selamat pagi, Pak Dimas.” Sapaan itu datang dari Naomi saat lelaki itu melintas di depan kubikelnya yang hanya dibalas dengan anggukan tipis oleh Dimas.
Setelah melihat Dimas yang sudah masuk ke dalam ruangannya dan Velove yang baru saja mengeluarkan tablet dari dalam tasnya, Naomi segera keluar dari kubikelnya dan berjalan ke arah kubikel Velove yang ada di sebelahnya.
“Kamu bareng sama Pak Dimas, Vel?” Tanya Naomi dengan rasa penuh penasaran.
Velove lantas menggeleng. “Nggak, tadi ketemu di lift.” Bohongnya.
Naomi yang mendengar jawab dari Velove hanya menganggukan kepalanya, kini mata Naomi teralih pada paperbag yang ada di atas meja milik Velove.
“Ini dia nih yang aku tunggu-tunggu.” Ucap Naomi seraya mengintip isi di dalam paperbag itu.
“Kamu bawa aja ke meja kamu, nanti bagiin buat Mas Gino, Mas Dewa sama yang lainnya juga.”
“Kamu nggak mau?”
“Aku udah misahin kemaren, nggak aku bawa. Ada di kostan.”
“Oh oke deh, makasih banyak ya, Vel.”
“Bilang makasihnya ke Pak Dimas aja, soalnya belinya pake uang dia.”
“Hah? Beneran?” Naomi bertanya dengan pandangan tidak percaya. “Tumben banget.” Lanjutnya.
“Nggak tau aku juga, lagi pengen bayarin aja kali.”
Memang sebelum-sebelumnya jika Velove sedang ada tugas di luar kota bersama dengan Dimas, perempuan itu selalu menyempatkan diri untuk membeli oleh-oleh, tapi oleh-oleh itu selalu dibeli memakai uang pribadinya, begitu juga dengan teman-teman kerjanya yang lain jika sedang memiliki jadwal tugas di luar kota bersama dengan lelaki itu.
“Udah ah, balik sana ke meja kamu. Aku mau cek ulang materi buat meeting jam sepuluh nanti sama yang jam dua siang.”
“Iya-iya, ya udah deh nanti aku bilang makasih sama Pak Dimas sekalian mau minta tanda tangan dia buat di berkas laporan aku.”
Setelah itu Naomi kembali ke kubikelnya dengan membawa paperbag berisi oleh-oleh yang diberikan oleh Velove. Sedangkan Velove di mejanya sudah disibukan kembali dengan mengecek materi-materi untuk meeting hari ini dan juga beberapa berkas yang harus dia selesainya sebelum meeting jam sepuluh nanti.