Jess Amartha, wanita berusia 24 tahun yang juga merupakan anak yatim-piatu. Terpaksa harus menerima tawaran pernikahan, dari donatur panti asuhan tempatnya bernaung selama ini.
Menolak? Jelas Jess tak mungkin bisa. Terutama jika sang ibu panti telah menyetujui lamaran dadakan tersebut, dengan senyum cerah di wajahnya yang mulai menua.
Pernikahan pun terjadi. Dua insan yang tak pernah mengenal, dipaksa keadaan untuk saling menerima satu sama lain.
Kent Rahardjo, pria berusia 30 tahun. Selain wajahnya yang rupawan, pria itu juga sangat mapan dalam segi finansial. Seorang CEO sebuah perusahaan IT terbesar kedua di Asia tenggara.
Pria arogan, dingin dan tak tersentuh. Membuat pernikahan mereka bagai berjalan diatas bongkahan es.
Sanggupkah Jess bertahan dalam pernikahan tak sehat, yang menjerat kebebasan jiwanya yang semakin rapuh? Akankah hati beku Kent mencair oleh ketulusan seorang Jess Amartha?
Kuy simak dan beri kritik yang membangun mental agar tak menjadi down🤗🙏😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeyra_S Antonio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Maaf kan susu Yuyun, karena beberapa ban ini selalu memonopoli alur🤭🤭
Jangan lupa favorit bagi yang kelupaan 😁 komen n likenya juga. Oke😘😘😊😊
👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻👸🏻
Sedangkan di dalam mobil sepanjang perjalanan, Jess masih tak berbicara apapun. Kent masih menggenggam jemari sang istri dengan erat.
"Maafkan aku sayang, kejadian tadi begitu cepat. Maaf tak sempat menjauhkan mu dari kebrutalan Melisa. Sungguh aku tak menyangka, jika wanita itu begitu nekat menyakitimu." Sesal Kent menoleh sekilas ke arah Jess yang masih membuang pandangan ke sisi jalan.
"Jess?" Nada Kent semakin rendah. Dia tau telah gagal menjaga istrinya, dan itu akan menjadi tolak ukur bagi Jess, untuk semakin menjaga jarak dengannya.
"Aku tak apa Kent. Bisakah kau tak membahasnya lagi?" Balas Jess tanpa menoleh. Wanita itu bahkan menarik tangannya dari genggaman Kent.
Pria itu mendesah berat. Sikap Jess yang seperti inilah yang membuatnya ketar ketir. Dia bahkan tak mengetahui kedalaman hati wanita itu, sedangkan hatinya sendiri telah menciptakan ruang luas untuk wanita itu, tanpa tersisa sedikitpun celah bagi orang lain.
Keduanya tak lagi bersuara, Kent memilih ikut diam agar tak semakin membuat Jess kesal padanya.
Di rumah kediaman Kent, Melisa terlihat marah pada bi Sum. Wanita itu hendak mengambil makan malam, namun tak mendapati apapun di atas meja makan. Bahkan sebutir nasipun tak terlihat di sana.
"Bibik bisanya apa sih? Ingat, bibik itu babu di sini, jadi apapun yang saya minta harus bibik laksanakan. Paham?!" Bentak Melisa dongkol. Perutnya keroncongan namun di rumah tak satupun makanan yang dia temukan. Bahkan makanan di dalam kulkas pun tak ada sama sekali.
Tanpa Melisa tau, jika Yuni lah si biang keroknya. Gadis itu menyembunyikan semua jenis makanan, baik yang siap saji, makanan ringan bahkan bahan mentah. Yuni menyimpan di gudang penyimpanan makanan di gudang belakang. Tempat yang tak mungkin akan Melisa kunjungi.
"Maaf nyonya, uang belanja habis. Tuan belum memberikan uang jatah bibik belanja. Ini saja bibik makan mie renteng untuk mengganjal perut. Nyonya mau?" Sungguh Melisa ingin menyumpa mulut bi Sum menggunakan spon mandi.
"Makan saja sendiri! Kau pikir saya orang susah sampai harus makan mie?! Di pikir dulu kalau mangap, dasar mulut tak berpendidikan! Babu sialan!" Umpat Melisa mengeluarkan semua jurus ratu ular silumannya.
Wanita itu meninggalkan ruang makan dengan langkah lebar menuju lantai atas. Sedangkan Yuni terkikik di samping pintu dapur kotor.
Bi Sum mengusap dadanya mendengar kalimat menohok sang majikan.
"Mulutku memang tak berpendidikan, tapi mulutku ini beretika dan paham norma sopan santun kalau berbicara. Dasar orang kaya, suka seenaknya kalau mengiha kaum miskin." Ujar wanita itu geleng-geleng kepala.
Yuni berjalan lalu merangkul bahu lebar bi Sum.
"Bibik tidak usah baper. Bukan bibik yang kurang pendidikan, nyonya saja yang kelebihan pendidikannya. Coba lihat, bagaimana cerdasnya nyonya mempercayai kalau tuan tak memberikan bibik jatah belanja. Itu karena beliau terlalu pintar. Aku yakin, tipe-tipe seperti nyonya Melisa ini. Sebenarnya berasal dari kaum bawah seperti kita. Hanya saja Beruntung karena di pungut oleh tuan, entah karena karma atau apa. Hanya tuan yang mengetahunya. Kasihan sekali tuan, punya istri model siluman seperti nyonya Melisa. Ckckckck!"
Bi Sum sedikit terhibur oleh kata-kata Yuni yang suka kadang-kadang.
"Kau ini, ada-ada saja. Yuk kita lanjut makan bakso, pasti sudah dingin di belakang kelamaan di tinggal." Ujar bi Sum. Keduanya ternyata baru saja delivery bakso mercon beranak pinak.
Sedangkan sang majikan di biarkan menikmati lambung keroncongan. Sungguh definisi ART yang patuh dan baik.
"Tenang saja bik, di rumah ini kita adalah majikan selama nyonya kita yang sebenarnya belum kembali. Jadi, mari kita manfaatkan semua fasilitas tanpa harus malu-malu. Anggap saja milik sendiri." Gadis itu mengedipkan sebelah matanya dengan gaya pecicilan.
Benar saja, Yuni memanfaatkan microwave untuk memanaskan kuah bakso mereka.
Di kamar atas, Melisa menghubungi kekasih gelapnya. Namun sayang, pria itu tak kunjung menjawab. Karena pada saat bersamaan, lelaki tersebut sedang adu perkakas dengan kekasihnya yang lain di hotel yang Melisa sewa untuk mereka beberapa hari yang lalu.
Karena masih tersisa satu hari lagi, si pria berdalih tak ingin pulang cepat agar tak di rongrong pertanyaan dari istrinya. Nyatanya, pria itu memanggil wanita lain untuk menggantikan bekas Melisa di kamar tersebut.
Sungguh selingkuhan yang menakjubkan. Memanfaatkan Melisa untuk uang, lalu memiliki kekasih lain untuk kepuasan.
👸
👸
Kent menatap sendu punggung Jess yang kini di gendong oleh Kevin. Pemuda itu rela menunggu di teras rumah hingga Jess tiba.
Kent yang baru saja akan menggendong Jess, kalah cepat dengan Kevin yang sudah berdiri di samping pintu mobil.
Tak ingin menciptakan perdebatan, Kent memilih mengalah. Kini pria itu hanya bisa menatap punggung Jess yang terlihat lebih kecil dari tubuh Kevin. Remaja tanggung yang memiliki watak keras seperti dirinya.
"Yang punya istri siapa yang galak siapa?" Sungut pria itu berdumel kesal.
"Siapa yang galak, nak Kent?" Suara tersebut hampir saja membuat Kent melayangkan tonjokan. Untung saja dia tak sampai melakukan nya, auto bakal di amuk warga karena berani menonjok ketua RT mereka.
"Eh, pak RT. Tidak pak, saya hanya asal bicara saja. Teringat film yang tadi saya tonton, jadi kebawa perasaan sampai sekarang." Sahut Kent tersenyum kaku.
Pak RT menepuk pelan bahu Kent sembari tersenyum geli. Dia mendengar jelas kalimat pria tersebut. Dan tau jika pria itu sedang menahan cemburu pada Kevin, yang lebih gercep mengambil alih Jess.
"Kalau begitu jangan terlalu sering nonton sinetron, kadang emosi kita mudah terpancing saat melihat adegan yang terlalu dramatisir. Ayo masuk, saya kebetulan mau ketemu sama ibu Maria." Ajak pak RT mengalihkan topik.
Kedua pria beda generasi tersebut berjalan beriringan menuju teras rumah sambil bercerita ringan. Kent jadi tau, jika Jess salah satu kader kesehatan di lingkungan tersebut. Begitu banyak jasa yang Jess berikan untuk lingkungan sekitarnya. Sungguh wanita berhati mulia. Kent semakin mengagumi sosok istrinya itu, dengan perasaan cinta yang kian terpupuk sempurna.
👸
👸
"Brengsek kau Kent! Awas saja jika kau berani menceraikanku, akan ku buat hidupmu penuh penderitaan bersama wanita ja la ng itu!" Geram Melisa menatap nyalang ke layar ponselnya.
Tak terlihat adanya pertambahan saldo di rekeningnya, membuat Melisa semakin berang. Padahal dia baru saja memberikan sejumlah uang pada kekasih gelapnya, dan kini keuangannya sedang di batas akhir.
"Jika aku tak bisa mendapatkanmu dengan cara baik-baik, maka kita lihat apa yang bisa aku lakukan untuk menjeratmu. Bagaimana kau akan menghadapi kemarahan kedua orang tuamu nanti, Kent." Wanita itu menyeringai iblis kala menemukan ide gila, untuk membawa Kent kembali ke kehidupannya seperti dulu.
Di lantai bawah, Yuni baru saja selesai menyuapi Eli makan. Puding susu buatan bi Sum ternyata cocok di lidah gadis kecil itu. Kini mereka bertiga tengah duduk santai di karpet ruang keluarga.
Walau berniat memanfaatkan fasilitas yang ada, ke-duanya masih tau akan batasan. Tidak lancang duduk di sofa melainkan duduk di lantai dengan karpet. Tak lupa setoples cemilan yang sudah di jadikan satu di dalamnya. Itu supaya memudahkan mereka untuk menyembunyikan makanan tersebut dari jangkauan Melisa.
"Sus Yuyun? Mama masih marah ya sama Eli? Papa juga tidak pulang-pulang. Apa Eli nakal ya?" Hati Yuni mencelos. Gadis itu bersitatap dengan bi Sum.
"Mama tidak marah sama non Eli, non Eli juga tidak nakal. Mama sedang ada sedikit masalah, jadi terlihat sedikit galak. Kalau papa? Papa sedang lembur katanya tadi. Benarkan sus Yuyun?" Bi Sum mengedipkan sebelah matanya ke arah Yuni, agar gadis itu memahami kode semesta yang dia tunjukkan.
"Ah benar. Tadi papa sempat menelpon saat non Eli masih tidur. Papa akan lembur malam ini, agar bisa mengumpulkan uang yang banyak untuk non Eli. Begitu katanya tadi. Jadi pembohong gini amat rasanya." Gumam Yuni diujung kalimatnya. Bi Sum mencubit paha kiri Yuni saat mendengar gumaman di akhir kalimat gadis itu.
"Auww! Bibik kejam ih, kaya ratu siluman ular yang di lantai atas saja." Omel Yuni mengusap-usap pahanya yang terasa semeriwing akibat Capitan kepiting jumbo bi Sum.
"Makanya kalau ngomong yang bener." Ujar wanita paruh baya itu mendelik. Yuni malah terkekeh kecil mendengar omelan wanita tersebut. Dia tak marah perihal cubitan itu, malah dia jadi merindukan sang ibu di kampung. Yang sering melakukan KDRT seperti itu ketika mulut lemesnya mulai lanteh berbicara.
"Ohoo! Begini rupanya kerjaan para babu kalau tidak di lihat oleh majikan!" Seru Melisa dari arah tangga. Sontak bi Sum berdiri tegak di bantu oleh Yuni.
"Maaf nyonya, kami hanya menemani non Eli yang terus mencari nyonya. Apa nyonya ingin bermain dengan non Eli?" Ujar bi Sum mencoba menyelamatkan kondisi mereka saat ini.
Sementara kaki lincah Yuni terus menggesernya toples besar, berisi aneka cemilan ke sudut sofa agar tak terlihat.
"Saya sibuk, kalian urus saja dia. Dan kau! Kau boleh bekerja kembali, tapi kau tak akan mendapatkan gaji mu bulan ini. Itu karena kau sudah berani lancang terhadapku. Jadi berpikirlah terlebih dahulu sebelum kau membuka mulut kampunganmu itu!" Melisa berlalu begitu saja tanpa peduli pada tatapan sendu sang anak.
Eli jadi takut untuk menyapa sang ibu, berharap Melisa akan peka melihat ekspresinya yang menyedihkan. Namun Melisa rupanya telah menunjukkan sifat aslinya yang tersembunyi selama ini.
Tak ada lagi kelembutan seorang ibu yang dulu pernah dia dapatkan. Meski selalu di doktrin untuk menghubungi sang ayah dengan dalih rindu. Eli tetap bisa merasakan perhatian ibunya, terlebih saat sang ayah sudah mengisi saldo rekening ibunya.
Kasih sayang melisa ternyata hanya sebatas jumlah saldo yang tertera. Selebihnya hanya kasih sayang semu belaka.
Bi Sum menunduk dan melihat Eli yang terlihat akan menangis. Wanita itu berjongkok kemudian menghibur nona kecilnya.
"Mama pasti sedang ada urusan mendesak. Non jangan sedih ya, bagaimana kalau kita nonton kartun kesukaan non Eli saja. Setuju?"
Belum sempat Eli menjawab, Yuni sudah lebih dulu memangkas kalimat wanita itu.
"Kita nonton Drakor aja bagaimana? Lebih estetik daripada kartun yang bergerak kaku itu. Mau ya....?" Bujuk gadis itu dengan wajah memelas.
Eli pun setuju. Gadis itu merasa terhibur dengan keberadaan kedua ART nya. Meski jauh di lubuk hatinya, dia memendam kerinduan pada kedua orang tuanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semoga Eli mau menerima Jess sebagai ibu sambung rasa ibu kandung untuk nya. Doakan saja ya readers 😚😚
Lope lope para kesayangan buna Qaya 🥰🥰🥰