NovelToon NovelToon
Dewa Pedang Dari Selatan

Dewa Pedang Dari Selatan

Status: tamat
Genre:Tamat / Fantasi Timur / Epik Petualangan / Perperangan / Dendam Kesumat
Popularitas:4.1M
Nilai: 4.6
Nama Author: Nnot Senssei

Ini novel klasik, ya ...

"Puncak ilmu pedang tertinggi itu bukan terletak ketika kau bisa membelah rambut menjadi tujuh bagian tanpa banyak bergerak. Melainkan terletak saat kau bisa menyatu bersama dengan pedang itu sendiri. Pedang adalah aku, dan aku adalah pedang,"

###

Novel ini menceritakan tentang perjalanan seorang pemuda yang merupakan anak dari pendekar tersohor dalam dunia persilatan.

Pemuda yang dimaksud itu bernama Zhang Fei. Ia adalah anak tunggal dari Zhang Xin. Dalam dunia persilatan, ia mempunyai julukan si Pedang Kilat. Alasan kenapa Zhang Xin diberi julukan seperti itu, tak lain adalah karena ilmu pedangnya sudah mencapai tahap yang sangat tinggi.

Menurut kabar yang tersiar, kalau pedangnya sudah bergerak, maka kecepatannya bisa lebih cepat daripada sambaran kilat.

Sayang sekali, si Pedang Kilat bersama isterinya harus tewas dalam sebuah pertarungan sengit yang melibatkan banyak tokoh-tokoh besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nnot Senssei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ruang Bawah Tanah

"Peta apa ini?"

Zhang Fei menoleh kepada si Telapak Tangan Kematian dan yang lain. Ia merasa bingung sekaligus penasaran dengan peta yang dimaksud itu.

Lima orang tua tersebut segera mendekatinya. Mereka pun sama-sama melihat peta yang dimaksudkan olehnya.

"Aku rasa peta ini menunjukkan sesuatu," kata orang tua itu.

"Apakah benda pusaka?" tanya Zhang Fei spontan.

Sebagai anak dari seorang pendekar, tentu saja ia sudah mengerti tentang benda pusaka.

Hanya saja, apakah benar peta tersebut menunjukkan tempat penyimpanan benda pusaka? Ataukah peta itu menunjukkan sesuatu lainnya?

"Untuk lebih jelasnya, bagaimana kalau kita datangi langsung tempat ini?" ujar seorang anggota Lima Siluman Tanpa Ampun.

"Hemm, usul yang bagus. Tapi, lebih baik aku sendiri saja yang pergi ke sana. Kalian tetap di sini dan jaga anak Fei dengan baik," kata si Telapak Tangan Kematian.

"Baiklah. Kami mengerti, Ketua," jawab mereka secara serempak.

Zhang Fei mendengar obrolan mereka dengan jelas. Dari sini, ia mulai mengerti bahwa apa yang diucapkan oleh orang tua itu tidaklah bohong.

Sekarang dirinya percaya bahwa apa yang diucapkan olehnya memang benar.

"Aku akan pergi malam nanti. Kalian tunggu di sini," ucapnya menegaskan kembali.

Para anggotanya mengangguk. Setelah berunding beberapa saat, mereka segera duduk bersama lagi sambil menikmati arak keras dan daging segar.

Tanpa terasa waktu terus berlalu. Malam hari pun telah tiba. Rembulan datang dengan secercah cahayanya yang terang benderang.

Bau harum bunga tercium dari kedalam hutan. Suara decit kelelawar terdengar tanpa henti.

"Orang tua, kapan kau akan berangkat?" tanya Zhang Fei kepalanya.

"Sekarang juga aku akan pergi,"

"Tapi, sekarang kan masih awal. Masih banyak orang-orang yang berkeliaran,"

Suasana di kota Kanglam selalu ramai setiap saat. Seolah-olah di kota itu tidak ada yang namanya waktu malam.

Zhang Fei tahu akan hal itu. Karenanya ia sedikit ragu saat orang tua tersebut berkata bahwa ia akan pergi saat itu juga.

"Jangan khawatir. Dari sini ke sana saja butuh waktu yang cukup lama. Jadi menurut perhitungan, aku akan tiba di sana tepat pada saat tengah malam," katanya menjelaskan.

Jarak dari markas Lima Siluman Tanpa Ampun ke Kota Kanglam memang lumayan jauh. Karena itulah orang tua itu memutuskan untuk berangkat sekarang juga.

"Baiklah kalau begitu. Maafkan jika aku telah merepotkanmu, orang tua,"

Zhang Fei kemudian membungkukkan setengah tubuhnya. Pertanda bahwa ia mulai menghormatinya.

"Hahaha ..." si Telapak Tangan Kematian tertawa lantang. Setelah puas, ia langsung berkata lagi. "Tidak perlu seperti itu. Ini semua belum apa-apa,"

Tokoh sesat tersebut kemudian berbincang-bincang sesaat bersama empat orang anak buahnya. Setelah selesai, tanpa banyak berkata lagi dia langsung berangkat.

Sebagai tokoh sesat yang sudah mempunyai kemampuan sangat tinggi, tentu saja ilmu meringankan tubuhnya tidak perlu diragukan.

Maka dari itu, hanya dalam beberapa helaan nafas saja, si Telapak Tangan Kematian sudah menghilang dari pandangan mata.

###

Tengah malam sudah tiba kembali. Si Telapak Tangan Kematian sudah tiba di kediaman Zhang Xin sebelumnya.

Sekarang dia sedang berdiri termenung dalam jarak sekitar belasan tombak. Orang tua itu belum bergerak. Dia hanya menatap bangunan yang sudah rata dengan tanah tersebut.

Beberapa kali dirinya menghela nafas berat. Mungkin hal itu ia lakukan sebagai bentuk keprihatinannya.

Setelah memantapkan tekad, tokoh sesat itu langsung melesat dengan cepat. Menuju ke bangunan yang ada di depan matanya.

Begitu tiba di sana, ia segera membuka kembali peta yang dibawanya. Ternyata letak peta itu memang menunjukkan denah rumah Zhang Xin sendiri.

Tapi, di mana letak pastinya?

Si Telapak Tangan Kematian berusaha menebak dan mencari titik utama. Begitu ditemukan, dia langsung menuju ke tempat tujuannya.

Ternyata setelah diteliti lebih jauh, peta tersebut menunjukkan ke sebuah ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah itu tadinya berada tepat di kamar si Pedang Kilat.

Sayang sekali, bangunan yang luas dan megah tersebut sudah rata dengan tanah. Untuk menemukan ruang bawah tanah, si Telapak Tangan Kematian harus lebih dulu membongkar puing-puing bangunan yang ada.

Untunglah usaha itu tidak sia-sia. Ia berhasil menemukan ruang bawah tanah yang menjadi kunci utama dari peta yang ia bawa!

Dirinya kemudian berjalan ke sana setelah lebih dulu membuka pintu masuk yang terbuat dari besi baja murni.

Suasana di ruang bawah tanah itu sangat gelap. Tidak ada yang bisa terlihat. Jangankan sesuatu, bahkan untuk melihat jari tangan sendiri saja tidak bisa.

Untung bahwa tokoh sesat itu mempunyai pandangan mata yang sangat tajam dan terlatih. Sehingga meskipun dalam keadaan gelap gulita, ia masih bisa melihat dengan cukup jelas.

Ruang bawah tanah itu cukup dalam. Untuk mencapai ke ujung, setidaknya si Telapak Tangan Kematian membutuhkan waktu beberapa menit.

Ia berhenti sebentar. Mencoba melihat kembali isi peta dengan seksama.

"Titik pusat peta ini berhenti di sini. Tapi, di mana tempat penyimpanan benda pusaka itu?"

Si Telapak Tangan Kematian menoleh ke kanan dan kiri. Ia sedang mencari-cari di mana tempat penyimpanan pusaka yang dimaksud oleh peta tersebut.

Beberapa kali melakukan percobaan, hasilnya nihil. Ia tetap tidak bisa menemukan tempat pastinya.

Tetapi setelah ia mulai menyerah, tanpa disengaja telapak tangannya menyentuh dinding ruang bawah tanah. Tidak lama setelah itu, tanah langsung bergetar cukup keras. Suara bergemuruh segera terdengar.

Beberapa kejap kemudian, mendadak sebuah pintu terbuka.

Ternyata pintu itu terletak dibalik dinding sebelah kanan!

Di dalam sana ada sebuah ruangan yang juga gelap gulita.

"Hemm, ruangan itu pastilah letak yang dimaksud di dalam peta," gumamnya.

Tanpa banyak berpikir lagi, dia langsung masuk ke dalam sana.

Ternyata apa yang ia duga sebelumnya memang benar. Tepat di ujung ruangan, terdapat sebuah pembaringan sepanjang satu depa yang terbuat dari batu giok murni.

Di atas pembaringan itu ada kotak kayu yang panjangnya hampir sama. Kotak kayu tersebut sudah dipenuhi oleh debu.

Karena tidak ada kunci, maka ia segara membukanya.

Setelah kotak kayu terbuka, segeralah terlihat sesuatu yang menggetarkan jiwanya.

Sebatang pedang dengan sarung warna perak tampak berkilat beberapa saat. Meskipun tidak dicabut, namun si Telapak Tangan Kematian sudah bisa menebak bahwa itu adalah sebatang pedang pusaka!

Di samping pedang tersebut terdapat pula sebuah kitab yang sudah lapuk. Kitab itu berwarna kuning lusuh. Entah pelajaran macam apa isi dari kitab tersebut.

Namun menurut perkiraan si Telapak Tangan Kematian, kitab itu pastilah pasangan dari pedang warna perak yang ia lihat barusan.

Tanpa berlama-lama lagi, dirinya segera membawa kotak kayu tersebut dan langsung keluar dari ruang bawah tanah.

Namun alangkah terkejutnya tokoh sesat tersebut ketika ia sudah berhasil kembali naik ke atas!

1
alan
trnyata..awal cete hero memang bodoh..wwkwke
Nunung Setiawan
Luar biasa
EMJE imuet
kenapa tidak merampas uang musuh, buat mbayar kerugian????

tidak asik...
Nunung Setiawan
Luar biasa
Adrian Nago
bertemu lawan malah curhat, lucu juga di cerita
EMJE imuet
bukan air kawa_kawa ya thor
EMJE imuet
MC koq pekoq... lalinan
EMJE imuet
aliran tengah?...
sebut saja netral gitu thor
Muhammad Maser
Luar biasa
baca yg gue suka
pendekar pedang yg byk omong.
wkwkwk
ceritanya gak menarik lagi
baca yg gue suka
seorang jendral biasanya merupakan perwira tangguh dg kemampuan tinggi.
klo sama pendekar yg baru turun gunung aja udah keok, pantasnya hanya berpangkat komandan
Wan Trado
nanti saja deskripsi kecantikan sekarang lagi bertempur kann...??
Wan Trado
dengan nalar dan pemikiran sesempit ini kok bisa ya memahami ilmu tinggi.. 🤦‍♂️ semoga kedepan MC nya dibuat lebih cerdas yaa.. 🙏 sehingga kita bacanya ga banyak skip nya...
Wan Trado
nah juga bodoh lagi.. dia menganggap gol hitam pantas mati, maka jelass gol hitam juga menginginkan kamu matii, jadi jangan tanya kenapa yaaaa... 🤦‍♂️👊👊
Wan Trado
nah lebih bodoh lagi kann, membunuh gol hitam dikatain tidak ada mencari masalah... 🤦‍♂️👊👊
Wan Trado
pertanyaan bodoh.. seorang pendekar tidak tau alasan gol hitam menginginkan nyawanya..? secara dia sudah mengobrak-abrik dan membunuh banyak gol hitam tsb.. 🤦‍♂️👊👊
Wan Trado
tapi berada dalam ruang rahasia yg mana untuk membuka pintu saja menimbulkan suara gemuruh, bagaimana bisa dgn sekedipan mata sudah sampai diluar lagi
Wan Trado
gampang banget memberi tahukan tugas dan rahasia kerajaan kepada orang yang baru dikenali
Wan Trado
dengan meninggalkan anggotanya yg terluka,..? katanya pemimpin... hehehe 🤣🤣🤣
Wan Trado
tadi dia yg tidak menjawab pertanyaan orang, sekarang bisa-bisanya mengatakan orang tuli
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!