Note : Ini hanya cerita biasa. Tentang seorang gadis SMA yang menjadi idola. Tentang bumbu dalam masa remaja. Tentang Pertemanan dan Persahabatan. Juga tentang cinta dan rasa cemburu yang berlebihan.
Grrycia Kiana. Bintang SMA Ghalapagos. Selain pesonanya yang cantik dan memikat, ia juga merupakaan siswi centil yang cukup cerdas meski sering berbuat sesuka hatinya.
Ia bebas membiarkan dirinya menikmati masa SMA-nya tanpa perduli dengan percintaan.
But! Lain ceritanya setelah ia berjumpa dengan Pak Andreas. Guru Fisika muda tampan yang memikat hatinya.
Mampukah pesona Grrcya memikat Guru tampan itu?
Akankah keduanya bersatu dan menepiskan status sebagai seorang Guru dengan Murid?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva Yulian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinner
**
Mobil berhenti di tempat parkir.
Grrycia dan Pak Andreas turun.
Tapi kemudian Grrycia berhenti dan tersenyum pada Pak Andreas. Rasanya baru kemarin ia datang ke tempat ini bersama dengan Pak Andreas, kemudian terjebak dalam situasi menjengkelkan tapi juga merupakan situasi yang amat berkesan untuk Grrycia. Yap, kejadian di dal lift.
"Ayo." ajak Pak Andreas.
"Saya tunggu di sini aja Pak." tolak Grrycia.
"Kamu harus masuk!" Pak Andreas menyahut seolah memaksa. Membuat Grrycia tersenyum kikuk, kemudian pada akhirnya mengekor di belakang Pak Andreas.
Waktu menunjukan pukul 16.45 sebagian para karyawan sudah mulai bersiap untuk pulang.
Grrycia dan Pak Andreas sesekali hanya tersenyum saat mendapat sapaan dari sebagiaan karyawan yang berlalu - lalang.
Kembali Grrycia memasuki ruangan Pak Andreas. Ruangan yang begitu rapi,
ahh jika pun berantakan maka Grrycia akan dengan senang hati membantu Pak Andreas untuk membereskannya. Anggap saja dia seorang calon istri yang membantu membereskan tempat kerja calon suaminya. Sederhana bukan? Dan membayangkannya membuat bahagia.
"Silahkan duduk. Saya akan mencari berkasnya dulu." sahut Pak Andreas, menyadarkan gadis itu dari lamunan.
Grrycia tersenyum acuh. Kemudian duduk di kursi putar tempat kerja Pak Andreas dengan kalemnya. Seolah itu bukan hal yang memberatkan.
Pak Andreas yang sedang berjongkok mencari berkas di loker sebelah meja kerjanya hanya menoleh pada Grrycia. Kemudian tersenyum sambil geleng - geleng kepala.
Grrycia hanya acuh tak acuh saja seperti layaknya dialah yang memiliki ruangan itu, seolah ia adalah yang berkuasa di sana,
ia bertingkah seolah dia Direktur di sana. Kemudian ia membuka almamater sekolahnya lalu meletakannya di sandaran kursi. Persis, dialah pemilik ruangan.
Grrycia mengambil sebuah foto di samping komputer, foto yang dipajang di meja kerja Pak Andreas. Foto dua orang lelaki tampan. Grrycia tau yang satunya adalah Pak Andreas, tapi yang satunya lagi?
Apa Ini Jordan Zeinn? Sepertinya iya begitu.
Grrycia manggut - manggut kemudian meletakan kembali foto tersebut di tempat semula.
"Saya kira suatu saat nanti kamu yang akan meneruskan perusahaan Papamu." Sahut Pak Andreas tiba - tiba, Grrycia menoleh. Sepertinya ia sudah menemukan berkas yang diperlukan papa Grrycia.
Grrycia kemudian menggeleng memgingat perkataan Pak Andreas tadi.
Pak Andreas mengernyitkan dahi, kemudian duduk di meja kerjanya berhadapan dengan Grrycia yang duduk pada kursi putarnya.
"Mengapa?" tanya Pak Andreas, heran.
"Mmm, saya tidak pernah ingin." acuh Grrycia.
"Lalu, kamu ingin jadi apa? Apa yang akan kamu kerjakan kelak?" tanya Pak Andreas lagi, seperti orang yang sedang mengintrogasi Grrycia.
"Mmm." Grrycia menggelengkan kepala.
Pak Andreas tersenyum.
"Kamu tidak punya tujuan?"
"Punya!" gadis itu menyahut cepat.
"Apa?"
"Saya tidak tau." ia menyahut asal, entah dia sengaja atau tidak mengatakan hal itu.
Dan lagi - lagi pak Andreas hanya tersenyum mendengar jawaban anak didiknya.
"Kamu ini sudah dewasa, kamu sudah harus serius dalam menghadapi suatu hal, harus punya tujuan dan harus punya rencana untuk bisa mencapai tujuan itu. Kita tidak akan selalu mampu mengendalikan kehidupan, kadang kala kebanyakan terjadi begitu saja tanpa kita duga. Bahkan jauh dengan harapan yang kita inginkan. Harus punya plan dari sekarang." ocehnya panjang lebar. Kemudian menatap Grrycia penuh arti. Mengerti?!"
Gadis itu justru tersenyum menatap Pak Andreas. Dalam hati terheran, ternyata guru pujaannya yang maha angkuh mampu berbicara banyak, selain dari menjelaskan rumus fisika dan matematika yang memberatkan kepala.
Grrycia jadi takjub sendiri.
Betapa rasanya setiap kata - kata yang keluar dari mulut Pak Andreas selalu nampak manis,
Grrycia selalu menyukainya.
Walau Grrycia mendadak merasa jika Pak Andreas tiba - tiba saja seperti Pak Adnan, guru Bahasa Indonesia yang sedang menjelaskan alur maju mundur sebuah kehidupan.
Grrycia tersadar saat Pak Andreas mengernyitkan dahi di hadapannya yang termenung, kemudian spontan ia manggut - manggut. Sepertinya tidak perlu Grrycia jelaskan, Tuhan tau sendiri bagaimana perasaan Grrycia pada Pak Andreas yang selalu terus tumbuh setiap detiknya.
"Ekhem." Grrycia malah mendehem
Pak Andreas yang sedang mengecek berkas menoleh padanya.
"Ada apa?Apa saya terlalu banyak bicara?" tanyanya, seperti merasa tidak enak pada Grrycia atas apa yang tadi dilakukannya.
"Tidak. Tidak." Grrycia menyahut cepat.
"Euu, Pak Andreas sendiri. Mengapa tidak jadi pengusaha saja?" sambung Grrycia, memilih bertanya untuk menghidupkan topik obrolan.
Grrycia tau, memang lebih baik Pak Andreas menjadi guru saja. Karena jika Pak Andreas menjadi pengusaha, maka mungkin ia akan dipertemukan dengan Pak Andreas dengan cara yang berbeda, atau bahkan mungkin tidak dipertemukan sama sekali.
Berarti Grrycia harus bersyukur karena Pak Andreas lebih memilih untuk menjadi seorang guru daripada pengusaha muda.
"Saya memang lebih suka menjadi seorang guru daripada pengusaha. Kebetulan juga ada kakak saya yang mengurus perusahaan. jadi, saya tidak perlu terlalu andil banyak di sini. Hanya sebagai pelengkap saja jika memang sangat diperlukan." sahut Pak Andreas panjang lebar.
Grrycia manggut - manggut,
benar benar jawaban yang cerdas. Batin gadis itu.
**
Grrycia dan Pak Andreas keluar ruangan setelah mengambil Blberkas yang dibutuhkan. Keduanya berjalan saling bersisian dengan saling terdiam. Suasana kantor sudah mulai sepi.
"Ndre." sahut seseorang begitu melihatnya dengan Pak Andreas. Grrycia memperhatikan.
Ia nampak berperawakan tinggi, dengan kulit sawo matang, rapi dan memiliki banyak kemiripan di wajahnya dengan Pak Andreas. Yaitu sorot matanya yang tajam, hidungnya yang mancung, dan juga nampak berwibawa layaknya seorang Direktur Utama.
Tapi Pak Andreas berkali lipat lebih tampan.
Bedanya hanya sedikit, sepertinya ia jauh lebih murah senyum daripada Pak Andreas yang memang memiliki sifat dingin.
"Mas." Pak Andreas menyapa jua.
"Heyy. Kamu ...." menggantung kalimatnya di udara, kemudian mengerling pada Grrycia.
"Dengan kekasihmu?" kemudian katanya. Membuat Grrycia dan Pak Andreas hanya saling bertatapan.
"Ohh. Heyy adik ipar. Jordan kakak ipar kamu." Menyapa Grrycia. Lalu mengulurkan tangan. Setengah bingung dan canggung, Grrycia hanya mampu tersenyum sambil meraih tangan Mas Jordan.
"Grrycia, calon istri Pak Andreas."
Ahhh rasanya ingin Grrycia mengatakan begitu.
Tapi yang keluar malah, "Grrycia, murid Pak Andreas." sahutnya dan membuat orang yang tadi mengaku kakak iparnya itu hanya manggut - manggut.
"Anak Pak Wijaya," sahut Pak Andreas dan membuat kakaknya tersebut terperangah. Tentu saja ia tau pada Bapak Wijaya, pemilik perusahaan besar sekaligus rekan bisnis perusahaannya juga.
"Ohhh. Luar biasa." ia mendecak kagum
dan Grrycia hanya tersenyum saja, alim.
Kakak beradik ini nampak akrab sekali, hanya saja Pak Andreas sepertinya tidak begitu banyak bicara, tidak seperti kakaknya.
"Ohh. Ndre, kamu akan kemana setelah ini?"
"Mengantarnya pulang."
"No!. Kita makan malam dulu sebentar bolehkan, Grrycia?" pinta Mas Jordan seperti memohon pada gadis cantik itu.
"Saya terserah Pak Andreas saja." pasrah Grrycia, Mas Jordan melirik Pak Andreas, seperti sangat memohon. Karena setelahnya, Pak Andreas menganggukan kepala.
Membuat Mas Jordan tersenyum senang. Mas Jordan ini sudah menikah dan tinggal bersama istrinya di sebuah rumah yang memang sudah disiapkan oleh kedua orang tuanya sebagai hadiah pernikahan.
Keduanya tinggal hanya berdua sejak satu tahun yang lalu. Kini Mbak Wulan, istri Mas Jordan sedang hamil tujuh bulan sehingga Mas Jordan lebih sering menemani istrinya jika hari libur.
Nampaknya sudah satu tahun
pula ia tak banyak mengobrol dengan Pak Andreas kecuali jika di kantor, itu pun hanya sebentar karena keduanya memiliki kesibukan masing - masing.
**
Ketiganya makan di salah satu restoran bintang lima di Ibu Kota, mereka nampak menunggu seseorang dan tak lama seorang wanita denga dres selutut dan perutnya yang buncit datang menghampiri meja mereka.
"Istriku." sahut Mas Jordan – lebih pada Grrycia. Lalu berdiri dan menggandeng istrinya, ia memperkenalkan istrinya itu pada Grrycia.
"Ini siapa?" tanyanya saat melihat Grrycia, wajahnya nampak manis dan ramah.
"Grrycia, Mbak." Grrycia menyahut tak kalah manis.
"Saya Wulan. Cantik ya," ia pun memperkenalkan diri dengan manis karena mengakhirinya dengan pujian.
Grryciq bisa mengira bahwa orang ini akan begitu mengasyikan.
"Terimakasih. Mbak juga cantik, kandungannya berapa bulan Mbak?" tanya Grrycia, dalam waktu dekat keduanya nampak sudah akrab.
Dan dua laki - laki tampan itu hanya saling berpandangan, kemudian tersenyum.
Yah, paham. Begitulah wanita, lebih suka berbicara daripada memesan makan lebih dahulu, padahal mereka sudah sangat lapar.
"7 Bulan" jawabnya, Grryc mengelus perutnya
"Semoga selalu sehat, sampai lahir."
"Amin,"
"Apa tidak sebaiknya kita memesan makan dulu?" tanya Mas Jordan, sedikit mengusik obrolan dua wanita cantik itu.
"Boleh, boleh." Grrycia menyahut,
kemudian Mas Jordan memanggil pelayan dan memesan makanan.
"Ndre. Gimana sekolahmu, betah mengajar di sana?" tanya Mbak Wulan pada Pak Andreas yang sedari tadi hanya menjadi pendengar saja di antara mereka.
"Betah Mbak " Pak Andreas menyahut seperlunya. Mbak Wulan manggut - manggut,
nampaknya ia sudah hafal karakter adik iparnya yang dingin itu.
"Betah. Muridnya cantik - cantik" goda Mas Jordan, matanya mengerling pada Grrycia dan Grrycia hanya menunduk tersipu. Jadi canggung dengan situasinya, padahal kakak dan kakak ipar Pak Andreas ini begitu santai dan asik.
"Bukan itu alasannya Mas." Pak Andreas menyahut, santai tapi matanya seolah mengancam Mas Jordan jika kembali mengatakan hal macam - macam.
"Jangan dengarin Mas - mu." sahut Mbak Wulan, seolah menunjukan bahwa ia berada dipihak Pak Andreas dan Grrycia hanya tersenyum melihat hal itu.
Keluarga ini memang nampak rukun.
"Oh, yah Ndre. Mas ngajak kalian makan malam karena besok Mas akan ke Luar Negeri. Ada rapat penting di sana dan Papah menyuruh Mas, dia bilang seharusnya kamu. Tapi kamu menolak." sahut Mas Jordan blak - blakan, disela - sela makannya.
Dan jangan tanya bagaimana perasaan Grrycia saat ini, ia pun merasa sedang ada di sebuah acara kencan saat sekarang sedang makan malam dengan Pak Andreas untuk yang pertama kalinya.
Senang berada di tengah - tengah keluarga Pak Andreas meski tidak lengkap. Yah, tidak lengap karena tidak ada orang tua Pak Andreas di sana.
Pak Andreas yang sedang makan menghentikan makannya saat mendengar ucapan kakaknya.
"Oh iya Mas. Saya ada hal yang tidak bisa ditinggalkan." Pak Andreas menyahut singkat kemudian melanjutkan makannya.
"Yaudah, nggak apa - apa. Mas titip Mbak mu. Besok Mas akan mengantarkaannya ke rumah Mama." sahut Mas Jordan, lalu mengelus pucuk kepala istrinya.
"Tidak usah. Nanti saya yang akan menjemputnya. Mas tidak usah khawatir, Mbak Wulan dan Jordan junior itu akan baik - baik saja."
Pak Andreas menyahut dan menarik perhatian Grrycia, karena yaahh, ternyata meski dingin begitu, Pak Andreas adalah tipe orang yang penyayang.
"Terimakasih Ndre." sahutnya, senang.
Pak Andreas mengangguk.
**
Setelah selesai makan keempatnya bersiap untuk pulang. Waktu menunjukan pukul 19.30 saat mereka keluar dari restoran dan berjalan menuju tempat parkir.
"Grrycia. Kapan - kapan kamu main ya ke rumah kami." sahut Mbak Wulan sebelum mobilnya berlalu.
"Nanti kapan - kapan Mbak." Grrycia menyahut,
lalu melambaikan tangan saat mobil Mas Jordan melaju meninggalkan ia dan Pak Andreas di parkiran restoran.
Grrycia menghela napas sambil tersenyum, bersyukur karena hari ini dipertemukan dengan dua orang baik itu.
Tinggalah hanya Grrycia bersama dengan Pak Andreas dan setelah kejadian hari ini entah mengapa Grrycia merasa canggung berhadapan dengan Pak Andreas.
"Apa orang tua mu tidak akan marah jika pulang jam segini?" tanya Pak Andreas saat di perjalanan pulang. Sekilas pria tampan itu melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.
Grrycia menggeleng.
"Yasudah. Biar saya menemui orang tuamu dan menjelaskannya." sahut Pak Andreas lagi, menoleh pada Grryciq dan hanya tersenyum.
Seandainya saja menemui orang tuanya karena ingin melamar, Grrycia pasti sangat bahagia.
**
"Jam berapa?" sambar Mama Dea saat Grrycia baru saja tiba di rumah.
"Mama." rengek Grrycia dengan manja, tak lama Pak Andreas muncul.
"Maaf Bu. Grrycia ikut dengan saya makan malam terlebih dahulu atas undangan Kakak saya." sahut Pak Aandreas, siap siaga membela Grrycia.
Mama Dea nampak terdiam dan malah terpaku, seolah takjub melihat Pak Andreas, seolah adalah hal yang wajar anak semata wayangnya ini tergila - gila pada gurunya, ia nampak tampan dan memesona.
"Maa ...," Grryc menyadarkannya, agak kikuk juga pada Pak Andreas
"Grrycia tidak bersalah." sambung Pak Andreas,
Mama Dea mengangguk bagai terhipnotis.
Grrycia meringis, benar - benar malu oleh tingkah mamanya ini.
"Gurunya Grryc. Ayo silahkan duduk." suruhnya
"Bi. Ayo ambilkan minum." sambungnya pada si bibi yang baru datang dari luar, baru saja kembali dari warung depan.
"Ahh, baik nyonya." sahutnya patuh, lalu pergi ke arah dapur.
Grrycia perlahan meninggalkan mamanya yang nampak membujuk Pak Andreas untuk duduk sebentar. Ia kemudian berlalu ke kamarnya.
***
"Demi apa?" tanya Mona. Matanya melotot,
setelah cepat - cepat mandi dan mengenakan Piama. Grrycia segera menghubungi Mona dan melakukan panggilan vidio dengannya menggunakn laptop.
Grrycia menceritakan rangkaian kejadian yang terjadi hari ini antara dirinya dengan Pak Andreas.
"Demi Tuhan Mon." Grrycia meyakinkan
"Grrycia Kiana. Beruntung banget sih jadi kamu." Mona mendecak kagum dengan wajah yang memelas.
"Sekarang dia ada dirumah kamu?" sambungnya, Grrycia mengangguk.
"Nggak kebayang tau nggak sih, kalo sampe anak - anak yang lain tau hal ini. Mereka pasti histeris Grryc, apalagi Nasya. Kebayang, 'kan wajahnya kaya gimana?" cerocos Mona, Grrycia meringis membayangkannya.
"Monnnn " keluhnya.
"Terus gimana? Kalian jadian?"
Tanya Mona dengan sorot mata yang berbinar penuh harap, menunggu jawaban dari Grrycia.
TBC