Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.
Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.
Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.
Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.
Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.
Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6: Evolusi?!
[Anda dipromosikan dari bebek rawa liar menjadi semi ksatria bebek]
“Apa?”
aku spontan bersuara. Nafasku terengah-engah setelah semua yang terjadi, tapi entah kenapa dadaku terasa penuh tenaga. Bulu di seluruh tubuh seperti bergetar, dan kaki terasa gatal seolah ingin melompat berkali-kali
[Anda akan berevolusi]
“Tiba-tiba? Bukannya evolusi dijadwalkan di hari ketujuh? Kenapa sekarang?” tanyaku cepat, nada suaraku setengah panik.
Tubuhku langsung dikelilingi cahaya putih yang terang, terlalu terang untuk ukuran seekor bebek di tengah rawa.
Aku bisa melihat bulu-buluku yang awalnya kusam, kini menjadi lebih mengkilap.
Kaki terasa lebih kokoh, leher sedikit lebih panjang, dan di ujung paruh… ada kilatan aneh seperti logam tipis yang menempel.
Bulu-bulu di leher berdiri rapi, warna kusamnya terganti dengan kilau yang lebih bersih. Tarikan nafasku terasa dalam, dada seperti punya ruang tambahan untuk menampung udara.
Paruhku, saat kugerakkan, memberi sensasi tajam yang belum pernah kurasakan sebelumnya seolah cukup untuk menembus apapun yang menghalangi.
Saat cahaya mulai surut, pandanganku tertuju pada genangan air di tepi jalan. Permukaannya memantulkan sosok baru di depanku:
Postur lebih tegap, garis leher tegas, dan tatapan mata yang terasa menusuk. Aku memiringkan kepala, memerhatikan perubahan itu satu per satu. Dari bulu yang tersusun rapi, dada yang lebih bidang, hingga tatapan yang kini penuh keyakinan.
“Kwek… siapa ini bebek keren?” gumamku. Perasaan mengalirnya kekuatan baru membuatku ingin segera mengujinya.
“Berubah 180 derajat dari bebek rawa liar kemarin”
[Selamat! Anda telah menjadi Bebek Semi Ksatria]
Aku tersenyum lebar begitu panel sistem muncul di depan mataku. Warna panel itu tidak seperti biasanya.
Kali ini berwarna merah muda dengan sedikit gradasi kemerahan, seolah ingin menandai pencapaian penting
“Terima kasih Sistem” ucapku sambil menatap tubuhku sendiri. Mataku bergerak dari ujung kaki sampai bulu di bagian leher, memastikan perubahan tadi memang nyata. “Ini terlalu keren untuk dilihat, dan terlalu… konyol untuk dipercaya. Di zamanku, tidak ada yang mungkin melihat bebek seperti ini,” lanjutku sambil tertawa pendek.
Tawaku terhenti ketika sebuah pikiran muncul. Jika aku bisa berevolusi, berarti…
“Apa dirimu berevolusi juga, sistem?”
[Tidak]
“Kupikir dirimu akan berevolusi menjadi sosok anggunly yang setiap memberi petunjuk atau informasi menggunakan emote.”
[Tidak ada informasi untuk hal tersebut]
“Kalau begitu, tolong tampilkan statistikku,” pintaku, kali ini dengan rasa ingin tahu.
Panel baru muncul.
[Statistik Bebek lv 2/ Nama: XXXX]
[Jenis: Bebek Liar Rawa]
STR: 3
AGI: 9
INT: 1
LUCK: 1
[Skill: Duck Dash, Teriakan Resah, Intimidasi Palsu, Sword Peck]
Aku membaca setiap baris pelan-pelan. “Buset… AGI-ku naik jauh. Apa ini gara-gara aku menghindar terus di dungeon tadi?”
Masih terkejut dengan itu, akupun menanyakan sesuatu kepada sistem.
“Apakah skill-ku juga ikut naik level?”
[Tidak]
“Ah, sayang sekali. Berarti aku harus berusaha lagi lebih keras,” sahutku, nada suaraku sedikit lebih serius.
[Tapi keberuntungan dan kepintaranmu bertambah]
Aku memicingkan mata. “Kamu mengejek?”
[Tidak]
Aku menghembuskan napas berat. Tepat setelah itu, mataku menangkap satu hal yang belum kulihat sebelumnya.
“Eh, tunggu… aku dapat skill baru?”
Benar saja, di daftar skill ada satu tambahan. “Sword Peck ini apa, Sistem?”
[Skill]
“Iya, aku tahu ini skill. Tapi ini baru, kan?”
[Benar]
“Terus keterangannya bagaimana? Biasanya kamu langsung kasih penjelasan lengkap. Atau kamu marah karena aku jarang baca detailnya?” tanyaku sambil sedikit mengubah nada suaraku menjadi lebih manja, bahkan menambahkan gerakan kepala miring.
[Tidak]
“Sistem marah sama aku? Aku nangis nih, huft…” ujarku sambil mengedipkan mata cepat
Kemudian sistem spontan mengirimkan ini…
[🤮🤮]
“Eh?”
[Keterangan Sword Peck: Serangan tusukan cepat dengan paruh, efektif menembus perlindungan tipis]
[Waktu pemulihan: 5 detik]
“Serangan tusukan cepat? Jadi… kalau mau maksimal, aku harus menyerang dari posisi tersembunyi?” tanyaku sambil menatap panel.
[Tidak]
“Oh… jadi bukan serangan mengendap-endap. Kalau begitu, ini seperti jurus pembunuh yang langsung menusuk, tapi tetap berani seperti ksatria,” sahutku sambil menggerak-gerakkan paruh ke depan, mencoba membayangkan gerakannya.
[Cocok digabungkan dengan Duck Dash]
Mataku membesar. “Woah, iya juga! Kalau disatukan, ini bisa jadi serangan kilat yang langsung mengenai sasaran!” Buluku sedikit mengembang karena semangat yang meningkat. “Terima kasih sarannya, Sistem.”
[Sama-sama]
Sekadar membaca deskripsinya sudah cukup membuat kakiku gatal ingin bergerak. Aku belum tahu siapa atau apa yang akan menjadi target pertama, tapi aku yakin tidak perlu menunggu lama, karena aku akan bertanya kepada sistem.
“Apa kau bisa mencarikan musuh untukku? Aku ingin langsung mengujinya,” pintaku.
[Lokasi musuh sedang dicari…]
“Wah, praktis sekali. Oke, aku tunggu,” ucapku sambil sedikit berjalan di tempat, memanaskan otot kaki.
…
…
[Lokasi musuh ditemukan]
[Angsa Liar lv 7]
[Petani Tegar lv 12]
[Anda ingin melawan yang mana?]
Aku mendadak membelalakkan mata. “Woi, ini level mini boss semua! Di dungeon tadi saja levelnya nggak setinggi ini,” protesku sambil menatap panel. “Apa kau diam-diam menambah mode sulit di hidupku?”
[Tidak]
“Terus, Petani Tegar itu… bukannya dia pemilik gudang tua yang kita obrak-abrik tadi? Kalau aku ketemu, bisa runyam urusannya.” Aku melirik ke sekeliling, berharap ada alternatif lawan yang lebih masuk akal.
“Apa nggak ada, ya… katak? Atau anak ayam gitu?” tanyaku dengan nada penuh harap.
[Tidak]
Aku menghembuskan napas keras. “Baiklah, baiklah… aku ngerti. Kalau mau kuat, harus hadapi lawan yang lebih berat,” sahutku sambil sedikit berteriak ke udara.
“Beritahu aku lokasinya, sistem.”
[Silahkan jalan lurus 50 meter, anda akan menemukan kandang angsa”
“Kandang angsa? Jangan-jangan pemiliknya juga si Petani Tegar lagi?”
Aku mengikuti instruksi sistem dengan langkah hati-hati. Tidak ada alasan untuk terburu-buru; semakin pelan, semakin kecil kemungkinan terdeteksi.
Setelah mencapai 50 meter, dari arah pepohonan, suara berat memecah suasana.
“HONK!”
Gema suaranya membuat bulu di tengkukku menegang. Dan di sanalah ia, seekor angsa keluar dari balik semak. Bulunya putih kusam dengan bercak kotor di sana-sini, matanya merah menyala menatap tanpa berkedip. Label sistem melayang di atas kepalanya:
[Lv.7 – Angsa Milik Petani Tegar.]
“Tuhkan bener milik Petani Tegar, aku bisa merasakan semarah apa Petani tegar nanti melihat lingkungannya hancur.”
[Status Angsa Agresif]
“Angsa memang kaya gitu dari dulu, menyerang tanpa alasan, dan terkenal tidak mundur sampai lawannya tumbang.”
Namun…
“Aku bukan bebek kemarin sore, aku adalah Semi-Ksatria!” Sekarang suaraku bersemangat.
Aku mencoba memprovokasi. “Kemarilah Angsa! KWEK KWEK KWEK!”
Langkah angsa itu cepat, mengambil provokasiku.
Sayap terbentang lebar, bulu-bulunya bergetar mengikuti hentakan kaki yang penuh keyakinan. Jarak kami semakin pendek.
Aku mengaktifkan Duck Dash, tubuhku meluncur ke samping, keluar dari jalur serangannya. Begitu tubuhnya melintas di sisi kiriku, aku membalas dengan Sword Peck, mengincar celah di sayapnya yang terbuka.
“Rasakan Itu”
“CLANG!” Dentang logam samar terasa di paruh, membuatku sadar tulang sayapnya jauh lebih keras dari dugaan. Seranganku mendarat, tapi tidak menghentikan lajunya.
“ANGSA APA ITU ANJIR?”
Dengan lincah, ia memutar badan. Paruhnya menghantam udara tepat di depan wajahku. Aku mundur selangkah,
lalu mengeluarkan Teriakan Resah. Suara nyaring itu membuat gerakannya tersendat sepersekian detik.
Aku memanfaatkan celah itu, Sambaran Paruh meluncur tepat ke lehernya.
Seranganku membuatnya limbung. Inilah saatnya mengakhiri.
“Bisa tidak kau tahan serangan selanjutnya, HAH?!”
Aku memutar tubuh, mencari sudut terbaik, lalu melompat pendek agar sejajar dengan titik vitalnya.
Kemudian…
Sword Peck kembali kulepaskan, kali ini menembus bagian leher.
“DUAK!” Tubuhnya terdorong mundur, terhuyung sebelum roboh ke tanah. Sayapnya sempat berkibar sekali, lalu diam sepenuhnya.
Aku berdiri mematung, menatapnya untuk memastikan tak ada gerakan lagi. Baru setelah yakin, aku menurunkan kewaspadaan sedikit.
[+10 XP]
[Loot: Bulu Angsa Putih ×3, Daging Angsa]
“Apa kau lihat itu sistem? Aku menang!”
Saat aku sedang menikmati kemenangan, cahaya sisa evolusiku masih menyala samar di bulu. Tiba-tiba, aku mendengar langkah kaki berat di kejauhan. Bukan langkah hewan… tapi manusia.
Sistem yang tadinya hening sekarang mulai kembali berbunyi dan memberikan panel merahnya, menandakan musuh mendekat
[Perhatian! Petani Tegar Melihat Anda]