NovelToon NovelToon
EXONE Sang EXECUTOR

EXONE Sang EXECUTOR

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Dunia Lain
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Aegis zero

Seorang penembak jitu tewas kerena usia tua,dia mendapatkan dirinya bereinkarnasi kedunia sihir dan pedang sebagai anak terlantar, dan saat dia mengetahui bahwa dunia yang dia tinggali tersebut dipenuhi para penguasa kotor/korup membuat dia bertujuan untuk mengeksekusi para penguasa itu satu demi satu. Dan akan dikenal sebagai EXONE(executor one) / (executor utama) yang hanya mengeksekusi para penguasa korup bahkan raja pun dieksekusi... Dia dan rekannya merevolusi dunia.



Silahkan beri support dan masukan,pendapat dan saran anda sangat bermanfaat bagi saya.
~Terimakasih~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis zero, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

mercy?

“Jadi… apa kira-kira rencana Raja dengan menyebarkan poster buronan tentang kita?” tanya Dina, menatap ke langit malam yang gelap, hanya diterangi cahaya bintang.

Arya menghela napas. “Entahlah, aku juga belum bisa menyimpulkan. Tapi ada beberapa kemungkinan dari tindakannya.”

Ia mengangkat jarinya satu per satu.

“Pertama, untuk membuat para bangsawan yang posisinya terancam menjadi semakin liar dan panik.”

“Kedua,” lanjut Arya, “ia ingin membuat rakyat bingung. Mereka dipaksa memilih—mengikuti perintah Raja atau mendukung kita. Dan karena dia Raja, mereka tak bisa seenaknya mencibir atau menghujat.”

“Dan ketiga… bisa saja ini semua sengaja dilakukan untuk merusak citranya sendiri.”

Dina mengerutkan kening. “Merusak citranya sendiri? Kenapa begitu?”

“Untuk melihat reaksi kita,” jawab Arya tenang. “Apakah kita tetap punya tekad untuk melanjutkan misi ini… atau tidak.”

Dina terdiam beberapa saat, lalu menoleh padanya. “Jadi maksudmu… kita sedang dipermainkan?”

Arya hanya tersenyum tipis. “Raja itu tampaknya punya banyak waktu luang.”

Dina mendengus. “Dari langkah-langkahnya, dia memang terkesan terlalu santai. Padahal satu per satu wilayahnya sudah kita bebaskan.”

“Kalau memang kita target utamanya,” tambah Arya, “kenapa baru sekarang? Padahal kita sudah membunuh tujuh penguasa.”

Dina mengangkat bahu. “Yah, lupakan saja. Jadi, tujuan kita selanjutnya ke mana?”

“Kota Oiter,” jawab Arya singkat. “Setelah itu tinggal satu lagi.”

“Oh iya,” gumam Dina. “Kita sempat ke Puari, tapi cuma singgah ya?”

Arya mengangguk. “Karena penguasanya dikabarkan baik, jadi kita hanya beristirahat sebentar dan tak melakukan eksekusi.”

“Jadi tinggal satu kota lagi setelah Oiter?”

“Ya, kota terakhir bernama Zerio. Setelah itu langsung ke ibu kota.”

Dina tampak berpikir. “Jadi total kota yang penguasanya korup ada sembilan ya?”

“Benar. Kita sudah menyelesaikan tujuh. Tinggal dua lagi.”

Dina menatap Arya. “Kalau semuanya sudah selesai… lalu apa yang akan kita lakukan? Misalnya nih, Raja juga kita bunuh. Siapa yang akan menggantikannya?”

“Ada rumor,” kata Arya, “bahwa adik Raja adalah orang yang baik dan waras. Tapi ya, namanya juga rumor. Kita lihat sendiri nanti.”

“Kalau adiknya juga sama gilanya gimana?” Dina menatapnya serius. “Kenapa nggak kamu saja yang jadi Raja?”

Arya tertawa keras. “Aku? Jadi Raja? Mwahahaha! Boleh juga! Dengan begitu aku bisa meniduri banyak wanita cantik, seksi, dan mempesona!”

Dina memalingkan wajah, menunduk dengan wajah memerah. “Pria sampah…”

“Biarlah,” ucap Arya masih tertawa. “Tapi sebenarnya aku tidak cocok jadi Raja.”

“Kenapa?” tanya Dina sambil melirik sekilas.

“Lebih baik menikmati hari-hari damai tanpa mikirin apa pun. Kalau jadi Raja, hidupmu habis untuk mengurus ini-itu.”

Dina mengangguk pelan. “Benar juga sih…”

Perjalanan mereka ke kota Oiter dilanjutkan. Tiga hari kemudian, keduanya tiba di gerbang kota.

“Hmm…” Dina melihat sekeliling. “Pemandangannya seperti biasa.”

“Ya. Baiklah, silakan keliling-keliling dulu,” ujar Arya.

“Sampai jumpa.”

“Ya, hati-hati.”

Mereka berpencar, menyusuri kota masing-masing. Saat malam tiba, mereka bertemu kembali di depan mansion sang penguasa.

“Kau ikut masuk juga?” tanya Dina sambil mengeluarkan dua dagger.

“Iya, kali ini kita tak perlu senyap-senyap. Tapi tetap malam, supaya warga tak terganggu,” jawab Arya seraya mengangkat pistolnya.

“Baiklah. Ayo mulai.”

Dua peluru melesat dari pistol Arya, menumbangkan penjaga gerbang dalam sekejap.

“Penyerang! Exone menyerang!”

“Kita diserang Exone?!”

“Menyerah saja! Tak ada gunanya tetap setia kepada penguasa yang korup!”

Satu per satu senjata dijatuhkan. Para penjaga angkat tangan, pasrah.

“Bagaimana ini? Mereka sudah tak punya niat bertarung,” ujar Dina pelan.

Arya melangkah maju. “Biarkan saja… Dina, potong semua jari tangan mereka satu per satu.”

“Apa?! Potong semua jari?” Dina menatapnya tak percaya.

Arya menatap dingin. “Tentu saja. Itu sebagai pengingat bahwa Exone-lah yang menyebabkan mereka kehilangan jari. Dengan begitu, mereka tak akan berbuat jahat lagi.”

“Tapi… kau nggak merasa iba?” tanya Dina, suaranya bergetar.

“Iba? Untuk apa? Apakah rasa iba bisa menyelesaikan masalah?” Arya menatap tajam. “Potong jari itu kecil dibanding kematian. Dunia tidak selembut yang kau pikirkan. Yang menolak… akan mati.”

Satu per satu jeritan menggema di lorong saat Arya memotong jari para penjaga. Darah mengalir. Tangis tertahan.

“Jika kalian tetap berbuat jahat… meski jari kalian sudah kupotong… maka aku takkan memaafkan kalian.”

Dina menatapnya. “Apa ini baik-baik saja? Kau kelihatan sadis…”

Arya menoleh. “Sadis? Jika kita membiarkan para penjahat lolos tanpa mengalami kerugian, maka orang tak bersalah akan menjadi korban selanjutnya. Itu lebih sadis lagi.”

Dina tak membalas. Ia hanya mengikuti Arya menuju pintu terakhir di dalam mansion.

“Sudah menyerah juga?” tanya Arya pada sekelompok orang di dalam.

“Ma-maafkan kami!”

Arya menatap mereka tajam. “Tidak. Kalian adalah akarnya. Kalian akan mengulanginya. Kalian harus kehilangan jari kalian dan mundur dari jabatan kalian.”

“Apa yang bisa kami lakukan agar dipercaya?” tanya penguasa ketakutan.

Arya mendekat. “Serahkan tangan kalian. Sekarang.”

Tiba-tiba, seorang anak penguasa berteriak, “Brengsek! Kau pikir kau siapa?! Hanya anak kecil dari antah berantah!”

“Diam!”

"Jangan memprovokasinya!"

Dor! Peluru Arya menembus kepala pemuda itu. Dor! Dor! Beberapa lagi ikut tumbang.

Dina hanya terdiam. Pandangannya tak bisa lepas dari sosok Arya yang kini berdiri dalam genangan darah.

“Ayo, kita lanjut,” ujar Arya datar.

Mereka menuju ruang tersembunyi, mengikuti petunjuk dari seorang penjaga yang kini gemetaran ketakutan. Di balik pintu, aroma busuk menyengat.

“Dina, bisa potong pintunya?” tanya Arya.

“Serahkan padaku.” Slash! Dagger memotong logam dengan mudah.

Aroma busuk menusuk hidung.

“Ugh… busuk sekali. Kau memang binatang ya!” Arya menutup hidungnya, memasuki ruangan.

Orang-orang tampak lemas dan terluka.

Light! Cahaya memenuhi ruangan. “Kalian bebas sekarang.”

Dina memotong semua jeruji. Arya mulai menyembuhkan satu per satu.

Heal! Heal! Heal!

Total dua puluh empat orang.

“Ke-kejam sekali…” Dina menahan amarah. “Apa untungnya memperlakukan manusia seperti ini…”

“Tak usah dipikirkan. Ayo keluar,” ucap Arya.

Sesampainya di luar, Arya mengeluarkan makanan dan air dari penyimpanannya. “Silakan makan. Silakan minum.”

Tangis bahagia pecah. “Terima kasih…!”

Arya menoleh ke penjaga. “Apa mantan penguasa punya keluarga yang baik?”

“Saya… kurang tahu. Coba tanya pelayan.”

Beberapa saat kemudian, pelayan datang tergesa-gesa.

“Ada… adiknya,” ujar pelayan. “Orang baik. Tapi ia dikurung karena pernah menentang penguasa.”

“Tunjukkan tempatnya.”

Mereka tiba di ruangan gelap. Dina memotong pintunya. Slash!

“Ugh, bau juga…”

“Sudah lima tahun dia dikurung,” jelas pelayan.

“Lima tahun?!” Dina menutup hidung.

Arya mendekat. “Halo, Tuan. Saya Arya. Kakak Anda sudah mati. Kami membunuhnya. Bisakah Anda menggantikannya sebagai penguasa kota ini?”

“Ka-kakakku… sudah mati?” Suara itu terdengar lemah… lalu perlahan berubah jadi lega. “Syukurlah… rakyat terbebas… Ya, aku bersedia… demi rakyat.”

“Namamu?”

“Terza. Tak ada nama keluarga. Cukup panggil aku Terza.”

“Baik, Tuan Terza,” Arya tersenyum. “Mulai sekarang… kota ini milikmu.”

Mereka keluar dari ruangan tersebut lalu arya membantu memulihkan kota OITER dan untuk para korban yang dijadikan tahanan oleh mantan penguasa...mereka semua dibebaskan dan diminta untuk ke kota AZURA untuk rehabilitasi mental mereka, karena mereka ingin jauh jauh dari kota OITER...

1
luisuriel azuara
Karakternya hidup banget!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
Ani
Gak sabar pengin baca kelanjutan karya mu, thor!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!