SQUEL "GAIRAH SANG CASANOVA"
SERI KEEMPAT.
#POVPELAKOR
Karena kesalahan di masa lalu, membuat seorang wanita yang kini bekerja di sebuah club' malam bertekad menghancurkan rumah tangga seseorang.
Dia adalah Bianca, wanita cantik dengan tubuh gemulai, juga parasnya yang cantik rupawan. Namun, nasib baik sepertinya tidak berpihak padanya.
Bianca hidup sebatang kara, setelah sang ayah meninggal saat dia remaja. Semua keluarga tidak ada yang sudi menampungnya hingga dia hidup dengan liar di luar sana.
Dan ia merasa semua nasib sial itu akibat perbuatan seorang wanita bernama Joana, yang kini terlihat bahagia dengan suaminya. Hidup penuh tawa, dan bergelimang harta.
Hingga akhirnya Bianca bertekad, untuk menggoda suami wanita itu.
"Bizard Welling Tanson, aku akan membuatmu jatuh dalam pelukanku dan menghancurkan Joana!"
Apa yang membuat Bianca ingin membalaskan dendamnya pada Joana? Cus ikuti ceritanya.
Salam Anu 👑
Ig @nitamelia05
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Rasa Cemas
Bianca masuk ke dalam ruangan Bizard dengan membawa segelas air putih. Dia tersenyum tipis, sambil melangkah mendekati meja kebesaran pria itu.
"Tuan, aku bawakan air minum," ucap Bianca perhatian, meletakan gelas di atas meja. Kemudian mundur beberapa langkah, menatap Bizard yang masih mengunyah.
"Terima kasih yah, Bianca. Oh iya, masakanmu sangat enak, aku suka," balas Bizard sambil tersenyum. Terlihat sekali bahwa dia sangat menyukai makanan yang diberikan oleh Bianca.
Wanita cantik itu memekik dalam hati, merasa senang karena Bizard memuji masakannya. Dia memang dikenal pandai memasak, sebab setelah sang ibu tiada, Bianca lah yang sering membuat makanan untuk sang ayah.
"Benarkah, Tuan? Saya senang kalau anda suka, kalau begitu nanti saya buatkan lagi yah," tawar Bianca dengan bola matanya yang berbinar.
Bizard tampak diam. Dia tidak langsung mengiyakan karena memikirkan perasaan Joana. Bagaimana jika wanita itu memasak di rumah? Dia tidak mungkin lebih memilih masakan Bianca, meskipun rasanya jauh lebih enak.
"Aaa biar aku pikirkan nanti, kalau aku mau, aku akan menghubungimu. Bagaimana?" ujar Bizard mencari jalan tengah, dia akan meminta Bianca membuatkan makanan untuknya, jika Joana tidak memasak. "Nanti aku bayar, anggap saja aku makan di restoran."
Bianca tersenyum senang, meskipun begitu setidaknya Bizard masih mau memakan makanan darinya. Itu lebih dari cukup. "Boleh, Tuan. Anda bisa menghubungi saya kapan saja."
"Ya sudah, kamu boleh kembali bekerja."
Bianca mengangguk cepat. "Iya, Tuan. Jangan lupa dihabiskan sarapannya. Dan selamat bekerja, kalau ada apa-apa, anda bisa panggil saya."
Bizard tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban. Lantas setelah itu, Bianca keluar untuk memulai pekerjaannya. Seperti biasa ia harus membersihkan ruangan Ronald terlebih dahulu.
Saat Bianca membuka pintu, Ronald sudah mewanti-wanti dengan menundukkan kepala. Takut jika Bianca memakai pakaian seperti kemarin. Hingga membuat Bianca terheran-heran.
Ada apa dengan pria ini? Kenapa terlihat sekali sedang menghindariku? Batin Bianca, menatap Ronald yang sama sekali tak mengalihkan pandangan matanya. Bahkan saat Bianca pamit sekalipun.
"Tuan, saya sudah selesai membersihkan ruangan anda. Permisi ...."
"Hem."
Hanya satu kata itu yang dikeluarkan Ronald, Bianca sedikit mencebik. Karena tak ingin terlalu memusingkan, dia pun segera keluar dari ruangan pria itu. Dia kembali bersemangat saat ingin menemui Bizard, memasang wajah seceria mungkin, agar pria itu selalu senang saat menatap wajahnya.
"Aku yakin, sebentar lagi aku akan mendapatkannya."
***
Malam menjelang, Bianca sudah pulang lebih dulu. Sementara Bizard harus lembur, sebab ada beberapa pekerjaan yang mendadak harus ia kerjakan hari itu juga.
Pada pukul 10 malam, dia sampai di rumah. Bizard pikir Joana sudah pulang, karena wanita itu tidak memberi kabar apapun padanya.
Namun, pada saat mobilnya masuk ke halaman rumah. Suasana masih tampak gelap, rumah itu seperti tidak ada penghuninya. Bizard merasa heran. "Apa Joana tidak menyalakan lampu? Kenapa gelap semua?"
Pria tampan itu segera bergegas turun, kemudian mencoba memutar handle pintu. Masih dikunci, sama seperti saat ia meninggalkan rumah ini. Senyum yang sudah ia siapkan untuk Joana, seakan hilang begitu saja.
"Apa dia tidak pulang lagi? Tapi kenapa tidak mengabari aku? Padahal sebelum lembur aku mengiriminya pesan," gumam Bee, kemudian dia merogoh tas, mencari kunci rumah.
Dia masuk dan tujuan utamanya adalah kamar. Berharap Joana ada di sana. Dan harapannya harus pupus, sebab ranjang mereka kosong, spreinya masih terlihat rapih, dengan bantal yang tersusun, sama seperti tadi pagi.
Bizard memejamkan matanya, dia berdecak pelan, mencoba untuk berpikir positif. Mungkin ada kendala dari sang istri, sehingga Joana tidak sempat menghubunginya.
"Jangan berburuk sangka dulu, Bee. Lebih baik sekarang kamu coba menghubunginya," gumam Bizard, tak ingin membuat pikirannya bertambah semakin kacau. Dia pun akhirnya mengambil ponsel untuk menelpon Joana, menggulung lengan kemejanya sampai siku sambil melangkah ke arah jendela.
Berdering. Namun, tidak diangkat.
"Ayolah, Sayang. Jangan buat aku khawatir." Bizard mulai cemas, takut Joana kenapa-kenapa. Namun, panggilan itu tak kunjung mendapat jawaban, sebab ponsel Joana dalam mode silent, sedang pemiliknya sudah tertidur pulas di rumah kedua orang tuanya.
"Damn!" Bizard kembali berdecak setelah umpatan itu lolos dari mulutnya. Dia mencoba mengulang beberapa kali, tetapi semuanya sia-sia. Joana sama sekali tak menjawab panggilan suaminya.
Akhirnya Bizard menyerah, dia tidak lagi menghubungi nomor sang istri. Dengan rasa cemas yang menggunung, Bizard mencoba menghubungi nomor rumah Joana, ia berjalan mondar-mandir di depan jendela yang terbuka, membuat angin malam menerpa tubuhnya yang kini sudah bertelanjang dada.
Di ujung sana Evans menarik sudut bibirnya, yakin bahwa telepon itu dari sang menantu. Dia pun lekas mengambil gagang telepon. "Halo, dari mana?"
Mendengar suara ayah mertuanya, Bizard pun berubah sumringah. "Halo, Dad. Ini aku Bee, aku ingin bertanya, apakah Joana ada di sana?"
"Oh, ternyata kamu, Bee. Iya Joana memang ada di sini, tadi habis lembur sama Daddy, jadi ya sudah, Daddy suruh menginap lagi," jelas Evans.
Mendengar itu, Bizard merasa lega. Namun, melihat jam dinding yang ada di atas ranjang, dia tidak mungkin menyusul Joana ke rumah mertuanya.
"Syukurlah kalau begitu. Joana tidak menghubungiku, Dad. Jadi, aku sangat khawatir padanya."
"Oh Joana tidak mengabarimu yah? Padahal dari tadi dia minta cepat-cepat terus."
Bizard merasa sedikit terperangah dengan ucapan Evans. Namun, dia tidak ingin berpikir yang tidak-tidak. Hingga akhirnya dia pun memutuskan untuk menutup panggilan itu. Yang penting sekarang, dia tahu di mana Joana berada.
Dan sialnya, dia malah tidak bisa tidur. Hingga pukul 12 malam, Bizard masih terjaga dengan raut gelisah. Dia pun akhirnya bangkit dari ranjang, mengambil satu batang bernikotin, kemudian menyulutnya.
Dia merasa gamang, sambil menimang-nimang ponsel. Antara ingin menghubungi seseorang atau tidak. Hingga cukup lama dia terdiam, jarinya mulai bergerak di papan ketik.
[Bianca.]
Ibu jarinya bergerak ragu, hingga dia menghapus kembali pesan itu. Dia terus melakukan hal itu berulang-ulang, hingga pada akhirnya, pesan itu terkirim juga.
Bizard tak berharap pesan itu dibalas oleh Bianca. Namun, kenyataan berkata lain, karena secepat itu pesannya terbaca.
Ting!
[Ya, Tuan.]
Dada Bizard seketika bergemuruh.
***
Ndlosor ya gesss😌😌😌