Luna Evelyn, gadis malang yang tidak diinginkan ayah kandungnya sendiri karena sang ayah memiliki anak dari wanita lain selain ibunya, membuat Luna menjadi gadis broken home.
Sejak memutuskan pergi dari rumah keluarga Sucipto, Luna harus mencari uang sendiri demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Hingga suatu malam ia bertemu dengan Arkana Wijaya, seorang pengusaha muda terkaya, pemilik perusahaan Arkanata Dinasty Corp.
Bukannya membaik, Arkana justru membuat Luna semakin terjatuh dalam jurang kegelapan. Tidak hanya menginjak harga dirinya, pria itu bahkan menjerat Luna dalam ikatan rumit yang ia ciptakan, sehingga membuat hidup Luna semakin kelam dan menyedihkan.
"Dua puluh milyar! Jumlah itu adalah hargamu yang terakhir kalinya, Luna."
-Arkana Wijaya-
Bagaimana Luna melewati kehidupan kelamnya? Dan apakah ia akan berhasil membalas dendam kepada keluarga Sucipto atau semakin tenggelam dalam kegelapan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harga mu Terakhir Kalinya
Seminggu kemudian, Luna baru saja pulang kuliah. Sejak bersama Arkana, Luna tidak lagi bekerja di bar dan lebih fokus untuk menyelesaikan kuliahnya.
Ia tidak perlu memikirkan uang untuk membayar kuliah sambil bekerja, karena semua sudah diurus oleh Arkana.
Luna membuka pintu apartemennya dengan perlahan, menandakan bahwa ia sedang lelah. Namun begitu berbalik badan, ia terkejut akan kehadiran seorang pria yang tengah duduk di atas sofa.
Pria itu sedang menghisap rokoknya dengan serius. Tatapan matanya dingin dan juga angkuh. Namun meskipun begitu, wajah tegasnya tetap terlihat tampan.
Pantas saja banyak wanita yang menyukai dirinya.
Luna menghela nafas, ia tahu kedatangan Arkana malam ini pasti ingin meminta dirinya untuk melayani pria itu. Luna pun harus mengesampingkan rasa lelahnya, karena ia tidak bisa menolak keinginan Arkana.
"Baru pulang?" tanya Arkana tanpa menoleh.
Ia sibuk mematikan rokok pada asbak yang ada di hadapannya.
"Ya, aku sangat sibuk hari ini, jadi aku pulang terlambat," sahut Luna sambil berjalan ke arah Arkana.
Pria itu menoleh dan menatap Luna sejenak. Lalu memberi kode dengan menggunakan tangannya agar Luna mendekat.
"Kemari."
Luna pun menurut. Ia duduk di sisi Arkana dan menatapnya lekat.
"Apa kau merindukan aku?" tanya Luna.
Arkana hanya mengangkat sudut bibirnya sedikit tanpa menjawabnya. Aura dingin pria itu masih menusuk relung hati Luna, bahkan dalam jarak mereka yang sedekat ini.
Selain urusan ranjang, Arkana tak pernah menemuinya kecuali untuk beberapa keperluan pria itu yang sekiranya membutuhkan kehadiran Luna.
Sudah setahun, tetapi rasanya masih begitu dingin dan asing. Dia benar-benar hanya menganggap ku partner ranjangnya saja.
Luna tersenyum miris mengingat akan siapa posisi dirinya bagi Arkana. Tapi ia tidak ingin terlalu larut dalam kekecewaan, karena memang dari awal kesepakatan mereka memanglah seperti itu.
"Kau tidak menghubungiku selama seminggu, apakah kau begitu sibuk?" tanya Luna membuka percakapan.
"Aku sangat sibuk, Luna."
"Ya, aku tahu itu," sahut Luna.
"Sudah setahun, kau bahkan sering sekali tidak aku hubungi sampai sebulan. Mengapa hanya seminggu kau kini bertanya padaku?" tanya Arkana.
"Hmm tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu saja. Tapi tidak besar juga kok keingintahuanku tentang kegiatanmu."
Arkana tersenyum menatap Luna. Tangannya terulur mengangkat dagu wanita itu.
"Bagus jika kau menyadari akan posisimu, Luna. Kau memang tidak memiliki hak untuk tahu semua kegiatanku. Selain permainan di atas ranjang, kau tidak memiliki wewenang atas diriku."
Deg.
Luna tahu akan posisinya. Ia bahkan sangat menyadari itu. Selama ini ia juga berusaha menjalani perannya dengan tidak melibatkan perasaan apapun untuk Arkana.
Tapi mengapa mendengarnya mengatakan itu membuat hatinya sakit?
Aku memang telah menjadi wanita murahan di matanya.
Haha
Miris sekali. Aku menyerahkan tubuhku pada pria di hadapanku ini tanpa pernah memiliki masa depan bersama.
"Ya, aku tahu Arkana. Terima kasih telah mengingatkan aku," sahut Luna sambil tersenyum.
Arkana pun membalas senyuman itu, lalu mencium bibir Luna dengan agresif. Telunjuknya membelai pipi Luna dengan lembut, membuat Luna terbuai akan permainan bibir Arkana.
"Kau semakin pandai mengimbangi ku, Luna," bisik Arkana di tengah ciuman mereka.
"Aku belajar banyak darimu," sahut Luna.
Arkana pun tersenyum, lalu mulai menyentuh semua milik Luna bahkan pada area-area sensitifnya.
Luna yang semula lelah, tersentuh akan gairah yang diciptakan oleh Arkana kepadanya.
Hingga kegiatan panas itu pun terjadi. Saling bertukar keringat dengan begitu bergairah hingga permainan dilakukan dengan berpindah-pindah. Pertama di sofa ruang tamu, lalu ke kamar Luna.
Permainan panas itu berlangsung selama satu jam. Setelah itu, keduanya pun kembali tenang. Terutama Arkana, pria itu hanya menghidupkan rokoknya setelah berhubungan.
Ia duduk di dekat jendela tanpa menoleh ke arah Luna.
Sementara Luna merasa seluruh tubuhnya begitu lemas. Ia bahkan sangat enggan untuk bergerak dari ranjangnya.
Arkana menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu membuangnya secara perlahan hingga ruangan itu penuh dengan asap rokoknya. Ia melihat jam di tangannya lalu mematikan rokok pada asbak di hadapannya.
"Aku mandi dulu," ucapnya seraya berjalan menuju kamar mandi dan meninggalkan Luna seorang diri.
Luna pun hanya menatap langkahnya dalam diam. Ia mengeratkan kedua tangannya pada bantal yang sedang ia peluk saat ini. Luna pun tersenyum tipis.
Dia bahkan tidak bertanya padaku apakah aku lelah atau tidak setelah melayani hasratnya yang begitu tinggi itu.
****
Sepuluh menit kemudian, Arkana telah keluar dari kamar mandi. Pria itu mulai mengenakan kembali pakaiannya dengan rapi, sambil sesekali matanya melihat ke arah Luna yang masih duduk bersandar pada dinding ranjang.
Wanita itu hanya diam sambil memainkan ponselnya. Entah mengapa ada rasa kesal di hati Arkana melihat sikap Luna yang bahkan sudah terlihat tidak lagi bergairah.
Wanita itu bahkan tidak mengatakan apapun terhadap Arkana setelah pria itu mengenakan pakaiannya. Arkana pun duduk sambil menatap tajam Luna yang masih asyik dengan ponselnya.
Pria itu mengambil ponselnya di atas meja lalu mengetik sesuatu di sana. Setelah pergulatan panas itu, Arkana telah kembali menjadi sosok pria dingin dan angkuh yang sangat sulit untuk ditebak oleh siapapun termasuk Luna.
Tidak lama kemudian, ponsel Luna pun mendapatkan notifikasi yang membuatnya terkejut sejenak. Ia menghentikan game-nya lalu membuka notifikasi tersebut.
20 milyar.
Luna tercekat, menatap angka pada aplikasi bank di ponselnya.
Banyak sekali. Apa dia salah memberikan uang kepadaku?
Luna pun langsung menatap Arkana yang saat ini juga sedang menatapnya.
"Kau tidak salah memberikan aku nominal uang ini?" tanya Luna heran.
"Tidak," sahut Arkana.
Pria itu beranjak dari duduknya lalu berjalan mendekati ranjang Luna. Tatapannya masih tajam dan dingin tanpa ekspresi apapun.
"Jumlah itu adalah harga mu yang terakhir kalinya, Luna."
Luna mengernyit. "Maksudnya?"
"Setelah ini, kita tidak akan bertemu lagi. Jangan menampakkan dirimu lagi di hadapanku, dan jangan hubungi aku lagi."
Luna pun terhenyak menatap Arkana lekat.
Kenapa tiba-tiba?
tekan kan juga sama arka kalau dia tidak boleh menikahkan maya selama kamu di sisi nya atau sampai kamu lulus kuliah...
dan buat Arkana mengejarmu sampe tergila2.