Halwa adalah siswi beasiswa yang gigih belajar, namun sering dibully oleh Dinda. Ia diam-diam mengagumi Afrain, kakak kelas populer, pintar, dan sopan yang selalu melindunginya dari ejekan Dinda. Kedekatan mereka memuncak ketika Afrain secara terbuka membela Halwa dan mengajaknya pulang bersama setelah Halwa memenangkan lomba esai nasional.
Namun, di tengah benih-benih hubungan dengan Afrain, hidup Halwa berubah drastis. Saat menghadiri pesta Dinda, Halwa diculik dan dipaksa menikah mendadak dengan seorang pria asing bernama Athar di rumah sakit.
Athar, yang merupakan pria kaya, melakukan pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibunya yang sakit keras. Setelah akad, Athar langsung meninggalkannya untuk urusan bisnis, berjanji membiayai kehidupan Halwa dan memberitahunya bahwa ia kini resmi menjadi Nyonya Athar, membuat Halwa terombang-ambing antara perasaan dengan Afrain dan status pernikahannya yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Lelaki itu membelai rambut Halwa yang sedang tidak sadarkan diri.
"Tuan Athar, kita sudah sampai di rumah sakit." ucap Yunus.
Athar menganggukkan kepalanya dan sebelum turun dari mobil.
Ia membuka tas milik Halwa dan mencari tahu siapa namanya.
Sebuah kartu pelajar dengan nama Halwa Pramesti terlihat di sana.
"Yunus, coba cari tahu siapa nama orang tuanya," ucap Athar.
Yunus menganggukkan kepalanya dan segera mencarinya.
Lima belas detik, Yunus sudah mendapatkan apa yang diinginkan oleh Athar.
"Tuan, ini data yang anda inginkan." ucap Yunus.
Athar membacanya dengan teliti sambil sesekali melirik ke arah Halwa.
"Ayo, kita lekas ke ruangan Ibu." ucap Athar.
Athar turun dari mobil dan setelah itu ia membopong tubuh Halwa.
Mereka lewat jalan belakang sehingga tidak ada orang yang tahu saat Athar membopong tubuh Halwa.
Sesampainya di ruang perawatan, Athar menaruh tubuh Halwa dikursi.
Ia berjalan menuju ke ranjang dimana Ibunya yang menderita sakit parah.
Napas wanita itu tersengal, matanya terbuka setengah dan menatap putranya dengan sisa tenaga yang dimiliki.
“Ibu…” panggil Athar dengan suara gemetar.
Ia menggenggam tangan ibunya dengan erat, seolah takut waktu akan mencurinya lebih cepat dari yang ia siap terima.
Di kursi sebelahnya, Halwa masih terkulai tak sadar, wajahnya pucat, rambutnya sebagian menutupi pipinya.
Pintu ruangan terbuka pelan dan seorang pria paruh baya bersorban putih melangkah masuk, membawa kitab kecil di tangannya.
“Assalamu’alaikum. Apakah semuanya sudah siap?” tanya Pak penghulu.
Athar menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Pak penghulu untuk duduk.
“Silakan, Pak Penghulu. Kita mulai sekarang.” ucap Athar yang langsung duduk disamping Halwa
Pak Penghulu melihat Halwa yang sedang memejamkan matanya.
"Diaa sedang tidak enak badan, Pak. Jadi kita mulai saja acaranya." ucap Athar.
Pak penghulu menganggukkan kepalanya dan ia menjabat tangan Athar.
Sebelum mengucapkan ijab kabul, Athar menatap ibunya sekali lagi.
“Ibu, aku akan melakukan apa yang engkau minta." gumam Athar.
Athar masih ingat dengan keinginan ibunya yang memintanya untuk menikah.
Mendengar perkataan dari putranya, Ibu meneteskan air matanya.
Athar menarik napas dalam. Ia menatap ke arah penghulu, lalu berkata dengan mantap,
"Saya terima nikah dan kawinnya Halwa Pramesti binti Almarhum Anggara dengan mas kawin seratus juta rupiah dibayar tunai.” ucap Athar dengan sekali tarikan nafasnya dan ia memasangkan cincin pernikahan ke jari tangan istrinya.
"Bagaimana para saksi?"
"SAH!"
Pak penghulu dan para saksi mengucapkan rasa syukur.
Namun di saat Pak penghulu akan mendoakan mereka, tiba-tiba terdengar suara mesin monitor di samping ranjang tiba-tiba berubah menjadi satu garis lurus.
Bip......
Athar langsung berlari menuju ke ranjang Ibunya yang sudah tiada.
"Innalilahi wa innailaihi rojiun. I-ibu..." Athar menangis sesenggukan di samping Ibunya.
Dokter menepuk pundak Athar dan memintanya untuk mengikhlaskannya.
Ia juga memberikan surat kepada Athar yang dituliskan oleh Ibunya.
"T-terima kasih, dok." ucap Athar.
Athar yang masih sedih langsung memasukkan suratnya ke saku pakaiannya.
"Yunus, tolong siapkan semuanya. Aku ke hotel sebentar," pinta Athar yang nanti akan membawa jenazah ibunya ke Turki.
“Baik, Tuan,” jawab Yunus.
Athar menoleh ke arah Halwa yang masih tak sadarkan diri di kursi.
Ia mendekat dan menyibakkan rambut yang menutupi pipi gadis itu, menatapnya lama.
“Maafkan aku, Halwa. Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan semuanya sekarang,” bisiknya pelan.
Tanpa banyak bicara, ia mengangkat tubuh Halwa dalam pelukannya.
Mereka meninggalkan ruang perawatan lewat pintu belakang, menembus dinginnya malam rumah sakit.
Beberapa jam kemudian, mobil Athar berhenti di depan sebuah hotel berbintang di pusat kota.
Athar turun dari mobil dan masih menggendong Halwa.
Petugas hotel yang mengenalinya langsung menunduk sopan, membuka jalan tanpa berani bertanya apa pun.
Athar melangkah masuk ke kamar suite yang sudah disiapkan.
Ia membaringkan Halwa di atas ranjang dengan hati-hati.
Ia duduk di kursi sejenak, menatap wajah gadis itu yang tertidur pulas.
Di luar kamar, hujan turun pelan, seperti ikut berduka atas kepergian ibunya.
Dua jam kemudian Halwa membuka matanya dan melihat seorang lelaki yang sedang menatapnya.
"K-kamu siapa? Kenapa menculikku?" tanya Halwa.
Ia mencoba untuk bangkit, tapi tubuhnya masih sangat lemah.
Athar bangkit dari duduknya sambil membawa segelas air.
Kemudian ia duduk di samping Halwa dan membantunya untuk duduk.
"Perkenalkan namaku Athar Emirhan dan aku suamimu." jawab Athar.
Halwa yang sedang minum langsung tersedak ketika mendengar perkataan dari Athar.
"Suami? Kapan kita menikah?" tanya Halwa.
Athar mengambil buku nikah mereka dan memberikannya kepada Halwa.
Halwa menatap buku nikahnya dengan tangan gemetar.
Ia melihat namanya dan nama Athar yang ada di buku nikah itu.
"Tuan, kenapa kamu egois? Aku masih sekolah, aku masih punya mimpi dan aku bahkan menyukai Kak Afrain." ucap Halwa dengan air matanya yang masih mengalir.
Mendengar perkataan dari Halwa, Athar hanya bisa diam mematung.
"Halwa, Aku tahu kamu marah. Aku pun akan marah kalau jadi kamu. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Ibuku sakit parah dan permintaan terakhirnya sebelum meninggal adalah agar aku menikah. Saat aku melihatmu di hotel tadi, aku hanya ingin memenuhi keinginannya sebelum napasnya benar-benar habis.”
Halwa menatap Athar dengan air mata yang terus mengalir.
“Setelah menikah denganmu, Ibuku meninggal dunia.” lanjut Athar lirih.
Halwa menggelengkan kepalanya sambil memukul dadanya.
"Tapi, kenapa harus aku? Bukankah di hotel banyak wanita yang lebih cantik?"
Athar memejamkan matanya sejenak, menahan napas panjang sebelum menjawab.
“Karena, saat aku melihatmu malam itu, kamu berbeda, Halwa. Aku tidak tahu kenapa, tapi hatiku tenang waktu itu. Seolah hatiku sendiri yang menuntun pilihanku.”
Halwa terdiam sejenak sambil menghapus air matanya.
"Aku bukan siapa-siapa, Tuan Athar. Aku cuma siswi biasa, hidup dari beasiswa. Kamu sadar nggak, apa yang kamu lakukan ini bisa menghancurkan hidupku? Bagaimana kalau beasiswa ku dicabut dan aku tidak bisa sekolah lagi?"
Halwa menggelengkan kepalanya dan takut dengan apa yang ia pikirkan akan terjadi.
"Kamu tenang saja, Halwa. Aku akan mengurus semuanya. Dan setelah ini aku ke Turki selama tujuh hari. Aku akan memakamkan ibuku disana. Kamu boleh sekolah seperti biasa. Kalau ada apa-apa langsung minta ke Yunus." ucap Athar.
Athar bangkit dari duduknya sambil membetulkannya jas hitamnya.
"Tadi, Yunus sudah memberitahukan kepada Afrain kalau malam ini kamu pulang lebih dulu karena ada urusan keluarga mendesak. Jadi kamu nggak perlu khawatir. Semua orang di sekolah akan mengira kamu sedang membantu keluargamu.”
Halwa bisa menghela nafasnya saat mendengar perkataan dari suaminya.
"Aku harus pergi sekarang, Halwa. Sebentar lagi Yunus menjemputmu dan mulai malam ini kamu pulang ke rumahku. Jaga dirimu, Nyonya Athar," ucap Athar sambil mencium kening istrinya.
Halwa memejamkan matanya saat suaminya menciumnya dan untuk pertama kali ia mendapatkan ciuman dari seorang lelaki.