"Meski kau adalah satu-satunya lelaki di dunia ini, aku tetap tidak akan mau denganmu!" Britney menolak tegas cowok yang menyatakan cinta padanya.
Tapi bagaimana kalau di hari Britney mengatakan itu, terjadi invasi virus zombie? Seketika satu per satu manusia berubah menjadi zombie. Keadaan Zayden High School jadi kacau balau. Pertumpahan darah terjadi dimana-mana.
Untungnya Britney mampu bertahan hidup dengan bersembunyi. Setelah keadaan aman, dia mulai mencari teman. Dari semua orang, satu-satunya orang yang berhasil ditemukan Britney hanyalah Clay. Lelaki yang sudah dirinya tolak cintanya.
Bagaimana perjalanan survival Britney dan Clay di hari kiamat? Apakah ada orang lain yang masih hidup selain mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter ³ - savior
Britney masih terpaku di depan jendela. Wajahnya menempel di kaca yang dingin, menatap kehancuran dunia di luar sana. “Bagaimana bisa dunia berubah secepat ini…” bisiknya lirih. Suaranya nyaris tak terdengar.
Britney mengusap air mata yang membasahi pipinya. Ia masih mencoba memahami kenyataan bahwa semua orang di sekolahnya, guru, teman, bahkan sahabatnya sendiri, telah berubah menjadi monster. Ia tak tahu, tepat di belakangnya, sesuatu sedang bergerak.
Langkah kaki berat terdengar, disusul suara napas berat yang serak dan kasar. Bau busuk mulai menyusup ke hidung Britney, tapi dia terlalu larut dalam pikirannya untuk sadar. Baru ketika bayangan besar jatuh ke tubuhnya dari belakang, nalurinya bereaksi.
Britney menoleh. Dan begitu matanya menangkap wajah busuk dengan kulit mengelupas dan mata putih kosong, jantungnya seperti berhenti berdetak.
“AAAHHH!!!”
Zombie itu menerkam, mendorong tubuh Britney sampai menabrak dinding keras. Tubuhnya menghantam begitu kuat hingga napasnya tercekat. Ia meronta panik, menahan kedua tangan makhluk itu yang mencoba meraih wajahnya.
“LEPASKAN AKU!” jerit Britney sambil menendang sekuat tenaga. Tapi zombie itu jauh lebih kuat. Bau darah dan daging busuk memenuhi udara. Rahang makhluk itu bergerak cepat, mulutnya menganga lebar, siap menggigit leher Britney.
Air mata mengalir deras. Britney menggigil hebat. Tangannya bergetar tak berdaya. Setiap kali ia mendorong tubuh zombie itu, tenaganya terasa sia-sia, makhluk itu terus menekan, memaksa mendekat.
“Tidak… tolong…”
Suara Britney nyaris hilang karena isak. Matanya menatap mulut busuk yang kian dekat ke wajahnya. Ia bisa mencium bau darah di lidah makhluk itu. Satu gigitan saja, dan hidupnya akan berakhir.
Zombie lain mulai berdatangan. Suara langkah menyeret, geraman rendah, dan benturan dinding terdengar dari segala arah. Lorong itu kini dipenuhi bayangan mengerikan yang bergerak perlahan ke arah Britney.
Britney tak sanggup lagi. Tangannya lemas. Air matanya tumpah. Ia menatap ke atas dan memejamkan mata. Dalam hati, ia pasrah.
“Mama… Papa… maaf…” bisiknya lirih.
Lalu...
CRASH!!!
Sebuah suara keras memecah udara. Kaca jendela di dekatnya pecah berhamburan.
JLEB!
Darah menyembur ke segala arah.
Britney membuka mata. Tepat di depan wajahnya, kepala zombie yang tadi hampir menggigitnya kini terbelah dua oleh bilah pedang panjang. Tubuh makhluk itu ambruk, darahnya memuncrat ke dinding dan menciprat ke wajah Britney. Sosok tinggi berdiri di hadapannya. Clay!
Dengan gerakan cepat dan tenang, Clay memutar tubuh, mengayunkan pedang anggar yang sudah berlumur darah. Suara besi beradu dengan tulang terdengar jelas di udara.
Jleb! Jleb!
Setiap tusukan akurat. Setiap ayunan mematikan. Zombie-zombie yang datang bertubi-tubi tumbang satu per satu. Clay berputar lincah, seperti menari di tengah hujan darah.
Britney menatapnya dengan mata lebar. Rasa takut dan lega bercampur menjadi satu. Ia tak pernah melihat Clay seperti ini sebelumnya. Lelaki yang dulu ia hina sebagai “bocah cupu” kini tampak seperti pejuang sejati, tenang, kuat, dan berani.
Beberapa detik kemudian, semuanya berakhir.
Lorong itu sunyi. Hanya tersisa aroma anyir darah dan tubuh-tubuh mati berserakan.
Britney terjatuh ke lantai. Tangannya menutupi wajah yang berlumur darah. Napasnya berat, bahunya naik turun. Clay mendekat perlahan, menatapnya dengan cemas.
“Kau baik-baik saja?” suaranya lembut tapi tegas. Ia berjongkok di depan Britney, menatap wajahnya yang pucat.
Britney tidak menjawab. Bibirnya bergetar, dan air matanya kembali jatuh. Ia hanya bisa menatap Clay dalam diam, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Clay membuka botol air mineral dari tasnya dan menyerahkannya padanya. “Ini, minumlah. Kau butuh tenang.”
Britney mengambilnya dengan tangan gemetar. Air itu diminum sampai habis, meski setengahnya tumpah ke dagunya. Tubuhnya masih bergetar karena syok. Begitu selesai, terdengar suara perutnya yang keroncongan keras.
Clay menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis. “Ayo. Kita ke kantin. Di sana ada makanan.”
Britney menatap ke lantai. “Aku... masih ketakutan. Aku... sepertinya akan kesulitan berjalan.” Suaranya pelan, hampir seperti anak kecil yang kehilangan arah.
Clay mengangguk, lalu memutar tubuhnya dan sedikit membungkuk. “Kalau begitu, naiklah ke punggungku. Aku akan membawamu.”
Britney terdiam. Ia menatap punggung Clay yang lebar, penuh noda darah zombie. Tapi tatapan itu justru memberinya rasa aman. Akhirnya ia perlahan naik, melingkarkan tangannya di leher Clay. Lelaki itu mengangkat tubuhnya dengan mantap, lalu berjalan pelan menembus lorong yang gelap dan penuh mayat.
“Aku pikir aku satu-satunya yang masih hidup,” ucap Clay di tengah perjalanan, suaranya tenang meski langkahnya mantap.
Britney menyandarkan kepala di bahunya. “Apa tidak ada orang lain selain kita?”
Clay menggeleng. “Tidak ada. Aku sudah mencari. Aku juga mencoba keluar dari sekolah ini, tapi di luar sana... ada lebih banyak zombie daripada yang bisa kita lawan.”
Keheningan menelan percakapan mereka untuk sesaat. Hanya suara langkah kaki Clay yang bergema di antara dinding sekolah yang hancur.
Beberapa menit kemudian, mereka tiba di kantin. Ruangan itu tampak berantakan, tapi masih lebih aman daripada tempat lain. Clay menurunkan Britney perlahan, memastikan gadis itu duduk di bangku panjang yang masih utuh.
Ia mulai mencari air dan makanan di sekitar. Ketika membuka kulkas, bau basi menyengat hidungnya, tapi ia menemukan beberapa roti dan makanan kering yang masih bisa dimakan.
Saat hendak menyerahkan makanan itu, Clay mengernyit. “Apa kau mencium bau pesing?”
Britney menunduk, pipinya memerah. “Maaf… itu aku.”
Clay terdiam sejenak, lalu segera berdehem dan berpaling. “Ah… maaf. Kalau begitu, aku akan mencarikanmu pakaian bersih.”
Ia meletakkan makanan di meja, tapi baru beberapa langkah hendak pergi, suara lembut memanggilnya.
“Clay…”
Ia berhenti dan menoleh. Britney berdiri di dekat wastafel, baru saja membasuh wajahnya dari noda darah.
“Kau mau ke mana?” tanyanya dengan suara bergetar.
“Mencarikanmu pakaian,” jawab Clay tenang.
“Kumohon…” Britney menatapnya, mata birunya berkilat penuh ketakutan. “Jangan tinggalkan aku sendirian.”
Clay memandang wajahnya yang ketakutan itu. Hatinya sedikit melunak. Ia kembali ke meja, duduk di hadapan Britney. “Baiklah. Aku di sini.”
Britney mengangguk pelan. Ia mulai memakan makanan yang disodorkan Clay. Tangannya masih gemetar, tapi rasa lapar membuatnya terus menyuap hingga habis. Setiap gigitan seperti mengembalikan sedikit energi yang hilang.
“Terima kasih,” ucapnya pelan setelah selesai makan. Ia menunduk, suaranya serak. “Dan... aku juga ingin meminta maaf. Atas perlakuanku kemarin padamu. Aku... aku benar-benar jahat.”
Clay menatapnya sebentar. Lalu tersenyum kecil. “Lupakan saja. Kalau aku jadi kau, aku juga mungkin akan menolak seseorang seperti aku.”
Britney menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Ucapan sederhana itu justru membuatnya semakin merasa bersalah.
Clay bangkit perlahan. “Ayo. Kita cari pakaian untukmu,” katanya sambil mengambil sebuah pisau dari dapur kantin. Ia kemudian menyodorkannya ke arah Britney.
Britney sontak terkejut dan mundur sedikit. “Hei! Apa ini?” katanya panik, mengangkat tangan defensif.
Clay menatapnya tenang. “Tenang. Aku ingin kau memegang ini. Untuk perlindungan diri.”
Britney memandang pisau itu lama. Tangannya ragu ketika mengambilnya. Ia menatap pantulan dirinya di bilah pisau yang dingin. Wajah pucat, mata bengkak, dan tubuh gemetar, dia bahkan tak mengenali dirinya sendiri.
Namun di dalam mata itu, ada sedikit cahaya kecil. Cahaya dari keberanian yang baru lahir.
Makhluk hidup yang terkena atau yang mengalami mutasi disebut dengan mutan.
Mutan adalah makhluk hidup yang mengalami perubahan genetik (mutasi) pada DNA-nya, yang menyebabkan timbulnya sifat atau karakter baru yang berbeda dari makhluk hidup normalnya.
Berarti ada kemungkinan Jennifer jadi Mutan...😲👹
Mutasi ini bisa menghasilkan sifat baru yang diwariskan ke keturunannya, seperti perubahan fisik drastis atau perubahan yang tidak terlihat secara langsung pada karakter.
Dampak mutasi menghasilkan kekuatan super atau perubahan fisik unik...💪🦹😰
SELAMAT DATANG peradaban baru.
Itulah kalimat yang layak diucapkan saat ini.
Manusia ditakdirkan menjadi khalifah, pembawa perubahan dan pembentuk peradaban di muka bumi.
Mengubahnya dan memicu lahirnya peradaban baru bagi umat manusia.
Virus zombie yang mewabah di hampir semua daerah ini telah mengubah hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat bahkan sangat tidak siap dengan kehadiran wabah yang mematikan ini.
Manusia hadir untuk bertindak melakukan perubahan dan membangun peradaban yang diamanatkan oleh Allah SWT.
Dimana semua orang bisa hidup damai, membuat sebuah daerah mampu bangkit dan berkontribusi dalam peta peradaban...🤩🥰