Kisah Lyla, seorang make-up artist muda yang menjalin hubungan diam-diam dengan Noah, aktor teater berbakat. Ketika Noah direkrut oleh agensi besar dan menjadi aktor profesional, mereka terpaksa berpisah dengan janji manis untuk bertemu kembali. Namun, penantian Lyla berubah menjadi luka Noah menghilang tanpa kabar. Bertahun-tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka lagi. Lyla yang telah meninggalkan mimpinya sebagai make-up artist, justru terseret kembali ke dunia itu dunia tempat Noah berada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon meongming, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 : Pulang Bareng
latihan berlanjut naskah yang mulai dihafalkan lebih serius, blocking panggung yang diulang-ulang, dan latihan ekspresi yang kadang bikin wajah keram. Tapi meski lelah, ada rasa bangga yang tumbuh perlahan di hati mereka.
Juliet mengamati dari jauh, ekspresi puas namun sedikit berat. Sebagai ketua, dia tahu ini semester terakhirnya di SMA. Dia ingin menutupnya dengan pertunjukan yang tak terlupakan.
Noah menoleh saat mendengar suara Lyla. Gadis itu masih duduk sambil menggulung kabel hair dryer ke dalam tas kecilnya. dan wajahnya terlihat lelah tapi tetap serius.
“Aku nggak usah ikut latihan, kan? Aku cuma perias…” katanya pelan, tapi cukup jelas.
Noah mengangkat alis, lalu menyender ke dinding sambil menyilangkan tangan.
“Perias juga bagian dari tim, tahu.”
“Tapi aku nggak hafalin naskah… nggak tampil juga…”
“Tapi kamu yang bikin kita kelihatan hidup di atas panggung.”
Lyla terdiam, menunduk sebentar. Itu kalimat sederhana, tapi entah kenapa membuat dadanya terasa aneh.
Noah tersenyum lagi, santai seperti biasa.
“Juliet bakal senang kalau kamu tetap ikut. Lagian, seru kok. Nanti kamu bisa lihat anak-anak ini gagal total pas adegan drama tragedi.”
Lyla tertawa kecil.
“Kamu jahat.”
“Nope. Aku realistis,” jawab Noah sambil mengedip sebelah mata.
Lalu dia jalan ke arah panggung, tapi sempat berhenti sejenak dan menoleh lagi.
“Yuk. Duduk bareng... Biar nggak bosen.”
Lyla mengangguk, perlahan berdiri dan mengikuti.
Suasana aula dipenuhi suara kaki berlarian, dialog berantakan, dan tawa anak-anak klub teater. Sinar matahari mengintip dari balik jendela tinggi, menyinari panggung darurat yang dipasang di tengah ruangan.
Juliet berdiri di depan sambil memegang naskah lusuh dan berteriak. “Adegan 6! Putri terjatuh dari menara Kesatria masuk dan menyelamatkan! Siap? 3… 2… Aksi!”
Noah maju ke tengah panggung, mengenakan jubah kain biru tua yang menjuntai hingga lutut. Dengan gerakan gagah, dia mengayunkan pedang mainan ke udara, lalu berlari menuju ‘menara’ yang disusun dari tumpukan kardus tebal. Pemeran putri, Rose, duduk di atasnya sambil berpura-pura panik.
“Aku datang, Putri!” suara Noah terdengar lantang, nada tegas dan heroik.
Lyla duduk di sisi panggung, mengamati dengan mata lebar. Baru kali ini dia benar-benar melihat Noah berakting. Gerakannya luwes, ekspresinya intens, dan… caranya memandang Rose saat dia berlutut seolah benar-benar ingin melindungi.
Wajah Lyla mulai memanas.
'Dia keren juga ya…'
Noah menjulurkan tangan ke arah Rose dengan nada lembut namun penuh emosi.
“Aku bersumpah… selama aku hidup, takkan ada satu luka pun yang menyentuhmu.”
Rose mematung, pipinya mendadak merah. Dia berkedip cepat, lalu buru-buru melompat turun dan melangkah mundur sambil melambaikan tangan. “Stop. Aku nggak bisa. Maaf… aku… aku harus ke toilet!”
Anak-anak di sekitar panggung tertawa melihatnya kabur, sementara Juliet mengeluh keras dan mengangkat naskahnya tinggi-tinggi “Ya ampun! Rose! Ini ketiga kalinya!”
Noah hanya menggaruk kepala, lalu melihat ke arah Lyla dan mengangkat alis kecil, senyum geli di bibirnya. Lyla buru-buru menunduk dan pura-pura sibuk merapikan kuas makeup kenapa jantungku jadi deg-degan begini sih…
Juliet menghela napas panjang, lalu menoleh:
“Oke, hari ini sampai sini saja " teriaknya.
Sore itu, matahari perlahan tenggelam di balik gedung sekolah, menyisakan semburat jingga di langit. Suasana latihan telah usai. Anak-anak satu per satu meninggalkan aula dengan tawa kecil dan langkah ringan.
Lyla memeluk tasnya di dada, berjalan santai menuju halte. Angin sore berhembus pelan, membuat anak rambutnya menari pelan di pipi. Hari ini… entahlah. Rasanya hatinya ringan, seolah segala kekakuan yang ia bawa di hari pertama perlahan mencair.
“—Lyla!”
Langkahnya terhenti. Suara itu… suara yang sudah mulai dikenalnya. Ia menoleh, melihat Noah berlari kecil dari arah gerbang dengan napas terengah.
“Loh…?” Lyla heran.
Noah berdiri di depannya, masih mencoba mengatur napas "Mau pulang bareng?”
Lyla menatapnya, sedikit bingung.
“Entahlah…” gumamnya pelan, pipinya sedikit memerah.
Tanpa menunggu jawaban, Noah melangkah lebih dulu, sambil berkata . “Ayo jalan… nanti ketinggalan bus.”
Lyla menahan senyumnya. Ada sesuatu yang berbeda hari ini. Dia tak tahu pasti apa… Tapi semuanya terasa mengalir begitu saja.