NovelToon NovelToon
Aira Kaisara

Aira Kaisara

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Sutia Pristika Sari

Kehidupan Aira yang mulanya penuh bahagia tiba-tiba mulai terbalik sejak papanya menikah lagi.

Lukanya diiris kian dalam dari orang terkasihnya. Malvino Algara, pacarnya itu ternyata palsu.

" Pa ... Aira butuh papa. "

" Angel juga butuh papa. Dia ngga punya papa yang menyayanginya, Aira. "

****

" Vin ... Aku sakit liat kamu sama dia. "

" Ngga usah lebai. Dulu lo udah dapat semuanya. Jangan berpikir kalo semuanya harus berpusat ke lo, Ra. "

" Kenapa kamu berubah? "

" Berubah? Gue ngga berubah. Ini gue yang sesungguhnya. Ekspetasi lo aja yang berlebihan. "

****

" Ra ... Apapun yang terjadi. Gue tetap ada disamping lo. "

" Makasih, Alin. "

****

" Putusin. Jangan paksain hubungan kalian. Malvino itu brengsek. Lupain. Banyak cowok yang tulus suka sama lo. Gue bakal lindungin lo."

" Makasih, Rean. "

****

" Alvin ... Aku cape. Kalau aku pergi dari kamu. Kamu bakal kehilangan ngga? "

" Engga sama sekali. "

" Termasuk kalo aku mati? "

" Hm. Itu lebih bagus. "

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sutia Pristika Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Selamat tinggal, Bidadariku

Hari berganti hari.

Perut Inaya kian membesar. Wanita itu makin cantik dengan perut buncitnya. Semalam, ia ditemani Abimanyu check up ke dokter pribadi mereka. Katanya usia kehamilan Aira sudah cukup sembilan bulan. Berarti, sudah mendekati waktu persalinan.

Siang itu, Inaya sedang duduk-duduk manis di depan balkon kamarnya. Ditemani tabloid mahal hadiah ulang tahun dari suaminya seminggu lalu. Ia sedang menonton drama negeri Ginseng favorit nya. Kayak biasa, ia senyum-senyum sendiri sepanjang episode.

Aktivitas sejak kandungannya mulai membesar hanyalah bermalas-malasan. Bukan karena Inaya pemalas, ya. Tapi, karena Abimanyu sendiri yang memerintahkannya.

Lantas? Siapa yang mengerjakan pekerjaan rumah? Tentu saja semua sudah di atur sedemikian rupa oleh suaminya. Ia telah memperkerjakan asisten rumah tangga untuk mengurus semuanya termasuk kebutuhan Inaya saat dirinya tak ada di rumah.

Merasa bosan, ia bangkit berdiri di batas balkon. Matanya menerawang jauh ke segala arah. Menikmati keindahan alam yang terhampar luas di depannya. Meskipun terhalang oleh gerbang rumah yang menjulang, itu tak mampu memutuskan tatapan kekaguman Inaya.

Semilir angin sepoi menerbangkan helaian rambut legam miliknya. Banyak hal yang bersarang di kepalanya.

Setelah memutuskan untuk pulang kemarin, dokter Rania dan Inaya sempat berbincang secara privat. Sengaja disuruhnya Abimanyu menunggu di parkiran lebih dulu.

" Bu Inaya ... Maafkan saya. Tapi, saya harus menyampaikan ini. Kanker dalam tubuh anda sudah menyebar. Kondisi anda pun semakin menurun. Saya khawatir hal ini akan berimbas ke janin anda. Gimana dengan Pak Abimanyu? Apa beliau sudah diberitahukan soal ini? " Tanya dokter Rania penasaran.

" Ya? B-belum dok. Saya belum kasi tau dia. " Inaya menggeleng lemah.

" Kenapa bu? Suami ibu harus tau. Ini adalah suatu hal yang penting. Ini perihal nyawa. Jangan anggap remeh. "

Inaya menggeleng ribut. Bibirnya sedikit bergetar. Ada banyak kegelisahan di matanya.

" Saya cuma ngga mau mas Abim sedih, dok. Dia bisa sangat terpukul kalau tau hal ini. "

" Beliau akan lebih terpukul jika tau kenyataan ini nanti-nanti. Fikirkan baik-baik ya, Bu Inaya! " Saran dokter Rania.

" Saya akan mempertimbangkannya, dok. Terimakasih untuk semuanya. Saya pamit dulu." Putus Inaya, kemudian berlalu.

Dokter Rania memandang punggung pasiennya yang perlahan mulai menghilang di sebalik pintu ruang kerja.

Ingatan itu terus berputar di benaknya bagai film rusak. Tangannya kembali mengelus perut buncit di luar baju.

" Sayang ... Mama akan perjuangkan kamu. Mama janji akan bertahan sampai kamu lahir. Mama udah ikhlas dengan takdir ini. Maafkan mama. Karena nanti saat kamu lahir, kita ngga bisa sama-sama. Jadilah putri yang taat dan baik untuk papa kamu ya. Mama sayang kamu."

Apa tadi? Putri? Iya memang. Jenis kelamin yang dikandungnya sekarang adalah perempuan. Tau dari pemeriksaan USG 2 bulan lalu.

Ditengah aksi Inaya yang mengajak calon bayinya mengobrol itu, sakit kepala menderanya. Inaya merasakan pandangannya ke sekeliling jadi gelap. Tubuhnya berkeringat. Nafasnya mulai sesak. Diwaktu bersamaan sakit hebat juga datang dari perutnya. Sakitnya sungguh tak tertahankan.

Ia mencengkram erat pembatas balkon. Ingin berteriak namun suaranya seperti tak sampai.

Inaya kalap mencari bantuan untuk berdiri. Akhirnya, ia terjatuh ke lantai.

Inaya masih bernasib mujur. Bertepatan dengan itu, Bi Darmi yang baru masuk ke kamar sambil membawa keranjang baju kotor itu pun terkejut. Keranjang nya dihempaskan begitu saja. Saking panik melihat majikannya tergeletak lemas.

" Astaghfirullah nyonya. Kenapa ini, nyonya? " Tanyanya tergesa.

" Bi ... Kayaknya saya mau lahiran. Perut saya sakit banget, Bi. " Ujar Inaya.

" Hah? Iyaa, ini teh bener atuh Nya. Aya darah di paha nyonya. Aduh, gusti. Bibi kudu kumaha? "

Suasana bertambah kecoh.

" Bibi t-tolong ambilkan ponsel saya di laci meja rias. Cepat, bi! " Perintah Inaya.

Bi Darmi mengangguk paham. Segera dibukanya laci dan mengambil ponsel milik Inaya. Kemudian, ia serahkan ke pemiliknya. Inaya menggeleng pelan. Tak sanggup bergerak lagi. Ia mati-matian mempertahankan kesadarannya.

" Bi, password hp aku 0402. Tanggal lahir mas Abim. Cari kontak dia dan telfon. Cepat! " Tukas Inaya lirih.

Asisten rumah tangga tersebut langsung melakukan apa yang diperintahkan sang majikan. Terdengar dering pertanda panggilan tersambung.

Tut ... Tut ... Tut

Belum ada tanda-tanda si pemilik ponsel mengangkat panggilannya. Bi Darmi sudah gelisah di tempat. Menggigit kuku sampai membentur pelan kepalanya ke sisi ranjang.

Panggilan pertama tak dijawab. Tak menyerah kembali ia pencet kontak Abimanyu. Lima menit berikutnya terdengar sahutan dari seberang.

" Halo, sayang. Maaf, tadi mas ke toilet sebentar. Kenapa? Kangen, ya? "

Abimanyu tersenyum lebar walaupun si penelpon tak melihatnya. Dasar! Masih sempat-sempatnya ia menggoda sang istri.

" Tuan ... Ini saya. Cepat pulang, tuan! Nyonya mulai kontraksi. Beliau mau melahirkan. " Bi Darmi menjelaskan secara detail dengan cepat tanpa di rem.

" Apa?? Baik, tunggu bentar. Tapi bik, Inaya baik-baik aja, kan? " Tanya Abimanyu ikutan panik.

" Nyonya masih sadar. Tapi, beliau kesakitan. Cepat pulang, tuan. "

Panggilan pun diputuskan sepihak. Abimanyu menyambar jas dan kunci mobilnya. Berlari tergesa menuju parkir. Membuka pintu mobil dan masuk. Ia mengendarai kendaraan roda empat itu dengan gila-gilaan. Tak ada lagi yang dipikirkannya selain Inaya.

Beberapa saat mobil Abimanyu sampai di halaman depan. Ia menerobos masuk. Tampak Inaya sedang terbaring kesakitan di sofa ruang tamu.

Tadi, Bi Darmi susah payah bantu memapah Inaya turun. Supaya saat Abimanyu pulang, bisa langsung ketemu. Tanpa membuang waktu, Abimanyu melangkah cepat ke arah Inaya.

" Sayang? Kamu ngga apa-apa? Perut kamu? Tahan dikit, ya. Kita ke rumah sakit sekarang."

Inaya masih sempat tersenyum di sela-sela rasa sakitnya.

" Mas ... Makasih udah cepat pulang. "

Sayup nian tatapan matanya. Tatapan yang agak terasa lain menurut Abimanyu. Tapi, ia enyahkan pikiran tidak jelas itu. Ia membungkuk mengangkat istrinya ke dalam gendongan dan menuju mobil.

****

Tubuh Inaya di letakkan di atas brangkar. Sepanjang perjalanan menuju ruang persalinan, tak henti-hentinya Abimanyu menggumam do'a. Air matanya tak terasa perlahan menetes.

Entah mengapa. Inaya hanya sedang sakit untuk berjuang melahirkan bayi mereka. Tapi, kenapa dirinya tak dapat menghentikan pikiran buruk ini?

Kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi datang memenuhi otaknya. Lamunannya buyar saat sampai di pintu yang bertuliskan plang 'ruang bersalin'. Abimanyu menghembuskan nafas 3 kali. Ia diperbolehkan masuk untuk mendampingi persalinan Inaya.

Tak lama, menggema suara tangisan bayi dari dalam. Bi Darmi yang baru saja tiba ikut bernafas lega. Setetes air matanya jatuh. Ikut merasakan kebahagiaan dari pasangan suami-istri di dalam.

Bayi mungil dan cantik itu bersuara saat Abimanyu melantunkan iqamah di telinganya. Mata polosnya berkilau-kilau. Abimanyu mengecupnya sayang. Membawa bayi mereka ke istrinya.

Bayi se berat 3,2 kilogram itu di letakkan di samping Inaya. Abimanyu ikut mendekat. Menarik kursi yang tersedia dan mendudukinya.

" Sayang ... Lihat putri kita. Cantik. Cantik banget kan? Kayak kamu. " Ujarnya haru.

" Hidungnya mirip kamu, mas. Dia mewariskan paras kita berdua. "

" He'em. Iya benar. " Abimanyu menyahut. Ia beralih mengelus puncak kepala Inaya.

" Makasih untuk semuanya, Inaya. " Tambahnya.

Inaya mengangguk bahagia, "Aku cinta kamu, mas. "

" Aku juga. Love you more. "

Keduanya terkekeh bersama. Inaya membisu sejenak. Tiba-tiba sakit itu. Lagi-lagi sakit itu menggerogoti kepalanya. Huh! Kau datang di saat yang ngga tepat, cecar Inaya dalam hati. Genggamannya di lengan Abimanyu menguat.

Abimanyu menghentikan tawanya. Ia menunduk sekilas ke arah cengkraman sang istri.

" Kenapa, sayang? Kamu butuh apa? "

" Mas ... Ada yang mau aku bilang ke kamu. Makasih udah cinta sama aku selama ini. Makasih udah buat aku jadi wanita paling bahagia di dunia. Kelak putri kita dewasa, sayangi dia kayak mas sayang sama aku. Maaf, kalau setelah ini aku ngecewain kamu. Janji sama aku! Kamu akan selalu jaga dan menyayangi putri kita. Janji, ya? "

Abimanyu tercengang. Apa-apaan ini? Apa yang baru saja di katakan Inaya? Abimanyu kembali tak tenang. Ia menatap Inaya serius.

" Apa maksud kamu? Kamu ini bilang apa, sayang? "

Sungguh! Ia tak suka dengan kata-kata yang dilontarkan sang istri. Seolah-olah Inaya akan meninggalkan dirinya dan bayi mereka untuk selamanya.

" Aku ... Aku menderita kanker otak, mas. Stadium akhir. "

Ucapan Inaya menggelegar di telinga Abimanyu. Kanker otak? Stadium akhir? Bagaimana mungkin? Selama ini Inaya sehat-sehat saja.

" Sayang. Kalau kau mau bercanda. Jangan bawa-bawa penyakit mematikan itu. Mas ngga suka. " Ujar Abimanyu tegas. Ia masih denial untuk mengusir bisikan-bisikan negatif di otaknya.

" Ina serius, mas. "

" Enggak! Haha ngga mungkin. Selama ini kamu sehat-sehat aja. Gimana bisa? Dan kamu mau mas percaya gitu aja? Ngga akan. " Ujar Abimanyu lagi.

" Kalau aku pergi--- "

" Kamu ngga akan pergi kemana-mana. Kamu akan tetap disini sama mas dan bayi kita. " Sanggah Abimanyu.

Ia bukan tak tau maksud ucapan istrinya itu. Bukan pula tak percaya. Hanya saja ia masih memilih denial. Agar tak menghancurkan benda apa saja yang ada di ruangan ini.

Namun, belum lama ia mengatakan itu, Inaya menggeram sambil memegang kepalanya. Abimanyu cepat mengalihkan putri nya yang terlelap ke tabung bayi. Merasa geraknya leluasa, ia keluar secepat kilat untuk memanggil dokter.

Tombol nurse call di samping ranjang ia abaikan karena terlalu panik. Lebih panik dari saat mendengar istrinya itu kontraksi tadi.

Jantungnya tak berhenti berdegup kencang. Bukan, bukan degup seperti saat dirinya jatuh cinta. Melainkan degup takut akan di tinggalkan.

Dokter memerintahkan Abimanyu untuk keluar ruangan sebentar. Lelaki itu berjalan mondar-mandir. Dua menit sekali menoleh ke dalam ruangan. Dua menit lagi, duduk di kursi tunggu. Begitu terus sampai terdengar olehnya bunyi mesin Elektrokardiogram berdenging panjang.

Jantungnya berhenti memompa. Ia seperti kehilangan seluruh nafas. Abimanyu paham betul bunyi itu. Bunyi yang meluluh lantakkan hatinya.

Sambil gemetaran, tangannya membuka pelan pintu. Ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri. Kakinya seakan tak sanggup menapak sekarang. Bahunya melemas.

Tampak oleh matanya, Dokter Rania menyelimutkan seluruh tubuh Inaya sampai atas kepala. Dan berbisik sedang ke perawat,

" Inaya Karmila, meninggal. Hari ini, Kamis jam 15.40 WIB. "

Tangisan Abimanyu tak terbendung lagi. Ia memukul tembok dengan tangan kosong sampai kulitnya mengelupas. Tidak, tangan ini tak sakit. Hatinya lebih sakit.

Bi Darmi dan Pak Rahman tak kuasa menahan tangis. Mengenang akan kehidupan Abimanyu dan putri kecilnya yang baru saja beberapa jam melihat dunia.

Abimanyu mendekat ke brangkar Inaya. Membuka pelan kain yang menutupi wajah sang istri. Ia kecup penuh cinta.

Nanti, ia tak akan dapat memandang wajah cantik ini lagi. Tak kan bisa ia dekap tubuh ini lagi. Tangisnya masih terdengar.

Abimanyu memejamkan matanya sebentar. Mengambil nafas dalam-dalam kemudian berbisik,

" Selamat beristirahat, Inaya Karmila. Selamat tinggal, Bidadariku. "

Istrinya sudah pergi. Tak bisa juga waktu untuk di putar kembali. Pada akhirnya, mau atau tidak mau. Abimanyu memilih ikhlas melepaskan wanita tercintanya itu.

****

1
ginevra
jangan bilang si Alvin bakalan direbut sama angel?
Kim Tyaa: biasanyaa gitu kan ...
Lihat aja kedepannya gimana ...
si Andrean kalo ngga tebal imannya juga bakal di gaet sama dia tuhh
total 1 replies
ginevra
sudahlah biarkan Aira, itu baru tahap adaptasi ...
Kim Tyaa: polos dia mahhh ...
Harusnya Aira lihat aja dulu ga siii
total 1 replies
Capt Blacksheep/ SANG PERAMAL
alur nya sangat bagus
Kim Tyaa: gomawoyoo🙏
total 1 replies
Kim Tyaa
Makasih banyakkkkk😍
ginevra
semangat kak....😍😍
Renjana Senja
Yeay first yang mampir. semangat kakak. aku tinggalin jejak dulu.
Kim Tyaa: Omg ,gemes amat si .
Gomawooo😍.
Serasa di pantau ege:v
total 1 replies
Renjana Senja
terima kasih kak sudah mampir di ceritaku. aku kasih mawar buat kakak. selalu ikuti karya ku ya kak, jangan lupa subscribe. nanti aku subscribe balik. salam penulis pemula. terima kasih😍😍
Renjana Senja: thanks kak you too. boleh follback aku kak? makasih😍
total 2 replies
Renjana Senja
Aira pun ogah-ogahan ya. terlihat dia tidak suka sama ibu sambungnya/Hey/
Kim Tyaa: geli bet diaaa ...😭
total 1 replies
Renjana Senja
pa, saranku dengerin kata Aira, anak tu kadang feeling nya kuat. jadi nggak salah percaya sama anak🤭
Kim Tyaa: kalo kata akuuu sih 'yes'
total 1 replies
Renjana Senja
pa yang bener aja nih. aku baru baca lho. tiba-tiba kenalin seseorang dong.😵
Kim Tyaa: sat set bet duda ini
total 1 replies
Dinar Sen
mampir thor 🙏
Dinar Sen: oke kak 👍🏻😊
total 2 replies
ginevra
suka deh sama persahabatan mereka
Kim Tyaa: Pengen punya persahabatan kayak mereka
total 1 replies
ginevra
cinta tulus dari sahabat ... ululululu
Kim Tyaa: Alina sesayang itu ke Aira😍
total 1 replies
ginevra
dimana mana teman itu kalah sama pacar ya hehehe
Kim Tyaa: Hehehe
total 1 replies
Jee Ulya
Kak sebaiknya selipin cliffhanger di akhir bab, biar pembaca makin penasaran 😍
Kim Tyaa: Thank u sarannya😍
total 1 replies
Jee Ulya
Kak, ini berapa kata?
Kim Tyaa: 1490 kata
total 1 replies
Jee Ulya
Kaaak 😭 kalimatmu bagus bangeet, tapi alangkah baiknya dikasih selingan percakapan, biar kerasa lebih hidup 😍💪
Kim Tyaa: Huhu makasih atas masukan dan sarannya🙏😍
total 1 replies
Jee Ulya
Sakiiit bgtt
Kim Tyaa: Nusuk di hati
total 1 replies
Jee Ulya
Kalau aku di posisinya juga akan gitu, sih
Kim Tyaa: Nah iya kannn ... Pasti kita denial juga
total 1 replies
Jee Ulya
Kebayang ngeluarin nyaa. gede bangeet😣
Kim Tyaa: Haha langsung terconnect ke otak yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!