Eclipse, organisasi dunia bawah yang bergerak di bidang farmasi gelap. Sering kali melakukan uji coba demi mendapatkan obat atau vaksin terbaik versi mereka.
Pada awal tahun 2025, pimpinan Eclipse mulai menggila. Dia menargetkan vaksin yang bisa menolak penuaan dan kematian. Sialnya, vaksin yang ditargetkan justru gagal dan menjadi virus mematikan. Sedikit saja bisa membunuh jutaan manusia dalam sekejap.
Hubungan internal Eclipse pun makin memanas. Sebagian anggota serakah dan berniat menjual virus tersebut. Sebagian lain memilih melumpuhkan dengan alasan kemanusiaan. Waktu mereka hanya lima puluh hari sebelum virus itu berevolusi.
Reyver Brox, salah satu anggota Eclipse yang melawan keserakahan tim. Rela bertaruh nyawa demi keselamatan banyak manusia. Namun, di titik akhir perjuangan, ia justru dikhianati oleh orang yang paling dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Saya tidak akan membantah lagi, Tuan Carlo. Saya akan menyelesaikan tugas ini dengan benar."
Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Reyver membuka suara, menyatakan ketersediannya untuk mengikuti ambisi gila Carlo.
"Bagus! Kau memang harus mengerti siapa dirimu, Reyver. Jangan karena aku bersikap baik, kau menganggap dirimu punya hak untuk membantah. Tidak akan pernah, Reyver! Di Eclipse ... semua harus tunduk dan patuh pada perintahku. Kau paham itu?"
Reyver mengangguk dan menunduk hormat. "Paham, Tuan."
"Sekarang pergilah dan persiapkan dirimu! Dalam waktu setengah jam kita berkumpul di laboratorium. Kau ... jangan sampai terlambat!"
"Saya mengerti, Tuan. Saya mohon undur diri."
Masih dengan kepala yang menunduk dan tubuh yang setengah membungkuk, Reyver bangkit dan keluar dari ruangan pribadi Carlo. Kekesalan disimpan rapat dalam hati, pun dengan upayanya untuk membangkang dan mengacaukan rencana Carlo. Untuk saat ini, cukup disimpan sendiri.
"Rey!"
Langkah kaki Reyver terhenti sebelum ia tiba di ruangan pribadinya. Ia kenal betul suara barusan, tak lain dan tak bukan adalah sura Martha—wanita yang menjadi pusat dunianya.
"Kau sudah bicara dengan Tuan Carlo? Lalu apa katanya? Dia tidak memarahimu, kan?"
Wanita dengan sepasang mata cokelat itu menatap Reyver dengan sendu. Tersirat kekhawatiran yang besar dari manik matanya, yang memandang jeli mengikuti gerakan Reyver.
"Dia tidak marah, mungkin ... hanya sedikit kesal. Kau jangan khawatir, aku tidak apa-apa."Reyver tersenyum lebar. Kekesalan akibat kegilaan Carlo perlahan memudar hanya dengan menatap wajah cantik Martha.
Dengan penuh cinta, Reyver merengkuh pinggang ramping Martha. Lantas, menyelipkan rambutnya yang kecokelatan ke belakang telinga. Dalam beberapa detik, ia pandangi wajah cantik yang tampak gusar itu. Beradu pandang dan seolah meluapkan kerinduan dalam tatapan mata.
"Rey ... kumohon, jangan mencari masalah lagi dengan Tuan Carlo. Kau masih ingat kan dengan Pater?" ucap Martha dengan lirih, pun dengan penuh harap.
Reyver mende-sah panjang. Siapa yang tidak ingat Pater, dulu dia juga anggota tim penelitian di Eclipse. Reyver sendiri dan juga Martha kenal akrab dengan Pater.
Nasib nahas memupus hidup Pater yang masih terhitung muda. Ketika di Eclipse sedang ada proyek, Pater mengambil cuti satu bulan untuk menemani istrinya yang melahirkan prematur. Setelah kembali ke Eclipse, Carlo langsung menembaknya tanpa basa-basi. Pater mengembuskan napas terakhirnya di hadapan anggota Eclipse yang lain.
Memang begitulah pola di Eclipse. Kepentingan organisasi harus diutamakan dibanding kepentingan pribadi, sekalipun itu menyangkut keselamatan orang terdekat. Carlo Leonardo tak hanya berperan sebagai pimpinan Eclipse, tetapi juga hampir menjadi penentu langkah setiap anggotanya. Dengan menjadikan data-data keluarga sebagai jaminan, mau tidak mau anggota Eclipse harus tunduk dan patuh dengan apa pun perintah Carlo. Membangkang sama halnya dengan berani mati.
"Rey, kenapa kau malah diam?" tegur Martha dengan mimik wajah yang makin gelisah.
Reyver pun tersenyum. Lalu mengusap pipi Martha dengan mesra.
"Sorry, Martha. Soal itu aku tidak bisa berjanji." Reyver menarik napas panjang. "Semua tergantung sikap Tuan Carlo. Jika dia semakin menggila, mungkin ... aku akan tetap bertindak," lanjutnya.
"Rey ...."
"Martha, ini juga demi kita. Aku menginginkan pernikahan dan kehidupan yang damai bersamamu. Tapi, itu akan sulit kita dapatkan jika Tuan Carlo semakin mengekang kita. Aku tidak mau menjadikanmu Nyonya Pater kedua."
"Rey, kau sadar apa yang kau bicarakan? Ini menyangkut nyawa kita, keluarga kita. Rey, kau jangan aneh-aneh. Aku tidak mau menempatkanmu dalam bahaya."
"Kau tenang saja, Martha, apa yang kulakukan pasti sudah kupikirkan dengan matang. Kau jangan terlalu khawatir, aku ini lelakimu, sudah seharusnya memprioritaskan kau dan juga masa depan kita. Termasuk, adik dan ibumu. Akan kuusahakan bagaimana caranya agar mereka tidak lagi menjadi senjata bagi Tuan Carlo untuk menekanmu," jawan Reyver dengan suara lirih.
Di depannya, Martha menggeleng-geleng dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Dia terharu dengan niat besar Reyver untuk dirinya.
"Tuan Carlo bukan lawan kita, Rey. Kau jangan melawannya," ucap Martha juga dengan bisikan.
"Martha, kau adalah wanita yang kucintai. Kemarin, sekarang, dan sampai kapanpun itu. Aku tidak akan membiarkan orang lain selamanya mengendalikan hidupmu. Aku ingin melihat kau tertawa lebih bebas dari sekarang, Martha."
Martha terdiam, hanya matanya yang terus menatap Reyver.
"Percayalah padaku, kita pasti bisa," bisik Reyver sambil meraih tengkuk Martha untuk lebih dekat ke arahnya.
Lantas, ia cium kening Martha dengan lama, pun dengan penuh cinta. Kemudian, ciuman itu beralih pada bibir, sekilas saja, sekadar cukup untuk mengobati kerinduan dan kegundahan di hati masing-masing.
________
Dua puluh menit terhitung dari awal dirinya meninggalkan ruang pribadi Carlo, kini Reyver sudah rapi dalam pakaian kerjanya. Celana hitam, kaus putih yang dibalut jas putih panjang, sarung tangan, masker, dan kacamata pelindung. Semua sudah melekat di tubuhnya.
Detik ini, ia sudah berdiri di laboratorium penelitian. Martha pun sudah di sana dengan pakaian yang sama. Sebagai imunolog, peran Martha sangat penting dalam penelitian dan pengembangan obat serta vaksin di Eclipse. Sama halnya dengan teman Reyver—Francesco, ia berperan sebagai ahli virologi, yang tentunya juga punya andil penting dalam proyek-proyek yang ada di Eclipse.
Kini, mereka semua sudah berkumpul bersama rekan-rekan yang lain. Tak terkecuali, Carlo Leonardo. Pria dengan aura dingin dan kejam itu sudah duduk di kursi kebesarannya. Menunggu dan mengawasi kinerja anggotanya.
"Waktu dan anggaran kita untuk proyek ini tidak sedikit, jadi jangan sampai ada kesalahan!" Untuk kedua kalinya Carlo memberikan peringatan.
"Kami mengerti, Tuan," jawab mereka dengan kompak.
Lantas, tatapan Carlo beralih pada satu orang yang sebenarnya juga ikut membungkuk hormat. Siapa lagi kalau bukan Reyver.
"Jangan pernah berpikir untuk berkhianat! Atau ... nyawa yang akan menjadi taruhannya!" ucap Carlo, lebih dingin dari sebelumnya.
Tenggorokan Reyver kembali menciut, seolah-olah ancaman itu memang ditujukan untuknya. Namun, itu tidak menyurutkan tekad Reyver untuk mengacaukan proyek tersebut.
Dibanding anggota yang lain, dirinya adalah yang paling cerdas. Dia tak hanya menguasai imunologi atau virologi, tetapi juga mikrobiologi, biokimia, dan genetika. Bahkan, Reyver juga menjadi satu-satunya anggota yang paling menguasai teknologi nano.
Mungkin dengan alasan itu pula, selama ini Carlo sedikit merenggangkan aturan terhadap Reyver. Meski pada akhirnya juga dibuat murka karena Reyver punya potensi membantah perintah.
"Jika hari ini tidak melakukan apa pun, kelak aku pasti menyesalinya," batin Reyver di tengah perasaan yang tegang.
Bersambung...