Seorang Wanita yang berjuang bertahun-tahun menghadapi badai hidupnya sendirian, bukan sebuah keinginan tapi karena keterpaksaan demi nyawa dan orang yang di sayanginya.
Setiap hari harus menguatkan kaki, alat untuk berpijak menjalani kehidupan, bersikap waspada dan terkadang brutal adalah pertahanan dirinya.
Tak pernah membayangkan, bahwa di dalam perjalanan hidupnya, akan datang sosok laki-laki yang mampu melindungi dan mengeluarkannya dari gulungan badai yang tak pernah bisa dia hindari.
Salam Jangan lupa Bahagia
By Author Sinho
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sinho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My LB-3
Tak lama petugas keamanan datang, dan menetralkan suasana, membersihkan kekacauan yang ada, dan sang pemilik Cafe meminta maaf kepada semua pengunjung atas tragedi yang baru saja terjadi.
"Wow, wanita yang luar biasa, bagaimana Ev, kau mau mengejarnya dan kita bertaruh" ucap John.
Evan hanya tersenyum tipis.
"Jangan sampai kau kalah John, kalau tidak ingin swalayan mu akan berpindah tangan atas namaku"
"Shitt!, tidak jadi, kau mau membuatku miskin?!" Sahut John.
Klein tertawa, begitu juga dengan Dixon, sedangkan Evan hanya tersenyum tipis, tatapannya menerawang pada sosok wanita yang terus terang membuatnya penasaran.
"Kau terlalu banyak berpikir Ev, wanita tadi sangat cantik dan berbeda" ucap John.
"Bagaimana kalau kau kejar dia, dan jika kamu membuatnya bertekuk lutut, kami akan memberikan mu pelayanan gratis apapun yang kau mau di cafe ini selama yang kau mau" tawar Klein menambahkan.
Evan tertawa, lalu kemudian berkata, "Aku belum semiskin itu hingga harus menguras uang kalian hanya untuk bersenang-senang di cafe ini, jadi lupakan saja" balas Evan membuat semuanya kecewa.
Kesenangan mereka berlanjut kembali, saat seorang penyanyi cafe telah hadir dan meramaikan suasana malam, terasa lebih hidup dan penuh dengan semarak musik yang bergantian dengan lagu yang berbeda-beda.
Hingga hampir tengah malam, Evan merasa sudah cukup lama menikmati suasana Cafe hari ini, lalu berpamitan lebih dulu pada temannya.
"Dixon, sebaiknya kau juga segera pulang, ingat ibumu lebih membutuhkan mu saat ini" ucap Evan.
"Tentu saja, aku akan pulang sebentar lagi" jawab Dixon.
Sementara Klein dan John masih menikmati alunan musik dan sesekali ikut turun di lantai dansa bersama dengan para wanita, Evan hanya menggelengkan kepala melihat hal itu.
Motor sport mahalnya menderu di jalanan, melesat cepat menuju sebuah tempat pengisian bahan bakar yang di butuhkan.
Evan sengaja mencari tempat parkir, tujuannya adalah sebuah minimarket yang ada di sana, mencari minuman yang di butuhkan, sekalian untuk persediaan nanti di Apartemennya.
Angin dingin sesaat menyapa kulitnya, Than merapatkan jaketnya dan melihat sekitar sebelum kembali menaiki motor sport nya
Namun ada yang menarik perhatiannya, dimana terlihat seorang wanita tengah berjalan sambil menahan perutnya.
Evan terus memperhatikan, mencoba mengingat sesuatu, dan benar saja, tak salah lagi, yang dilihatnya saat ini adalah seorang wanita yang tadi mengamuk di Cafe dan membuat semuanya hancur berantakan.
"Apa yang di lakukan wanita itu?" Gumam Evan.
Ada mobil yang mengemudikan dengan kecepatan tinggi, mengarah ke wanita itu yang masih tertatih untuk berjalan, Evan menyadari ada bahaya yang mengancam, dan segera melesat menyambar si wanita hinga ikut berguling di tanah yang berumput.
"Sial!, apa yang kau lakukan?!" Teriak wanita itu sambil meringis menahan sakit.
"Kau hampir tertabrak, apa kau baik-baik saja?" Tanya Evan yang kini ikut berdiri dan membersihkan bajunya.
Wanita itu memindai Evan dari atas sampai bawah, bukan hanya satu kali, tapi berulang kali, dengan tatapan penuh curiga.
"Sepertinya kau laki-laki kaya?" Ucapnya.
Than hanya mengangkat bahunya, tak menjawab apapun, lalu kakinya ingin melangkah pergi, namun tiba-tiba saja_
"Huek!, Huek!"
Wanita itu minggir dan sedikit membungkuk untuk memuntahkan segala yang ada dalam perutnya.
"Tolong jangan pergi, aku pusing, mereka memberiku sesuatu yang membuat perutku sangat sakit, aku tidak tahan lagi, bantu aku, aku sangat kaya, kau bisa meminta apapun nantinya"
Evan terkejut, segera mendekat dan memeriksa kening sang wanita, tubuhnya begitu dingin, nampak sekali jika dia sedang tidak baik-baik saja.
Evan memapahnya perlahan, membuat wanita itu kini berada dalam rengkuhannya.
"Kau sedang tidak sehat, aku akan cari taksi dan membawamu ke Rumah Sakit"
"Apa?!, tidak-tidak, keluargaku akan menemukanku dan mereka akan semakin mudah menjatuhkan ku" ucapan yang tak di mengerti oleh Evan sama sekali, sepertinya wanita ini punya masalah yang kompleks.
"Baiklah, kau yang memaksa" ucap Than, dan terpaksa memboncengnya untuk di bawa ke Apartemen.
Saat Evan turun dan membawa wanita itu yang terlihat sangat lemas, beberapa pasang mata menatap aneh penuh curiga, tapi untungnya di negara itu tidak terlalu banyak aturan, bagi pria dewasa seperti Evan, banyak kebebasan di legalkan.
Berhasil membawa wanita itu ke Apartemennya, Evan segera membaringkannya di atas Sofa, lalu berjalan ke belakang membuatkan minuman hangat.
"Minumlah, dan ini obat yang sepertinya perlu kau minum" Evan memberikan satu butir obat yang ada di tangannya.
Wanita itu tak langsung menerima, melihat sebuah jam tangan mewah yang bertengger di tangan Evan saat memberikan.
"Thanks, kau membeli jam tangan bekas?" Tanya wanita itu.
Evan tersenyum, lalu menganggukkan kepala, melihat bagaimana wanita itu menelan pil sambil meringis, setelah itu menyandarkan kepalanya.
"Apartemen ini lumayan mewah" gumamnya lagi.
"Hem, aku menyewanya" jawab Evan sebelum kembali ke belakang dan membuat satu minuman lagi untuk dirinya sendiri.
Tak lama Evan kembali, dan mendapati wanita itu memeluk satu bantal sofa di perutnya untuk mencari kenyamanan.
"Kau terlihat kacau" ucap Evan.
"Lebih dari itu, aku berantakan walaupun sangat kaya, semua menginginkannya, aku selalu berjuang sendiri menyelamatkan diri dari tipu daya mereka, sungguh mengenaskan bukan?" ucap wanita itu masih dengan mata yang terpejam.
"Hem, apa perut mu mulai nyaman?" Tanya Evan melihat wajah wanita itu yang sudah lebih tenang dari sebelumnya.
"Lumayan" jawabnya.
Evan terdiam, lama tak ada perbincangan, hingga wanita itu berusaha untuk duduk tegak menatap Evan.
"Aku Dry" ucapnya.
"Dry? Seperti nama laki-laki" sahut Evan.
"Mungkin keluargaku menginginkan jenis kelamin itu, tapi sayang, justru aku yang keluar dari rahim Mommy ku" ucapnya dengan senyuman sedih yang berusaha di sembunyikan.
"Oh, aku Ev"
"Hem, trimakasih sudah membantuku Ev, berapa aku harus membayar mu?"
Evan terkejut, sedikit menaikkan alisnya, dan tersenyum sambil memindai Dry dari kepala sampai kakinya.
"Aku hanya bisa memberikanmu uang, jangan macam-macam" Dry mulai kurang nyaman dengan apa yang dilakukan oleh Evan.
Evan tertawa, lalu kemudian menyilangkan kakinya, menatap ke arah Dry yang tepat di hadapannya.
"Bagaimana kalau aku tidak butuh uang?" Ucap Evan.
"Maksudmu?" Tanya Dry tak mengerti.
"Kau sangat cantik Dry, tubuhmu lumayan menarik, jadi_, bagaimana kalau kita bercinta?"
Jika Evan ingin melihat reaksi ketakutan dari wanita itu, jelas salah, nyatanya Dry justru tertawa dan membuat Evan tersenyum tipis melihatnya.
Dry lalu melempar bantal sofa tepat di kepala Evan, dan tanpa beban kini merebahkan tubuhnya diatas Sofa sepenuhnya.
"Kau mungkin bisa menerkam ku saat ini juga, tapi jangan salahkan aku jika kepalamu akan pecah berantakan di lantai, selamat tidur Ev, Sorry aku pakai Sofa mu dulu"
Evan tersenyum kembali, lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya, dan meninggalkan Dry tidur dengan nyaman di luar.
Yang makin penasaran, Yuk mana nih KOMENnya, LIKE, VOTE, HADIAH, dan tonton IKLANNYA.
Bersambung.
segera halalkan Dryana lepaskan dia dari keluarga parasitnya