NovelToon NovelToon
Cinta Kita Belum Usai

Cinta Kita Belum Usai

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintamanis / Lari Saat Hamil / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua / Penyesalan Suami / Trauma masa lalu
Popularitas:389k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Yune

Gendhis harus merelakan pernikahan mereka berakhir karena menganggap Raka tidak pernah mencintainya. Wanita itu menggugat cerai Raka diam-diam dan pergi begitu saja. Raka yang ditinggalkan oleh Gendhis baru menyadari perasaannya ketika istrinya itu pergi. Dengan berbagai cara dia berusaha agar tidak ada perceraian.

"Cinta kita belum usai, Gendhis. Aku akan mencarimu, ke ujung dunia sekali pun," gumam Raka.

Akankah mereka bersatu kembali?

NB : Baca dengan lompat bab dan memberikan rating di bawah 5 saya block ya. Jangan baca karya saya kalau cuma mau rating kecil. Tulis novel sendiri!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 03

Aku meletakkan surat di atas nakas sebelah tempat tidur kami. Kutatap surat yang ditulis dengan terburu-buru. Tulisan tanganku terasa begitu ringkih di kertas itu, seolah menggambarkan perasaanku yang sudah hancur.

"Raka,

Maafkan aku karena pergi tanpa berpamitan. Aku tahu ini pengecut, tapi aku tidak punya cara lain. Aku lelah. Biarkan aku pergi, setidaknya untuk menemukan diriku sendiri."

-Gendhis-

Aku menatap surat itu lama, memastikan setiap kata yang tertulis cukup jelas. Tanganku gemetar, tapi aku tahu aku tidak bisa menarik keputusan ini. Aku menarik napas panjang, mengalihkan pandangan ke arah Raka yang masih tertidur pulas di ranjang kami.

Langkah kakiku mendekat ke sisi tempat tidur. Wajahnya tenang, seperti tidak ada beban yang menggelayutinya. Betapa aku berharap aku bisa menyentuh pipinya untuk terakhir kali, tapi aku takut itu akan menghancurkan tekadku.

“Raka...” bisikku pelan, meski aku tahu dia tidak akan mendengarnya.

Aku memutar tubuh, meraih koper yang sudah kusiapkan di dekat pintu. Kuraih tas kecil yang akan kubawa juga. Tanpa suara, aku membuka pintu kamar dan melangkah keluar.

Di ruang tamu, aku berhenti. Pandanganku tertuju pada foto pernikahan kami yang tergantung di dinding. Aku hampir lupa kapan terakhir kali aku tersenyum seperti di foto itu.

Di sampingku, Raka juga tersenyum. Entah senyum kebahagiaan atau hanya pura-pura karena setelahnya tidak pernah kulihat lagi senyum di wajahnya.

“Ini keputusan terbaik, Gendhis,” gumamku, meyakinkan diri sendiri.

Aku membuka pintu depan dengan hati-hati, takut suaranya membangunkan Raka. Terik mentari menyergap wajahku. Panas, menusuk kulitku yang hanya berbalut jaket tipis. Langkahku semakin cepat, seperti mengejar keberanian yang tersisa. Aku takut bila Raka terbangun dan membuat diri ini kembali goyah.

Halte bus berada tidak jauh dari rumah kami. Beberapa kendaraan yang melintas di jalan. Aku duduk di bangku kayu halte, memeluk tas kecilku erat-erat.

Seorang ibu paruh baya yang duduk di sebelahku memandangku dengan penuh rasa ingin tahu. “Mau ke mana, Nak?"

Aku tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan kegugupanku. “Ke luar kota, Bu. Ada urusan mendadak.”

Dia mengangguk pelan, tidak bertanya lebih jauh. Aku lega, karena aku tidak tahu bagaimana menjelaskan situasiku kepada orang asing.

Ketika bus yang kutunggu tiba, aku segera naik. Langkahku terasa berat, tapi aku tahu aku harus terus maju. Tidak mungkin aku terus terjebak dengan pernikahan palsu ini.

Aku memilih kursi di dekat jendela dan memandang ke luar. Kota ini akan segera kutinggalkan. Tempat yang penuh kenangan indah sekaligus menyakitkan.

“Permisi, Mbak. Tiketnya?” tanya kondektur yang tiba-tiba muncul di sampingku.

“Oh, iya.” Aku menyerahkan tiket yang sudah kubeli.

Dia mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya. Aku kembali memandang ke luar jendela, mencoba menikmati perjalanan yang baru saja dimulai.

“Ke mana, Mbak?” seorang perempuan muda di sebelahku tiba-tiba bertanya.

Aku menoleh, sedikit terkejut. “Ke kota Malang. Kamu sendiri?”

“Sama. Mau ke rumah kakak.” Dia tersenyum ramah, tapi aku tidak terlalu berminat melanjutkan percakapan.

Aku hanya mengangguk singkat, lalu kembali memandang ke luar jendela. Menatap pemandangan yang entah kapan akan kulihat lagi.

Aku sudah memikirkan dengan cepat. Tidak mungkin aku kembali ke panti asuhan tempatku bernaung. Pasti, Raka akan dengan cepat menemukanku.

Ingin meminta bantuan Silvia rasanya tidak mungkin. Hatiku masih sakit dengan cinta Raka padanya. Padahal, Silvia sama sekali tidak bersalah. Dia adalah atasanku yang paling baik. Mempercayakan semuanya padaku sebelum aku memutuskan untuk mengundurkan diri karena telah menikah dengan Raka.

"Mengapa semua jadi seperti ini?" gumamku menyesali semua yang telah terjadi.

Seharusnya, aku tidak menerima lamaran yang diajukan oleh Bu Yeni. Ya Tuhan, aku melupakan betapa baiknya ibu mertuaku itu. Entah bagaimana reaksinya bila mengetahui kepergianku. "Maafkan aku, Bu."

Bus melaju melewati jalanan yang mulai ramai. Udara dingin AC membuatku menggigil, tapi aku tidak mengeluh. Dalam keheningan, pikiranku kembali melayang pada Raka. Apakah dia sudah bangun? Apakah dia membaca suratku?

Aku memejamkan mata, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang. Tapi rasanya sulit. Setiap kenangan bersama Raka terus bermunculan, membuat hatiku semakin sakit.

“Kenapa aku harus mencintaimu sebanyak ini, Raka?” gumamku pelan.

***

Bus berhenti di terminal utama setelah perjalanan beberapa jam. Aku turun dengan langkah ragu, menatap keramaian di sekitarku. Kota ini terasa asing, tapi itu yang kubutuhkan sekarang.

Aku duduk di kursi tunggu terminal, merogoh ponselku dari dalam tas. Setelah ragu beberapa saat, akhirnya aku membuka aplikasi pesan dan mengetikkan sesuatu.

“Ayu, ini aku. Aku butuh bantuanmu. Bolehkah aku tinggal di tempatmu sementara waktu?”

Pesan itu terkirim, tapi aku tidak langsung mendapat balasan. Aku menatap layar ponsel dengan cemas, berharap Ayu tidak terlalu sibuk untuk menjawab.

Beberapa menit kemudian, notifikasi muncul.

“Tentu saja, Gendhis. Kamu di mana sekarang?”

Aku tersenyum kecil, merasa sedikit lega. Setidaknya, aku punya seseorang yang bisa kuandalkan.

“Aku di terminal utama. Aku akan ke tempatmu sekarang.”

"Baiklah, aku tunggu, Dhis. Hati-hati."

Aku memasukkan ponsel kembali ke dalam tas, lalu berdiri. Ini adalah awal dari perjalanan yang baru. Meski berat, aku tahu aku harus terus melangkah dan melupakan cintaku.

***

Bersambung...

Terima kasih telah membaca, ikuti terus novel ini, ya. ❤️

1
Ides Aginta
walaupun namanya berubah ubah, aku masih ngikuti ceritanya thor...
pipi gemoy
aneh pemain dalam video ini dia malah nga ada malu malunya😤
kalo benar korban kenapa ga di usut asal vidio yg viral
Maria Christanti
Tetap semangat thor dlm berkarya.
Leliana Mutiarawati
Luar biasa
Cucu Nurjanah
Sialan luh Ka,
pipi gemoy
Luar biasa
Novia Zara Scorpinosta
nah iya bnr maaf bkn krn mau menghujat tp mhn maaf ya kak biar tdk bngung sj
Miss Yune: Iya, maaf kak. sering ketuker. Pandu mantannya Ayu. Fajar pengacaranya. Dah aku edit biar ga bingung
total 1 replies
pipi gemoy
mampir Thor 🙏🏼
Lala Al Fadholi
dikit amat konfliknya...udah happy ending aja
Ita Juwita
tingkat dewa si clara,..ngga tau malunya🤭🤭
Davino
Visualnya adalah
siti fatimah
Luar biasa
Ryani
perasaan menunggu mulu... ujung² nya bkalan tetap milih dia. kasian tau d gantung terus²an
Fitrinur Mahmudah
akhir yg bahagia ☺️
Anadinasti Hakim
Luar biasa
Ryani
boleh di jelaskan Raka bekerja di kantor org apa punya sendiri sih thor????
Ryani
kadang di Jakarta, kadang d Surabaya. yg Benar dimana Thor??? 🤣
Davino
Ada visualnya kah
Davino
Woke tak ikuti bab nya sedikit jadi aku seneng
Davino
Aku baru nyimak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!